Kata Para Anggota DPR soal PP Karantina Wilayah

30 Maret 2020 7:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta yang sepi di hari Senin (23/3). Foto: Suhada/pembaca kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta yang sepi di hari Senin (23/3). Foto: Suhada/pembaca kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah tengah menyiapkan peraturan tentang Karantina Wilayah. Aturan tersebut nantinya akan menjadi payung hukum kebijakan karantina wilayah untuk daerah-daerah yang terdampak COVID-19.
ADVERTISEMENT
Mesti Peraturan Pemerintah (PP) tersebut masih digodok, namun beberapa daerah ada yang sudah mulai menerapkan karantina wilayah. Menurut anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat Hinca Panjaitan, PP Karantina Wilayah harus segera diteken agar kebijakan pusat dan daerah bisa selaras.
"PP tersebut harus segera dikebut demi menghindari gesekan yang mulai timbul," kata Hinca ketika dihubungi kumparan, Minggu (29/3).
Saat ini, karantina wilayah sepenuhnya baru diterapkan oleh Pemkot Tegal dan Tasikmalaya. Sementara, wilayah lain seperti Papua dan Maluku, memilih menutup arus transportasi menuju ke wilayahnya.
Ada beberapa hal yang disoroti oleh DPR tekait aturan karantina wilayah. Berikut poin-poin yang menurut DPR harus ada dalam PP yang sedang digodok pemerintah pusat:
ADVERTISEMENT
1. Pasokan Pangan Terpenuhi
Menurut anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi, pemerintah wajib memenuhi kebutuhan pangan masyarakat selama masa karantina. Kebutuhan pokok tersebut harus bisa dipenuhi meski kondisi ekonomi melambat karena pembatasan aktivitas dan akses di wilayah tersebut.
"Pemerintah pusat dan daerah perlu menyiapkan anggaran untuk mensubsidi kebutuhan warga, terutama kebutuhan pangan," kata Didi.
Merujuk pada UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, penetapan karantina wilayah mengharuskan masyarakat tetap berada di tempat tinggal. Namun di Pasal 55 secara eksplisit mengatur kewajiban negara memenuhi kebutuhan dasar.
Sejumlah pembatas dipasang untuk menutup jalan ke arah Alun-alun Kota Tegal, Jawa Tengah. Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
2. Pekerja Tetap Digaji
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan salah satu substansi yang wajib diatur dalam PP adalah terkait nasib para pekerja, baik pekerja formal maupun informal serta pekerja penerima upah (PPU) maupun pekerja bukan penerima upah (PBPU). Saleh mencontohkan, PP harus mengatur jaminan bagaimana karyawan tidak dipecat dan digaji selama lockdown.
ADVERTISEMENT
"Di dalam PP tersebut diharapkan ada ketentuan bagaimana agar mereka tidak ada yang di-PHK dan mereka juga tetap bisa menghidupi keluarganya. Bagi PBPU, mesti dibuat aturannya agar mereka mendapatkan bantuan atau subsidi dari pemerintah," jelas Ketua DPP PAN ini.
Saleh mengusulkan pemerintah memberikan keringanan bagi perusahaan yang tidak memecat karyawan mereka selama lockdown. Hal ini bisa menjadi pelecut bagi para pengusaha.
“Bisa saja di dalam PP itu dicantumkan hak-hak pengusaha yang memberikan keringanan bagi para pekerjanya. Termasuk mereka yang tetap mempertahankan agar tidak melakukan PHK. Jadi ada keseimbangan antara hak pekerja dan hak pengusaha," tutur dia.
Suasana sepi di kawasan perdagangan Pasar Baru, Jakarta, Selasa (24/3/2020). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
3. Sanksi Bagi Pelanggar
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Ahmad Riza Patria mengusulkan pemberlakuan sanksi bagi mereka yang masih ngotot pergi dari wilayah karantina ke daerah lain. Namun pemerintah perlu merinci syarat-syarat khusus. Misalnya sejauh mana warga diberi kelonggaran agar bisa bepergian karena kebutuhan mendesak.
ADVERTISEMENT
“Perlu ada sanksi agar orang tidak melakukannya, tapi jangan berlebihan,” kata Riza ketika dihubungi kumparan, Minggu (29/3).
Pemberlakuan karantina bukan berarti menutup total akses masuk ke wilayah yang memberlakukan lockdown. Selain warga dengan kebutuhan mendesak, angkutan logistik masih mendapat akses guna memenuhi kebutuhan pokok.
Sementara itu, Komisi IX DPR RI menjelaskan, dalam Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 sudah diatur sanksi bagi mereka yang tidak taat terhadap karantina wilayah. Mereka yang melanggar, bisa didenda maksimal Rp 100 juta.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!