Kehidupan Tiga Generasi yang Menetap di Hutan Mangrove Kota Denpasar

17 Juni 2022 13:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana dekat rumah Ni Ketut Ariani. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana dekat rumah Ni Ketut Ariani. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah gemerlapnya kehidupan wisata di Pulau Dewata, tidak banyak orang tahu tentang kisah keluarga Ni Ketut Ariani (58). Keluarga ini tinggal selama puluhan tahun di tengah hutan mangrove yang terletak di Kota Denpasar, Bali.
ADVERTISEMENT
Keluarganya dipercaya oleh warga setempat untuk menjaga kesucian Pura Ketapang Dalem Segar yang terletak di tengah hutan sekaligus menjaga kebersihan dan kelestarian hutan mangrove.
"Saya percaya ini adalah tugas yang harus diemban yang sudah diwariskan turun-menurun untuk hidup dan menjaga kesucian pura," katanya saat ditemui di rumahnya, Jumat (17/6) pagi.
Suasana di rumah Ni Ketut Ariani. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Rumah yang didiami perempuan yang biasa dipanggil Jro Nasar itu terletak di dalam kawasan hutan mangrove sekitar 1,5 km dari ruas Jalan Bypass Ngurah Rai, Sanur, Denpasar. Rumahnya sederhana. Akses keluar-masuk rumah ini melewati jembatan setinggi 2 meter yang terbuat dari bambu dan papan.
Rumah Jro Nazar dibangun dengan semi permanen beratap asbes dengan tripleks sebagai dindingnya. Rumah itu memiliki 5 kamar yang dibangun di atas lahan yang luasnya tak lebih dari 1 are. Ia tinggal bersama suaminya, I Nyoman Badri (60), 3 anak, 3 menantu dan 11 orang cucunya berusia 2-15 tahun.
ADVERTISEMENT
Tak jauh dari rumah tersebut, tumbuh sebuah pohon seumur Jro Nasar. Pohon ini bak menyerap udara panas laut sehingga membuat suasana hutan semakin sejuk.
Di dekat pohon itu berdiri Pura Ketapang Dalem Segar. Jro Nazar berperan sebagai Pemangku atau tokoh yang disucikan. Ia bertugas melayani dan mengiringi orang yang hendak bersembahyang. Tugas itu diwarisi Jro Nazar dari ibu kandungnya.
"Orang datang ke sini biasanya karena ada keluarganya yang sakit, minta kesembuhan," katanya.
Meski hidup di dalam hutan mangrove, keluarga Jro Nazar tetap bersosialisasi dengan warga. Para cucunya tetap sekolah dan bermain dengan anak yang tinggal di kawasan Pantai Sanur.
Ni Ketut Ariani (58), warga Kota Denpasar yang tinggal di hutan Manggrove. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Badri bekerja sebagai petugas kebersihan di Pasar Suwung Kauh. Sementara itu, Jro Nasar, anak, dan menantunya mencari dan menangkap kepiting di laut. Mereka juga tampak memelihara ayam yang dilepasliarkan.
ADVERTISEMENT
"Kalau malam melaut. Cari kepiting. Terus jual ke pasar. Seharinya bisa dapat 10 kilogram. 1 kg Rp 10 ribu. Asal ada niat rezeki pasti ada. Pasti ada buat makan. Saya doa sebelum berangkat kerja. Anak-anak juga melaut. Bapak (suaminya) aja yang kerja di Pasar," katanya.
Jro Nazar mengaku sempat tak betah tinggal di hutan. Apalagi, air bersih dan listrik sungguh terbatas. Ia sempat kabur dan tinggal di kota, belum sampai satu bulan mereka sekeluarga demam tanpa sebab. Obat medis tak menyembuhkan. Ajaibnya, setelah kembali tinggal di hutan, sakit yang mereka derita langsung sembuh.
"Dulu sempat tinggal di luar. Nggak betah di sini. Mau ke mana-mana susah. Pas tinggal di luar langsung sakit. Ke dokter, minum obat nggak sembuh-sembuh justru semakin banyak sakitnya. Akhirnya balik ke sini eh sakitnya langsung hilang," katanya.
Suasana di rumah Ni Ketut Ariani. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Jro Nazar dan keluarganya turut diberi amanat oleh Dinas UPTD Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Denpasar, untuk mengawasi pembalak hutan mangrove yang biasanya mencari cacing.
ADVERTISEMENT
"Dulu ada orang kena kasus. Dia potong dahan Mangrove untuk dijadikan jalan. Saya larang tapi tidak didengarin. Saya lapor ke petugas kehutanan. Ditangkap dia. Setelah itu saya dipanggil jadi saksi di pengadilan," katanya.
Suasana dekat rumah Ni Ketut Ariani. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Sementara itu, Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai, I Ketut Subandi mengatakan, keluarga Jro Nazar tinggal di atas lahan Pemkot Denpasar. Mereka diizinkan tinggal untuk menjaga kesucian dan kesakralan Pura Ketapang Dalem Segara.
"Dari dulu sudah di sana. Di Bali ini tempat-tempat sakral itu banyak sekali, termasuk di hutan Mangrove Ngurah Rai ini banyak pura-pura tersebar. Masing-masing pura itu tempat religi, ada Pengempon atau Pemangku atau Pendeta. Beliau sudah menyatu dengan Dewa yang dipuja di situ. Tinggalah dia di sana. Kalau tinggal jauh nggak bisa. Ibaratnya kalau tinggal jauh ditarik energinya untuk tinggal di situ," katanya saat dihubungi.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, hamparan hutan mangrove ini dulunya adalah tambak ikan. Jejak keberadaan tambak-tambak itu sudah sulit ditemukan seiring kebijakan rehabilitasi pantai dan penanaman mangrove oleh pemerintah sejak 1992.