Kejagung di Setahun Jokowi-Ma'ruf: Jiwasraya hingga Skandal Djoko Tjandra

20 Oktober 2020 13:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo. Foto: Feline Lim/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo. Foto: Feline Lim/REUTERS
ADVERTISEMENT
Pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua ditandai pula dengan pergantian Jaksa Agung. ST Burhanuddin dipilih menjadi Jaksa Agung di era kepemimpinan Presiden Jokowi-Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
ADVERTISEMENT
Burhanuddin dilantik pada 23 Oktober 2020. Ada kasus besar yang diusut di awal kepemimpinannya. Namun, ada juga sejumlah catatan kritis terkait perbuatan oknum jaksa yang dinilai mencoreng capaian itu.
Satu tahun Jokowi juga diwarnai dengan adanya insiden kebakaran di Gedung Utama Kejagung. Kebakaran ini terjadi saat tengah ramainya kasus rasuah buronan Djoko Tjandra yang menyeret oknum jaksa. Belum diketahui penyebab kebakaran ini.
Jaksa Agung ST Burhanuddin. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Pihak kepolisian bersama Kejagung saat ini tengah mengusut dugaan adanya pidana dalam kebakaran tersebut. Mabes Polri, bahkan menyatakan dalam waktu dekat, akan mengumumkan apakah ada tersangka atau tidak yang dijerat.
Terkait perbaikan, DPR RI melalui Komisi III setuju untuk menggelontorkan Rp 350 miliar. Uang ratusan miliar itu masuk dalam pagu anggaran tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari itu, ada dua kasus besar yang ditangani Kejagung di satu tahun Jokowi dan awal kepemimpinan Burhanuddin. Apa saja?

Korupsi Jiwasraya

Ilustrasi Asuransi Jiwasraya. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Kasus Jiwasraya begitu menarik perhatian publik. Sebab, kerugian negara akibat rasuah ini diduga mencapai belasan triliun rupiah. Ada enam tersangka yang sudah jadi terdakwa di kasus ini.
Mereka adalah mantan Direktur Utama Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim; mantan Direktur Keuangan Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo; dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan.
Lalu, dari pihak swasta ada Benny Tjokro selaku Dirut PT Hanson International Tbk, Heru Hidayat selaku Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto.
Tiga mantan pejabat PT Asuransi Jiwasraya: (dari kiri) Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, Syahmirwan. Foto: Antara Foto dan kumparan,
Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum tiga mantan bos Jiwasraya dengan penjara seumur hidup. Mereka dinilai terbukti terlibat korupsi.
ADVERTISEMENT
Kecuali untuk Hary Prasetyo, vonis hakim ini lebih berat dari tuntutan jaksa. Hendrisman dituntut 20 tahun penjara, sementara Syahmirwan dituntut 18 tahun penjara. Sedangkan Hary Prasetyo memang dituntut penjara seumur hidup.
Namun, vonis itu belum inkrah. Para terdakwa masih bisa menempuh proses banding serta kasasi.
Vonis penjara seumur hidup juga dijatuhkan hakim kepada Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto. Sementara untuk Benny Tjokro dan Heru Hidayat, keduanya baru tahap menjalani tuntutan. Sebab, keduanya sempat dirawat lantaran corona.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya Benny Tjokrosaputro (kiri) dan Heru Hidayat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/7). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Benny Tjokro dan Heru Hidayat dituntut penjara seumur hidup oleh jaksa. Jaksa menilai keduanya tak hanya melakukan korupsi, tapi juga pencucian uang.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa juga dituntut pidana tambahan berupa membayar uang pengganti. Benny Tjokro dituntut hukuman uang pengganti sebesar Rp 6,07 triliun. Sementara Heru Hidayat dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 10,72 triliun. Jumlah uang pengganti itu sesuai dengan kerugian negara yang timbul.
ADVERTISEMENT
Namun, ini baru gelombang pertama perjalanan kasus Jiwasraya. Masih ada dua orang dan 13 Manajer Investasi yang sudah dijerat tersangka oleh Kejaksaan Agung. Para tersangka itu masih menjalani proses penyidikan.

Skandal Djoko Tjandra

Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra berjalan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Bundar Kompleks Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (31/8). Foto: Adam Bariq/ANTARA FOTO
Nama Djoko Tjandra selalu muncul dalam topik pemberitaan di beberapa bulan terakhir. Ia berhasil gegerkan publik.
Berawal dari sang buronan kasus cessie Bank Bali ini tiba-tiba terlacak mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) di PN Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Itu dilakukan setelah sebelumnya membuat e-KTP di Kelurahan Grogol, Jaksel.
Padahal saat itu ia merupakan buronan 11 tahun Kejagung. Mulusnya langkah Djoko Tjandra daftar PK dan urus e-KTP itu menimbulkan tanya.
Belakangan diketahui bahwa ada sejumlah orang yang membantu Djoko Tjandra. Mereka yang membantu pun diusut, dan munculah tiga klaster kasus di perkara ini. Salah satunya menjerat jaksa, yakni Pinangki Sirna Malasari.
ADVERTISEMENT
Berawal dari beberapa foto Djoko Tjandra bersama Pinangki Sirna Malasari tersebar di media sosial. Usut punya usut, rupanya keduanya sempat beberapa kali bertemu di kantor Djoko Tjandra di Kuala Lumpur Malaysia.
Jaksa Pinangki sudah 3 kali bertemu Djoko Tjandra di Malaysia pada akhir 2019. Pertanyaan muncul, mengapa seorang jaksa yang seharusnya menangkap buronan, malah berfoto bersama. Pemeriksaan pun dilakukan.
Hasilnya, Jaksa Pinangki dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Ia terbukti keluar negeri, tanpa ada izin tertulis dari pimpinan.
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari (tengah) memasuki ruang sidang di Pengadilan Tipikor. Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara Foto
Tak berhenti di situ, perkara Jaksa Pinangki kemudian ditangani penyidik JAMPidsus. Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
Dari dakwaan, terungkap bahwa Djoko Tjandra menjanjikan uang USD 1 juta atau setara Rp 14,8 miliar kepada Jaksa Pinangki. Separuh dari uang yang dijanjikan yakni USD 500 ribu atau setara Rp 7,4 miliar diyakini sudah diterima Jaksa Pinangki.
Suap itu diberikan agar Jaksa Pinangki mengurus pengajuan fatwa bebas ke Mahkamah Agung (MA). Fatwa untuk Djoko Tjandra itu bertujuan agar ia tak dieksekusi jaksa. Eksekusi yang dimaksud adalah agar Djoko Tjandra tak bisa dijebloskan ke penjara selama 2 tahun.
Tak hanya didakwa suap, Jaksa Pinangki juga dijerat pemufakatan jahat hingga pencucian uang senilai USD 444.900 atau sekitar Rp 6.219.380.900. Uang itu diyakini merupakan suap dari Djoko Tjandra.
Pinangki Sirna Malasari. Foto: Instagram/@pinangkit
Terkait pengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra, dalam dakwaan disinggung adanya 'Action Plan' yang disiapkan. Dalam 'Action Plan' itu sejumlah pihak disebut. Termasuk nama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan mantan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali.
ADVERTISEMENT
Belakangan, melalui tulisan tangan dalam sepucuk surat, Jaksa Pinangki meminta maaf kepada mereka yang disebut dalam dakwaan, termasuk nama ST Burhanuddin dan Hatta Ali.
Ia mengaku tak pernah menyebut nama-nama tersebut dalam proses pemeriksaan. Jaksa Pinangki juga membantah bahwa dirinya yang membuat 'action plan' di kasus suap Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
Perihal penyebutan namanya dalam dakwaan, Burhanuddin menyatakan penyidikan kasus Pinangki dilakukan secara terbuka. Ia pun tak peduli berkas penyidikan yang dituangkan dalam dakwaan menyebut namanya.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejagung, Ali Mukartono menyatakan ST Burhanuddin tidak pernah intervensi kasus Jaksa Pinangki.
Saat ini, sidang Jaksa Pinangki masih bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung

Kondisi gedung utama Kejaksaan Agung yang terbakar di Jakarta, Minggu (23/8). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Publik dikejutkan saat adanya kebakaran di Gedung Kejaksaan Agung pada 22 Agustus 2020. Api melalap habis Gedung Utama Kejaksaan Agung yang juga di dalamnya ada ruangan Jaksa Agung. Hampir 12 jam kebakaran melanda.
ADVERTISEMENT
Kebakaran ini kemudian menjadi sorotan publik. Sebab, peristiwa terjadi di saat Kejaksaan Agung mengusut suap Djoko Tjandra kepada Jaksa Pinangki.
Kecurigaan semakin menguat lantaran bekas ruangan Jaksa Pinangki turut terbakar. Sebelum dicopot, Jaksa Pinangki menduduki jabatan struktural sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung selama kurun 2019-2020. Ruangannya berada di Gedung Utama yang terbakar.
Foto udara gedung utama Kejaksaan Agung yang terbakar di Jakarta, Minggu (23/8/2020). Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO
Kejaksaan Agung memastikan tak ada berkas perkara yang ikut terbakar. Sebab, berkas perkara disimpan di Gedung Jaksa Agung Muda Pidana Khusus yang berbeda lokasi.
Perihal berkas di Gedung Utama pun Kejaksaan Agung menyatakan sudah ada data pendukungnya.
Terkait kebakaran, Bareskrim Polri yang mengusutnya belakangan menemukan adanya unsur pidana. Kini pengusutan sudah masuk tahap penyidikan.
ADVERTISEMENT
Sejumlah saksi dan ahli sudah diperiksa. Namun, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.