Kejagung Sita Uang Rp 2 M dari Hakim Djuyamto Terkait Kasus Suap Vonis Lepas CPO

11 Juni 2025 19:01 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Hakim Djuyamto dijerat sebagai tersangka vonis lepas kasus CPO. Foto: YouTube/ Kejaksaan RI
zoom-in-whitePerbesar
Hakim Djuyamto dijerat sebagai tersangka vonis lepas kasus CPO. Foto: YouTube/ Kejaksaan RI
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang Rp 2 miliar dari Djuyamto, salah satu tersangka kasus dugaan suap perkara vonis lepas persetujuan ekspor crude palm oil (CPO).
ADVERTISEMENT
Djuyamto merupakan Ketua Majelis Hakim yang mengadili perkara persetujuan ekspor CPO tersebut, dengan tiga terdakwa korporasi, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyebut bahwa uang tersebut disita dari Djuyamto karena diduga terkait dengan kasus dugaan suap vonis lepas perkara CPO tersebut.
"Bahwa hari ini juga penyidik pada Jampidsus dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi, terkait dengan penanganan perkara yang di Jakarta Pusat, hari ini menerima juga melakukan penyitaan uang sejumlah Rp 2 miliar dari salah seorang tersangka DJU [Djuyamto]," ujar Harli kepada wartawan di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu (11/6).
Harli menyebut, uang sebesar Rp 2 miliar itu diserahkan oleh penasihat hukum Djuyamto kepada penyidik Kejagung.
ADVERTISEMENT
"Rp 2 miliar tadi diserahkan oleh kuasa hukumnya. Jadi, tentu dengan penyerahan ini dan kita melakukan penyitaan yang akan dijadikan sebagai barang bukti dalam perkara ini, semakin membuat terang dari tindak pidana ini dan mudah-mudahan prosesnya bisa lebih cepat lagi untuk proses persidangannya," ucap dia.

Kasus Suap Vonis Lepas CPO

Sejauh ini sudah ada delapan tersangka yang dijerat penyidik Kejagung. Dari pihak pemberi suap, yakni dua pengacara Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso serta pihak legal Wilmar Group, Muhammad Syafei.
Sementara untuk pihak penerima suap ada empat tersangka yakni Muhammad Arif Nuryanta (mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dan Wahyu Gunawan (mantan Panitera Muda PN Jakpus) serta majelis hakim yang menyidangkan korporasi terdakwa CPO: Djuyamto, Agam Syarif, dan Ali Muhtarom.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima Rp 60 miliar dari Ariyanto dan Marcella ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Uang tersebut disebut berasal dari korporasi Wilmar Group.
Penyerahan uang kepada Arif tersebut diberikan melalui seorang panitera, Wahyu Gunawan. Setelah uang tersebut diterima, Wahyu kemudian mendapat jatah sebesar USD 50 ribu sebagai jasa penghubung.
Arif kemudian menunjuk susunan majelis hakim yang akan menangani perkara korupsi CPO tersebut.
Kemudian, Arif diduga membagi uang suap tersebut kepada majelis hakim dalam dua tahap. Pertama, Arif memberikan total Rp 4,5 miliar kepada ketiganya sebagai uang baca berkas perkara.
Kemudian, Arif kembali menyerahkan uang sebesar Rp 18 miliar kepada Djuyamto dkk agar memberikan vonis lepas kepada para terdakwa. Djuyamto diduga menerima bagian sebesar Rp 6 miliar.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam putusannya terkait kasus persetujuan ekspor CPO itu, Majelis Hakim menyatakan para terdakwa korporasi itu terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan. Namun, Hakim menilai bahwa perbuatan tersebut bukan korupsi.
Majelis Hakim kemudian menjatuhkan vonis lepas atau ontslag dan terbebas dari tuntutan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 17 triliun.
Belum ada keterangan dari para terdakwa korporasi CPO maupun para tersangka pengaturan vonis perkara persetujuan ekspor CPO mengenai kasus dugaan suap tersebut.