Kematian Corona Anak di RI Tertinggi di Dunia, Kasus Positif 12,5%

18 Juni 2021 12:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ayah dan anak di tengah pandemi Corona. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ayah dan anak di tengah pandemi Corona. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman B Pulungan mengungkap kasus corona pada anak di Indonesia saat ini mencapai 12,5 persen. Selain itu, case fatality rate corona anak 3-5 persen, paling tinggi di dunia.
ADVERTISEMENT
"Data nasional saat ini menunjukkan kasus COVID-19 pada anak usia 0-18 tahun, yakni 12,5 persen. Artinya 1 dari 8 kasus [COVID-19 di RI] ini adalah anak. Kedua, data IDAI menunjukkan case fatality rate-nya 3-5 persen," kata Aman dalam konferensi pers virtual yang disaksikan kumparan, Jumat (18/6).
"Jadi kematian [anak] kita yang paling banyak di dunia. Jadi bisa dibayangkan kan? 1-8 [kena COVID-19] itu anak, dan meninggal 3-5 persen. Ini bervariasi tiap minggu," imbuh dia.
"Dan saya sering mengatakan 50 persen kematian anak itu balita. Jadi dari seluruh anak yang meninggal itu 50 persennya balita. Sementara kita liat di DKI aja 144 yang balita. Kita lihat di DKI testingnya banyak, masalahnya di tempat lain testingnya sedikit. Di-discount selalu testing ini," papar dia.
ADVERTISEMENT
Ada yang berbeda apabila anak terpapar corona. Apalagi ruang ICU khusus anak tak tersedia di semua RS.
"Saya bisa katakan anak berbeda karena sampai saat ini ICU khusus anak tidak tersedia di sebagian besar RS. Apalagi saat ini SDM juga sedang menurun termasuk dokter dan perawat, dan obat-obatan yang khusus juga banyak tidak tersedia. Jadi kita bisa kolaps," tambahnya.
Oleh sebab itu, IDAI mengimbau semua kegiatan yang melibatkan anak usia 0-18 tahun diselenggarakan secara daring saat ini. Orang tua atau pengasuh harus mendampingi anak saat beraktivitas daring maupun luring.
dr. Aman Bhakti Pulungan, Ketua Umum IDAI. Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
"Kapan lagi kita jadi orang tua, menyayangi anak? Jadilah orang tua saat pandemi. Dampingi anak-anak kita. Hindari membawa anak ke luar rumah. Kecuali mendesak, anak itu harus di rumah. Saat harus berkegiatan di luar rumah, hindari tempat dengan ventilasi tertutup. Ikuti prokes, disiplin di dalam rumah, perjalanan, dan luar rumah, termasuk orang tuanya," pesan Aman.
ADVERTISEMENT
Aman pun mewanti-wanti orang tua taat prokes agar tidak tertular dan menularkan anak. Selain itu, pastikan anak juga diimunisasi lengkap secara rutin untuk mencegah penyakit berbahaya lainnya.
"Kalau ortunya enggak taat kasian anaknya. Dan tetep imunisasi lengkap rutin untuk mencegah penyakit berbahaya lainnya. Kita harus bekerja sama melakukan pendampingan dan pengawasan prokes secara ketat di tempat umum," ucap dia.
"Mari kita jaga anak-anak Indonesia yang hampir 90 juta ini, yang lahir setiap tahun 5 juta. Penuhi hak anak untuk sehat baik fisik maupun mental demi masa depan yang lebih baik. Hidup kita untuk apa kalau bukan anak? Jaga anak kita. jangan sampai anak ada yang sakit," lanjutnya.
Di sisi lain, Aman mengatakan ia tak menolak berjalannya proses pembelajaran tatap muka di masa pandemi. Tapi, syaratnya positivity rate harus di bawah 5 persen, dan testing genome sequencing untuk menemukan varian baru dimasifkan.
ADVERTISEMENT
"Jelas IDAI sangat mendukung usaha sekolah tatap muka, karena ini adalah human capital. Namun ada syaratnya. Positivity ratenya harus di bawah 5 persen. Dan kami tetap menganggap tidak ada batas zona itu merah hijau. Jadi tolonglah kita melihat ini secara bijaksana," papar Aman.
"Jadi kalau seperti saat ini, saya mau tambahkan, lab kita tidak banyak mendeteksi varian baru. Varian baru ini cepat sekali. Kita tidak tahu 2-3 hari sakit tahu-tahu anak muda langsung meninggal. Bisa jadi varian baru. JADI kalau kita tidak bisa mendeteksi, kita ada tambahan ketika sekolah mau dibuka di daerah tersebut harus ada lab yang bisa genome sequencing," pungkas dia.
***
Saksikan video menarik di bawah ini:
ADVERTISEMENT