Kemdikbud: PTN Boleh Minta Sumbangan Asal Tak Jadi Penentu Penerimaan Maba

14 Maret 2023 14:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung perkantoran Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Foto: Andika Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gedung perkantoran Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Foto: Andika Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Kemendikbudristek menjawab isu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) meminta dana sumbangan ke mahasiswa. Hal ini terkait ramainya kasus korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) di Universitas Udayana (Unud).
ADVERTISEMENT
I Nyoman Gde Antara atau Prof. Dr. INGA selaku rektor sudah jadi tersangka.
Menurut Inspektur IV Itjen Kemendikbudristek, Masrul Latif, pendanaan untuk perguruan tinggi merupakan tanggung jawab dari pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, menurut Masrul, partisipasi pendanaan dari mahasiswa diperbolehkan.
“Pendanaan pendidikan tinggi hakikatnya merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat termasuk orang tua di dalamnya. Sehingga partisipasi pendanaan dari masyarakat masih diperbolehkan untuk menutupi kekurangan pendanaan dari pemerintah,” jelas Masrul kepada kumparan, Selasa (14/3).
"Hal itu sepanjang tata cara pemungutan dan pengelolaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku," sambungnya.
Ketentuan atau aturan yang dimaksud Masrul adalah Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri. Tepatnya di Pasal 10 ayat 1.
ADVERTISEMENT
“PTN bisa memungut iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lainnya selain UKT dari mahasiswa program diploma dan program sarjana bagi; mahasiswa asing; mahasiswa kelas internasional; mahasiswa melalui jalur kerja sama; mahasiswa yang masuk melalui seleksi mandiri.”
Lebih jelas diatur di Pasal 2 sampai 5. Berikut bunyi lengkapnya:
(2) Iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan bagi Mahasiswa yang secara ekonomi tidak mampu.
(3) Besaran iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan prinsip kewajaran, proporsional, dan berkeadilan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi Mahasiswa, orang tua Mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
(4) PTN dilarang menggunakan iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar dalam penentuan penerimaan atau kelulusan Mahasiswa.
ADVERTISEMENT
(5) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (4) dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
“Berdasarkan Permendikbud No. 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi pada PTN, pasal 10 dinyatakan bahwa PTN dapat memungut SPI kepada orang tua yang mampu secara proporsional dan berkeadilan. Namun dilarang menjadikan SPI sebagai penentu kelulusan, kelulusan dalam penerimaan mahasiswa baru,” ujar Masrul.
Ketika ditanya perihal iuran diminta sebelum mahasiswa diterima sebagai mahasiswa baru, Masrul mengatakan hal tersebut boleh saja dilakukan. "Bisa sepanjang diberi pilihan dari rendah sampai tinggi sesuai kemampuan orang tua camaba (calon maba) dan tidak menjadi penentu kelulusan," ucap Masrul.
Soal kapan iuran itu diminta merupakan salah satu poin yang disuarakan oleh BEM Unud. Menurut mereka, bila iuran tersebut diberikan sebelum pengumuman penerimaan mahasiswa baru, maka besar kemungkinan terjadinya penyelewengan.
ADVERTISEMENT
"Silakan transparansinya dan kami menuntut pengisian golongan SPI dilakukan setelah peserta dinyatakan lolos sebagai mahasiswa baru," ucap Ketua BEM Unud I Putu Bagus Padmanegara, Selasa (14/2).
Rektor UNUD Prof. Dr. I Nyoman Gde Antara. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Mengapa Rektor Unud Jadi Tersangka?
I Nyoman Gde Antara atau Prof. Dr. INGA ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) atau pungli terhadap mahasiswa baru jalur mandiri tahun akademik 2018 hingga 2022.
Status tersangka ditetapkan setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali melakukan pengembangan atas hasil penyelidikan terhadap tiga pejabat yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni IKB, IMY, dan NPS.
"Berdasarkan alat bukti yang ada penyidik menemukan keterlibatan tersangka baru, sehingga pada tanggal 8 Maret 2023 penyidik pada Kejaksaan Tinggi Bali Kembali menetapkan satu orang tersangka yaitu Prof. Dr. INGA," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana, Senin (13/8).
ADVERTISEMENT
I Nyoman Gde Antara merupakan Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Jalur Mandir tahun 2018 hingga tahun 2023. Ia diduga telah menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp105.390.206.993 dan Rp 3.945.464.100. Selain itu, merugikan perekonomian negara sebesar Rp 334.572.085.691, atau jika ditotal sekitar Rp 442 miliar.
Penyidik mengatakan, tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Penyidik juga sudah bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengusut kemungkinan adanya potensi pencucian uang oleh I Nyoman Gde Antara.
I Nyoman Gde Antara dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor jo. Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT