Kemenag Respons Suara Azan Disorot Media Asing: Aturan Speaker Masih Relevan

16 Oktober 2021 9:37 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin.  Foto: Dok Kemenag
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin. Foto: Dok Kemenag
ADVERTISEMENT
Kementerian Agama (Kemenag) merespons pemberitaan kantor media asal Prancis, Agency France-Presse (AFP), terkait volume suara azan via pengeras suara (speaker) di masjid Jakarta. Pernyataan ini juga dikutip media-media asing lain.
ADVERTISEMENT
Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin menegaskan azan adalah panggilan bagi umat Islam untuk menunaikan salat.
"Azan adalah panggilan salat, sehingga dikumandangkan pada waktunya. Durasi azan juga tidak lama," ucap Kamaruddin Amin dalam keterangannya, Sabtu (16/10).
Kamaruddin lalu menjelaskan Kemenag telah menerbitkan Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Musala. Instruksi No Kep/D/101/1978 diterbitkan seiring meluasnya penggunaan pengeras suara oleh masjid/langgar/musala di seluruh Indonesia. Baik untuk azan, iqamah, membaca ayat Al-quran, membaca doa, peringatan hari besar Islam, dan lainnya.
Menurut Kamaruddin, dikeluarkannya instruksi tersebut, selain untuk menimbulkan kegairahan beragama dan menambah syiar kehidupan keagamaan, pada sebagian lingkungan masyarakat terkadang juga menimbulkan ekses rasa tidak simpati yang disebabkan pemakaiannya kurang memenuhi syarat.
ADVERTISEMENT
"Agar penggunaan pengeras suara oleh masjid/langgar/musala lebih mencapai sasaran dan menimbulkan daya tarik untuk beribadah kepada Allah, saat itu, tahun 1978, dianggap perlu mengeluarkan tuntunan pengeras suara untuk dipedomani oleh para pengurus masjid/langgar/musala di seluruh Indonesia," jelas Kamaruddin.
"Saya menilai aturan ini masih relevan untuk diterapkan," imbuh dia.
Ilustrasi Masjid. Foto: AFP
Lebih lanjut, instruksi tersebut juga mengatur penggunaan pengeras suara ke dalam maupun ke dalam. Khusus pengeras suara ke luar diperuntukkan bagi kumandang azan sebagai panggilan salat. Sedangkan kegiatan salat, kuliah atau pengajian, dan sejenisnya menggunakan pengeras suara ke dalam.
"Jadi dalam instruksi yang usianya lebih 40 tahun ini sudah diatur, kapan menggunakan pengeras suara ke luar, kapan ke dalam," ungkap dia.
Dalam bagian akhir instruksi tersebut juga diatur ketentuan ini berlaku pada masjid, langgar dan musala di perkotaan yang masyarakatnya cenderung majemuk dan heterogen. Pada masyarakat pedesaan yang cenderung homogen, bisa berjalan seperti biasa.
ADVERTISEMENT
"Sesuai dengan kesepakatan di daerahnya," tutup Kamaruddin.
Berikut Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Musala:

Aturan Penggunaan Pengeras Suara

a. Pengeras suara luar digunakan untuk azan sebagai penanda waktu salat
b. Pengeras suara dalam digunakan untuk doa dengan syarat tidak meninggikan suara
c. mengutamakan suara yang merdu dan fasih serta tidak meninggikan suara
Warga berjalan di depan pintu masuk Masjid Istiqlal yang ditutup sementara untuk pelaksanaan shalat rawatib dan shalat jumat di Jakarta, Jumat (2/7/2021). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
1. Waktu Subuh
a. Sebelum waktu subuh dapat dilakukan kegiatan dengan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini untuk pembacaan ayat suci Al-quran.
b. Kegiatan pembacaan Al-quran dapat menggunakan pengeras suara ke luar. Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tak mengganggu orang yang sedang beribadah dalam masjid. Azan subuh menggunakan pengeras suara ke luar.
ADVERTISEMENT
c. Azan waktu subuh dilakukan menggunakan pengeras suara ke luar
d. Salat subuh, kuliah subuh dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentingan jemaah) dan hanya ditujukan ke dalam saja.
2. Waktu Zuhur dan Jumat
a. Lima menit menjelang Zuhur dan 15 menit menjelang waktu Zuhur dan Jumat supaya diisi bacaan Al-quran yang ditujukan ke luar.
b. Demikian juga suara Azan bilamana telah tiba waktunya.
c. Bacaan salat, doa, pengumuman, khotbah dan lain-lain menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam.
3. Asar, Magrib, dan Isya
a. Lima menit sebelum azan pada waktunya, dianjurkan membaca Al-quran.
b. Pada waktu datang waktu salat, dilakukan azan dengan pengeras suara ke luar dan ke dalam.
ADVERTISEMENT
c. Sesudah azan, sebagaimana lain-lain waktu, hanya ke dalam.
4. Takbir, Tarhim, dan Ramadhan
a. Takbir Idul fitri, Idul Adha dilakukan dengan pengeras suara ke luar. Pada Idul fitri dilakukan malam 1 Syawal dan hari 1 Syawal. Pada Idul adha dilakukan 4 hari berturut-turut sejak malam 10 Zulhijah.
b. Tarhim yang berupa doa menggunakan pengeras suara ke dalam. Tarhim zikir tidak menggunakan pengeras suara.
c. Pada bulan Ramadhan sebagaimana pada siang hari dan malam biasa dengan memperbanyak pengajian, bacaan Al-quran yang ditujukan ke dalam, seperti tadarus dan lain-lain.
5. Upacara hari besar Islam dan Pengajian
Tablig pada hari besar Islam atau pengajian harus disampaikan oleh mubalig dengan memperhatikan kondisi dan keadaan jemaah.
ADVERTISEMENT
Karena itu tablig/pengajian hanya menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam, dan tidak untuk ke luar karena tidak diketahui reaksi pendengarnya atau lebih sering menimbulkan gangguan bagi yang istirahat daripada didengarkan sungguh-sungguh.

Laporan Media AFP

Ilustrasi masjid. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Kantor berita Prancis, AFP, merilis artikel berjudul 'Piety or noise nuisance? Indonesia tackles call to prayer volume backlash' atau 'Ketakwaan atau gangguan kebisingan? Indonesia mengatasi reaksi volume azan'.
Artikel itu bertuliskan keluhan seorang warga pinggiran Jakarta atas volume suara azan lewat pengeras suara (speaker) eksternal yang kencang dan bersahut-sahutan. Laporan ini kemudian dikutip oleh media-media asing.
Laporan itu disampaikan lewat wawancara dengan wanita Muslim bernama Rina. Nama tersebut adalah samaran, tempat tinggal Rina atas dasar keamanan juga dirahasiakan.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel tersebut, Rina bercerita soal dirinya yang setiap sekitar pukul 3 pagi terpaksa terbangun lantaran volume speaker masjid yang begitu nyaring.
Rina mengatakan, dirinya menderita gangguan kecemasan yang membuat saat sudah terbangun akan sulit tidur, sampai makan terasa mual.
"Tidak ada yang berani komplain soal itu di sini," ucap Rina.
"Pengeras suara tidak cuma digunakan untuk mengajak salat, tapi juga untuk membangunkan 30 sampai 40 menit sebelum waktu salat Subuh," tutup dia.
==================
Ikuti survei kumparan dan menangi e-voucher senilai total Rp 3 juta. Isi surveinya sekarang di kum.pr/surveinews