Kemendagri Minta Klarifikasi Pemkab Simalungun soal Beasiswa Arnita

2 Agustus 2018 12:22 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirjen OTDA Soni Sumarsono di DPR (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen OTDA Soni Sumarsono di DPR (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Polemik penghentian beasiswa utusan daerah (BUD) Kabupaten Simalungun kepada seorang mahasiswi IPB Arnita Rodelina Turnip masih terus berlanjut. Hal itu setelah Kabupaten Simalungun melalui Sekda Gideon Purba dan Kepala Dinas Pendidikan Resman Saragih menyatakan pencabutan beasiswa karena Arnita tidak aktif kuliah hingga kendala teknis saat proses transfer dana.
ADVERTISEMENT
Padahal, Ombudsman Sumut dan Arnita meyakini BUD miliknya dihentikan karena Arnita menjadi mualaf. Simpang siurnya informasi hingga pernyataan yang berubah-ubah dari Pemkab Simalungun membuat pemerintahan yang dipimpin Bupati JR Saragih itu menjadi sorotan.
Untuk mendapatkan penjelasan yang utuh terkait penghentian BUD tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Sumarsono akan meminta klarifikasi secara langsung kepada Bupati Simalungun JR Saragih.
"Yang jelas Kemendagri segera meminta klarifikasi (kepada Bupati Simalungun JR Saragih)," ujar Soni -sapaan Sumarsono- kepada kumparan, Kamis (2/8).
Arnita Rodelina Turnip, mahasiswi IPB yang beasiswanya dicabut Pemkab Simalungun (Foto: Facebook/Alifah Jauna Multazimah )
zoom-in-whitePerbesar
Arnita Rodelina Turnip, mahasiswi IPB yang beasiswanya dicabut Pemkab Simalungun (Foto: Facebook/Alifah Jauna Multazimah )
Soni mengatakan, klarifikasi tersebut akan dilakukan melalui Penjabat Gubernur Sumatera Utara, Eko Subowo. Ia belum menjadwalkan pemanggilan terhadap JR Saragih secara langsung.
"Saya koordinasikan dulu dengan Pemprov Sumut sebagai pembina kabupaten/kota. Koordinasi dulu dengan Gubernur Sumut, belum dijadwalkan (pemanggilan terhadap JR Saragih)," jelas Soni.
ADVERTISEMENT
Soni juga enggan berandai-andai apakah JR Saragih melanggar ketentuan sebagai kepala daerah karena bersikap diskriminatif terhadap warganya sesuai UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Sebab ia akan melakukan klarifikasi terlebih dahulu.
Diketahui sesuai Pasal 76 ayat (1) huruf b UU Pemda, kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat kebijakan yang bersifat diskriminatif kepada warganya. Jika melanggar ketentuan tersebut, maka kepala daerah yang bersangkutan bisa dikenakan sanksi dari teguran tertulis hingga pemberhentian.
"Jangan berandai-andai dulu," kata Soni.