Kemenkes Punya Data Corona, tapi Minta Pemda Pengusul PSBB Tetap Setor Data

7 April 2020 12:08 WIB
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto saat Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, Senin (3/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto saat Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, Senin (3/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Kalau bisa ribet, kenapa harus dibuat mudah," kelakar seorang pembaca kumparan soal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
ADVERTISEMENT
Menteri Kesehatan Terawan mensyaratkan sejumlah data tentang kasus corona di daerah, bagi gubernur, wali kota, atau bupati yang ingin mengajukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Dalam Pasal 4 Permenkes Nomor 9 Tahun 2020, disebutkan data-data yang dibutuhkan yaitu:
a. peningkatan jumlah kasus menurut waktu, disertai kurva epidemiologi
b. penyebaran kasus menurut waktu, disertai peta penyebaran
c. kejadian transmisi lokal dengan data terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.
Gara-gara syarat itu, surat usulan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kepada Terawan untuk menetapkan PSBB di Ibu Kota, sempat ditunda. Penyebabnya, surat Anies pada 1 April (sebelum Permenkes terbit) tidak dilengkapi syarat-syarat di Pasal 4 tadi.
Kemudian Terawan melalui surat, meminta Anies melengkapi syarat-syarat tersebut.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di balai kota. Foto: Dok. Pemprov DKI
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), heran dengan syarat-syarat yang dibebankan kepada Pemda. Sebab, data corona semuanya ada di pemerintah pusat, dalam hal ini Kemenkes.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah Pusat sudah melakukan penghimpunan dan pengolahan data-data tersebut pada setiap wilayah di Indonesia berdasarkan laporan setiap laboratorium tes COVID-19 yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Bahkan, setiap hari Pemerintah mengumumkan data tersebut ke publik melalui juru bicaranya," ucap Direktur PSHK, Fajri Nursyamsi, Selasa (7/4).
Dia mengkritik Permenkes yang terbit Sabtu (4/4) itu hanya memperpanjang birokrasi. Selain syarat-syarat tadi, usulan PSBB kepala daerah akan dikaji Kemenkes melibatkan Gugus Tugas selama 2 hari. Jika ada syarat kurang, maka dikembalikan.
"Segera revisi Permenkes 9/2020 dengan memangkas birokrasi dalam penetapan PSBB, yaitu dengan menjadikan usulan pemerintah daerah untuk penetapan PSBB lebih sederhana, dengan menjadikan data jumlah dan persebaran kasus COVID 19 diambil dari data nasional," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Jadikan Gugus Tugas sebagai forum koordinasi dan pengambilan keputusan wilayah mana saja yang layak diberlakukan PSBB, atau bahkan karantina wilayah," imbuhnya.
Ganjar Bingung
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memberikan arahan ke jajarannya soal penanggulangan corona, Senin (6/4). Foto: Dok. Pemprov Jateng
Selain birokratis, Permenkes itu juga membingungkan pemerintah daerah. Salah satunya disampaikan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang tampaknya bingung dengan data yang dibutuhkan.
Lantaran, tidak disebutkan apa indikator kuantitatif untuk: (a). peningkatan jumlah kasus, (b) penyebaran kasus dan (c) kejadian transmisi lokal, sehingga daerah dinyatakan layak ditetapkan PSBB.
“Jadi kami lagi mau menghitung secara teknis data kuantitatifnya dulu yang kita hitung. Sampai pada angka berapa sebenarnya kita bisa masuk,” ucap Ganjar, Senin (6/4).
“Kan di dalam Permenkes itu tidak ada aturan kuantitatifnya. Seandainya terjadi peningkatan, seandainya terjadi persebaran, lha itu seandainya itu berapa, apakah tingkat desa apa levelnya kecamatan, kabupaten/kota atau provinsi,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Alih-alih mengajukan PSBB, Ganjar menyebut sebetulnya pembatasan yang diatur Permenkes relatif sudah dilakukan di Jawa Tengah.
“Hampir rata-rata (produk akhir PSBB) semuanya sebenarnya sudah. Maka sekarang kita lagi menghitung detail angkanya agar kita punya aturan turunan,” kata Ganjar.