Kerugian Negara dalam Kasus BLBI Versi BPK: Rp 4,58 Triliun

9 Oktober 2017 20:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Febri Diansyah Jubir KPK. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Febri Diansyah Jubir KPK. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK sudah menerima laporan hasil audit investigatif yang dilakukan BPK terkait indikasi kerugian negara yang timbul karena kasus BLBI. Laporan audit BPK menyebut indikasi kerugian keuangan negara pada kasus indikasi korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) mencapai angka Rp 4,58 triliun.
ADVERTISEMENT
"Kami berterima kasih kepada BPK yang sudah membantu melakukan audit investigatif, jadi auditnya sudah kami terima dan indikasi kerugian keuangan negara final dari hasil audit itu adalah sekitar Rp 4,58 triliun," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, di gedung KPK, Senin (9/10).
Pada hasil audit investigatif ini, BPK menemukan adanya indikasi kerugian negara ini memiliki selisih sebesar Rp 220 miliar dari total kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada pihak Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
"Dari laporan tersebut nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun dari total kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun," ujar Febri.
Hasil audit tersebut juga dinilai mempertegas adanya indikasi penyimpangan dalam pemberian SKL kepada BDNI. Penyimpangan yang dimaksud adalah SKL yang tetap diterbitkan meskipun yang bersangkutan belum menyelesaikan kewajibannya terkait penulasan.
ADVERTISEMENT
"Nilai Rp 4,8 triliun itu terdiri dari Rp 1,1 triliun yang dinilai 'suistanable' dan ditagihkan kepada petani tambak. Sedangkan Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi yang menjadi kewajiban obligor yang belum ditagihkan," ucap Febri.
Febri menyebut adanya laporan BPK tersebut merupakan kemajuan dalam penyidikan kasus ini. "Sehingga dari total Rp 4,8 triliun, indikasi kerugian keuangan negaranya adalah Rp 4,58 triliun. Jadi, ini satu langkah yang penting saya kira dalam penanganan kasus indikasi korupsi BLBI ini, audit kerugian keuangan negara sudah selesai dan proses pemeriksaan saksi-saksi akan kami lakukan lebih intensif ke depan," kata dia.
Syafruddin Temenggung Mantan Kepala BPPN. (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Syafruddin Temenggung Mantan Kepala BPPN. (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka penerbitan SKL BLBI kepada BDNI milik Sjamsul Nursalim. BDNI adalah salah satu bank yang sempat terganggu likuiditasnya. BDNI mendapat gelontoran dana pinjaman dari BI senilai Rp 27,4 triliun dan mendapat SKL pada April 2004.
ADVERTISEMENT
Perubahan litigasi pada kewajiban BDNI dilakukan lewat restrukturisasi aset Rp 4,8 triliun dari PT Dipasena yang dipimpin Artalyta Suryani dan suami. Namun, hasil restrukturisasi hanya didapat Rp 1,1 triliun dari piutang ke petani tambak PT Dipasena. Sedangkan Rp 3,7 triliun yang merupakan utang tak dibahas dalam proses restrukturisasi. Sehingga, ada kewajiban BDNI sebagai obligor yang belum ditagih. Namun kebijakan penerbitan SKL BLBI untuk BDNI ini diduga telah merugikan negara sebesar Rp 3,7 triliun. Sehingga Syafruddin harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT