Sidang Jaksa Pinangki

Kesaksian Jaksa Pinangki: Bolos Kerja hingga Tangisan karena Ditegur Hakim

17 Desember 2020 11:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari bersiap mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/11). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari bersiap mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/11). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Jaksa Pinangki Sirna Malasari duduk sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia pun bersuara terkait kasus dugaan suap yang menjeratnya.
ADVERTISEMENT
Dalam kesaksiannya, ia memaparkan sejumlah hal. Mulai dari soal bolos kerja karena pergi ke luar negeri hingga pertemuan dengan Djoko Tjandra.
Dalam persidangan, ia pun sempat ditegur hakim. Sebab, ia dinilai tak bersikap sopan di persidangan.
Berikut rangkuman kesaksian Jaksa Pinangki yang bersaksi untuk rekannya yang jadi perantara suap, Andi Irfan Jaya. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/12).

Bolos Kerja Pergi ke Singapura dan Malaysia

Jaksa Pinangki mengaku dirinya pernah membolos kerja selama beberapa hari untuk pergi ke Singapura dan Kuala Lumpur, Malaysia, pada November 2019. Ia tak melapor kepada atasannya atas kepergiannya itu. Termasuk bahwa dalam pertemuan itu ia bertemu Djoko Tjandra.
"(Tanggal) 11-15 November 2019 itu saya bolos, nanti kalau saya ngomong dengan atasan (soal pertemuan dengan Djoko Tjandra) malah jadi masalah, jadi saya tidak lapor," kata Pinangki dilansir Antara.
ADVERTISEMENT
Pinangki pertama bertemu dengan Djoko Tjandra pada 12 November 2020 di kantor Djoko Tjandra di The Exchange 106, Kuala Lumpur. Dalam pertemuan itu, Jaksa Pinangki ditemani seseorang bernama Rahmat.
"Kenapa memilih bolos tidak izin saja?" tanya anggota majelis hakim Sunarso.
"Saya ke Singapura 11-15 November 2019 itu karena saya sudah kehabisan jatah cuti, sedangkan kalau jaksa pergi keluar negeri harus ada ada 'clearance' dan 'clearance' harus berdasarkan cuti," ucap Pinangki menambahkan.
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra mengenakan masker sebelum menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/11). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Menurut Pinangki, ia berada di Singapura pada 11-15 November 2019 untuk mengantar ayahnya berobat di National University of Singapore. Namun di sela-sela menemani ayahnya itu, Jaksa Pinangki menyempatkan diri berangkat ke Kuala Lumpur untuk bertemu dengan Djoko Tjandra pada 12 November 2019.
ADVERTISEMENT
"Jadi kenapa bolos?" tanya hakim Sunarso.
"Karena tidak enak, harus cuti dan izin," jawab Pinangki.
Setelah bertemu dengan Djoko Tjandra pada 12 November 2019, Pinangki kembali bertemu Djoko Tjandra pada 19 November 2019. Pada pertemuan kedua ini Jaksa Pinangki ditemani advokat Anita Kolopaking dan Rahmat.
Pada 25-26 November 2019, Jaksa Pinangki dan Anita Kolopaking kembali bertemu Djoko Tjandra di The Exchange 106, Kuala Lumpur. Saat itu, Andi Irfan turut diajak.
"Saya ajak Andi Irfan karena saat itu teman saya Bu Endah tidak bisa dan yang waktu itu sering berkomunikasi dengan saya itu Andi Irfan," ujar Pinangki.
"Kenapa tidak ajak suami?" tanya hakim Sunarso.
"Saya saat itu hubungannya kurang baik dengan suami," jawab Pinangki.
ADVERTISEMENT
"Tapi apa memang Djoko Tjandra menghendaki orang lain selain Rahmat dan Anita Kolopaking?" tanya ketua majelis hakim Ignasius Eko Purwanto.
"Tidak, kalau Anita, Rahmat dan Andi Irfan mau jujur sama diri sendiri mereka mungkin bisa menyampaikan kalau saya tidak mau ikut campur urusan duit, itu yang sebenarnya terjadi," jawab Pinangki.
"Lalu tujuan ajak Andi Irfan apa?" tanya hakim Eko.
Terdakwa kasus dugaan suap pengurusan fatwa MA, Andi Irfan bersiap memberikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa MA Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
"Karena enggak mungkin ketemu sendirian sama dia, jadi Andi Irfan menemani saja. Sedangkan teman saya yang awalnya saya minta temani tidak bisa," ungkap Pinangki.
"Tidak ada kenalkan Andi Irfan sebagai orang dari media?" tanya hakim Eko.
"Dia bukan orang media," jawab Pinangki.

Klaim Ingin Tangkap Djoko Tjandra

Djoko Tjandra masih berstatus buronan Kejaksaan Agung pada saat ditemui Jaksa Pinangki pada akhir 2019. Jaksa Pinangki pun menyiratkan bahwa ia mengetahui hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia berdalih bahwa pertemuan dengan Djoko Tjandra bagian dari upaya untuk bisa menangkap dan mengeksekusi buronan kasus Bank Bali itu. Namun, ia mengakui tak melapor pada atasannya soal pertemuan dengan Djoko Tjandra.
"Saya tertarik ingin ketemu dia (Djoko Tjandra, Red) karena kalau dia dieksekusi kan bagus untuk kita," kata Pinangki
"Tapi saya tidak lapor ke kantor, karena rencananya yang melaporkan itu Bu Anita," sambung dia.
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
"Tapi, katanya tertarik supaya Djoko Tjandra bisa dieksekusi," ujar Ketua Majelis Hakim Ignasius Eko Purwanto.
"Karena rencananya Djoko Tjandra ditahan lebih dahulu. Itu rencana yang saya buat dengan Bu Anita dan Andi Irfan, tapi urusan setelahnya itu urusan 'lawyer' dan itu sudah tegas dibicarakan saat makan malam di Hotel Mahakam," jawab Pinangki.
ADVERTISEMENT
"Jadi memang tidak melaporkan kejadian 12 November itu ya?" tanya hakim Eko.
"Iya," jawab Pinangki.
Saat bertemu pada 12 November 2019 tersebut, Djoko Tjandra memberikan kartu nama bertuliskan "Jo Chan".
"Tulisan kartu namanya Jochan, dia seperti ingin meyakinkan saya it's save untuk saya to be there. Dia memperlihatkan rilis 'queen of council' bahwa dia sudah dicabut red notice-nya. Jadi dia adalah 'legal entity' yang berbeda dengan yang di Indonesia karena tidak bisa diekstradisi sebab dia warga negara Papua Nugini," kata Pinangki.
Queen council lawyers adalah pengacara yang merupakan penasihat senior di Inggris dalam kasus pengadilan dalam kasus penting setiap sisi biasanya dipimpin oleh satu pihak.
Anita Dewi Kolopaking memberikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/11). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Pinangki berdalih bahwa pertemuan 12 November itu adalah untuk mengajukan nama Anita Kolopaking sebagai calon pengacara bagi Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
"Saya sampaikan kalau saya ada kenal 'lawyer' namanya Anita Kolopaking dan Anita juga di-refer sama Seno Adji, Pak Djoko bilang 'saya tahu Seno Adji', tapi Pak Djoko tidak langsung setuju dan masih open mind," ujar Pinangki lagi.
"Intinya Djoko Tjandra berniat pulang?" tanya hakim Eko.
"Dia netral, kita diskusi panjang dan dia terhadap Anita juga masih open mind antara ya dan tidak. Kemudian kami pulang setengah lima sore karena saya harus pulang ke Singapura dia sempat menawarkan naik private jet miliknya, tapi saya tidak mau," kata Pinangki.

Berkelit soal Inisial dalam Action Plan

ADVERTISEMENT
Salah satu yang dicecar oleh hakim pada Jaksa Pinangki ialah soal action plan yang disusun untuk membebaskan Djoko Tjandra. Action plan memuat 10 langkah yang akan dilakukan agar Djoko Tjandra bisa lepas dari jerat hukuman 2 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Dalam action plan yang disebut disusun Jaksa Pinangki itu termuat sejumlah inisial serta fee terkait langkah-langkah yang akan dilakukan. Termasuk inisial pejabat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. Namun, Pinangki berkelit tak mau menyebutkan identitas inisial itu.
"Ini ada inisial-inisial JC, IR, AK, BR, HA. Dari mana Saudara mencantumkan inisial dalam percakapan dengan Anita Kolopaking kalau tidak paham inisial itu? Saya ingatkan, sumpah harus dipegang teguh. Jangan seolah-olah sumpah tidak ada artinya. Maka saya ingatkan ke Saudara, jujurlah," kata Ketua Majelis Hakim Ignasius Eko Purwanto.
"AK itu Anita Kolopaking, DK itu lawyernya Pak Djoko tapi orangnya saya belum pernah ketemu, untuk IR itu Irvan," kata Pinangki.
"Karena jawaban Saudara tidak logis, membenarkan nama nomor handphone, percakapan dan ada inisial-inisial yang diketik Saudara sendiri dan Anita tapi tidak mengaku tahu action plan itu. Saya hanya mengingatkan, terus terang saya paling tidak suka dibohongin, sudah banyak kebohongan yang saya temui di persidangan ini," kata hakim Eko.
ADVERTISEMENT
"JC itu Joko Chandra tapi memang action plan itu saya tidak perhatikan detail dan saya tidak paham karena yang buat bukan saya. Peran saya adalah untuk meyakinkan Djoko Tjandra supaya tetap pakai Anita Kolopaking sebagai lawyer," kata Pinangki.
"Jadi angka-angka di action plan tidak paham?" kata hakim Eko.
"Tidak," kata Pinangki.
Jaksa Agung, ST Burhanuddin di Gedung Bundar Kejagung, Rabu (22/1). Foto: Abyan Faisal Putratama/kumparan
Action plan tersebut terdiri dari 10 tahap pelaksanaan dan mencantumkan sejumlah inisial, termasuk BR yang merujuk ke Jaksa Agung ST Burhanuddin dan HA selaku Ketua MA periode Maret 2012-April 2020 Hatta Ali.
Atas action plan itu, Jaksa Pinangki disebut meminta ongkos USD 100 juta atau sekitar Rp 146 miliar. Dalam dakwaan, disebutkan Djoko Tjandra hanya bersedia mengeluarkan biaya USD 10 juta atau sekitar Rp 14,6 miliar. Namun, "action plan" itu pada akhirnya tidak terlaksana.
ADVERTISEMENT

Ditegur Hakim

Jaksa Pinangki beberapa kali ditegur hakim dalam persidangan. Salah satunya karena berbelit saat ditanya soal action plan.
Selain itu, Jaksa Pinangki ditegur karena dinilai memberikan keterangan berbeda-beda dan kerap menyela pertanyaan hakim.
"Saudara dalam memberikan keterangan tertawa-tawa. Ini terkait wibawa pengadilan, belum ditanya Saudara juga selalu menyela," kata anggota majelis hakim Agus Salim.
"Mohon maaf, Yang Mulia. Terima kasih mengingatkan," kata Pinangki.
Majelis hakim memimpin sidang kasus suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/10). Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
"Berkali-kali terjadi. Jangan Saudara menyela kalau tidak ditanya, kalau memang ada yang tidak tepat tunjukkan yang tidak tepat. Keterangan Saudara terus berbeda-beda dalam persidangan, tolong kita semua kerja untuk negara, tolong hargai pekerjaan ini," kata hakim Agus Salim.
"Maaf majelis, terima kasih sudah mengingatkan," jawab Pinangki.
ADVERTISEMENT
Salah satu keterangan yang berubah ialah bahwa Jaksa Pinangki tahu Djoko Tjandra ialah buronan. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), ia mengaku tidak mengetahuinya.
Belakangan, ia mengaku sebenarnya mengetahui. Keterangan dalam BAP diakuinya diberikan karena tidak berkonsentrasi.
"Saya ke Kuala Lumpur sebenarnya saya sudah tahu Djoko Tjandra terpidana, Yang Mulia. Saya sudah tahu sejak Oktober 2019," kata Pinangki.
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari meninggalkan ruangan usai sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/10). Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
Dalam persidangan Jaksa Pinangki pun sempat menangis. Ia mengingat penangkapannya oleh petugas kejaksaan di depan anaknya yang masih kecil. Hal itu menurut Pinangki membuatnya tidak bisa fokus saat diperiksa yang dituangkan dalam BAP.
"Saya ditangkap, ditahan di hadapan Bima yang masih berusia 4 tahun," kata Pinangki.
"Tidak apa-apa, teruskan menangis saja, sampai kami bisa dengar dengan jelas keterangan Saudara," kata hakim Agus Salim.
ADVERTISEMENT
"Saya ditahan untuk logika hukum yang menurut saya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Saya ditahan dan harus berpisah dengan anak saya. Jadi saya tanda tangan saja BAP saya. Saya menolak diperiksa Bareskrim. Hidup saya hancur saat itu," kata Pinangki.
"Saudara ditekan penyidik?" tanya hakim Agus Salim.
"Lebih tepatnya saya menangis terus. Yang saat itu saya pikir bagaimana cepat selesai pemeriksaan," kata Pinangki.
"Tapi kan Saudara doktor hukum dan dosen, dan juga lancar memberikan nasihat-nasihat hukum untuk Djoko Tjandra. Kenapa malah tidak memberikan keterangan yang benar?" tanya hakim.
"Tidak ada artinya kalau pisah sama anak, doktor hukum atau jaksa atau dosen, tapi saya ibu yang tidak pernah pisah sama anak," jawab Pinangki setengah berteriak.
ADVERTISEMENT
"Tapi saudara kan pergi bertemu Djoko Tjandra pada 12 November 2019 itu alasannya apa? Capek-capek ke Kuala Lumpur, keuntungan Saudara apa? Saya kasih kesempatan Saudara menjawab sesuai apa yang Saudara lakukan, apa yang Saudara lihat?" tanya hakim Agus Salim.
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari saat mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
"Pertama Pak Djoko mau serahkan diri, karena menurut Rahmat di sana sudah tidak mendukung, jadi mau kembali ke Indonesia dan saya ingin mengenalkan Anita ke Pak Djoko," jawab Jaksa Pinangki.
"Yang masuk akal ya, kita ini bukan gampang dibohongi dan bukti juga ada. Apalagi Saudara orang mengerti hukum, kalau memberikan keterangan tidak benar, mengingkari sumpah, ada konsekuensi hukumnya kan mestinya tidak perlu diingatkan itu ya. Saudara dianggap sudah tahu risiko hukum atau tanggung jawab hukum apa yang Saudara harus tanggung," kata hakim Agus Salim.
ADVERTISEMENT
Adapun Jaksa Pinangki, selain sebagai saksi, ia pun berstatus terdakwa dalam perkara yang sama. Namun ia disidang terpisah dengan Andi Irfan dan Djoko Tjandra. Saat ini, tahap persidangannya masih pemeriksaan saksi.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten