Ketika Perang di Ukraina Berdampak Buruk bagi Ramadhan di Senegal

13 April 2022 9:00 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Muslim Layene Senegal berdoa saat merayakan Idul Adha 1442 H di Masjid Layene, Dakar, Senegal. Foto: Zohra Bensemra/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Muslim Layene Senegal berdoa saat merayakan Idul Adha 1442 H di Masjid Layene, Dakar, Senegal. Foto: Zohra Bensemra/REUTERS
ADVERTISEMENT
Astou Mandiang harus puas dengan semur ikan tomat yang dimasaknya untuk berbuka puasa dengan keluarganya. Walau tidak ada daging kali ini, ia bersyukur masih menyimpan bawang, yang dapat digunakannya untuk banyak hidangan.
ADVERTISEMENT
Di ibu kota Senegal, Dakar, pada sebuah dapur lembab tanpa listrik, Mandiang mengaduk-aduk makanannya yang berada di dalam sebuah mangkuk perak besar. Walaupun telah berjualan bubur di pinggir jalan seharian, uangnya belum cukup untuk membeli daging.
Harga pangan di Afrika Barat telah melonjak antara 20-30 persen selama lima tahun terakhir. Hal ini diakibatkan kekeringan, serta konflik yang menyebabkan jutaan orang untuk keluar dari lahan pertanian dan menghentikan produksi makanan, demikian dilansir Reuters.
Hal ini pun turut diperparah oleh penutupan perbatasan selama pandemi, yang akhirnya mengganggu rantai pasokan pangan.
Di Senegal, umat-umat Islam seperti Mandiang terpaksa merayakan bulan suci Ramadhan di bawah tekanan inflasi. Perang di Ukraina juga telah menambah lebih banyak tekanan pada rumah tangga Muslim, yang harus menyimpan persediaan makanan dan minuman lebih untuk melayani keluarga yang berkunjung, tetangga, dan mereka yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Ukraina dan Rusia merupakan negara penghasil komditi pangan dunia, salah satunya gandum. Perang yang belum berujung di dua negara pecahan Uni Soviet ini pun membuat pasokan ekspor beberapa bahan pangan ikut terganggu.
Sejumlah jenis cabai dan bawang. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
"Di pasar ada kekurangan makanan," ujar Mandiang seraya memasak.
"Harga melonjak dan kami pulang ke rumah tanpa tahu harus memasak apa," sambung dia.
Ikan, menu Mandiang malam itu, merupakan salah satu sumber protein paling terjangkau di Senegal. Hanya itulah yang dapat dibeli oleh Mandiang untuk keluarganya.
Harga minyak goreng meningkat 50 persen. Harga beras naik 10 persen. Sebagian besar makanan tradisional yang dikonsumsi di Senegal, termasuk beras pokok, diimpor.
"Kami bergantung pada logistik eksternal," kata Perwakilan Regional Action Against Hunger, Mamadou Diop kepada Reuters.
ADVERTISEMENT
Sanksi ekonomi yang dilakukan terhadap Mali akibat kudeta militer, misalnya, lantas meningkatkan harga daging sapi di Senegal, sebab ternak Mali tak bisa lagi dijual melintasi perbatasan.
Badan amal yang mendistribusikan makanan selama Ramadhan berjuang untuk mendanai sumbangan mereka seperti biasa. Astou Ndour, misalnya, seorang pekerja amal, mengatakan bahwa organisasinya hanya mampu mendukung 80 keluarga tahun ini. Padahal, tahun lalu, mereka membantu 90 keluarga.
"Ketika penjaga toko memberi kami kembalian, kami pikir mereka salah berhitung," kata Mandiang. "Lalu mereka memberi tahu bahwa harga telah naik. Tidak ada yang bisa kami lakukan."