Ketua MPR: Kecil Kemungkinan Ada Penumpang Gelap Amandemen UUD

17 September 2021 15:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua MPR Bambang Soesatyo. Foto: Dok. MPR
zoom-in-whitePerbesar
Ketua MPR Bambang Soesatyo. Foto: Dok. MPR
ADVERTISEMENT
Amandemen UUD 1945 untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) menuai penolakan luas. Namun Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan keberadaan PPHN sangatlah mendasar dan mendesak.
ADVERTISEMENT
PPHN diperlukan sebagai bintang panduan arah dan strategi pembangunan nasional. Bamsoet menegaskan, tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan atas rencana amandemen terbatas untuk menghadirkan kembali PPHN.
"Kecil kemungkinan ada penumpang gelap untuk mengubah pasal 7 terkait periodesasi karena mekanismenya diatur ketat di dalam pasal 37 UUD NRI 1945. Apalagi semua partai politik saat ini telah siap-siap running di 2024," ucap Bamsoet, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/9).
Ketua DPR RI ke-20 itu memaparkan, pasca perubahan UUD 1945, fungsi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) digantikan dengan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005–2025.
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Selanjutnya, penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) disusun berlandaskan visi dan misi calon presiden dan wakil presiden terpilih.
ADVERTISEMENT
"Dalam implementasinya, berbagai peraturan perundang-undangan tersebut mempunyai kecenderungan yang bersifat eksekutif sentris dan menyisakan beragam potensi persoalan," tuturnya.
Antara lain implementasi RPJPN secara tidak konsisten dalam setiap periode pemerintahan  serta ketidakselarasan antara sistem perencanaan pembangunan nasional dan sistem perencanaan pembangunan daerah.
"Akibatnya, berpotensi menghasilkan program pembangunan yang tidak saling mendukung, bahkan mungkin saling menegasikan satu sama lain," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menuturkan, dengan adanya ketidakpastian kesinambungan kebijakan dan program pembangunan nasional, pada akhirnya mendorong lahirnya wacana publik yang membawa arus balik kesadaran untuk menghidupkan kembali haluan negara 'model GBHN' atau hadirnya PPHN.
"Gagasan untuk mereformulasikan sistem perencanaan pembangunan nasional telah direkomendasikan oleh MPR periode 2009-2014. Rekomendasi tersebut ditindaklanjuti oleh MPR periode 2014-2019 dengan memunculkan gagasan melakukan perubahan terbatas terhadap UUD NRI 1945 guna mengembalikan wewenang MPR  menetapkan pedoman pembangunan nasional atau PPHN," urai Bamsoet.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, perubahan terbatas UUD NRI 1945 hanya akan dilakukan pada dua pasal, yaitu pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN, serta pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh Presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN.
"Secara substansi, PPHN hanya akan memuat kebijakan strategis yang akan menjadi rujukan atau arahan bagi penyusunan haluan pembangunan oleh pemerintah. PPHN harus dapat menggambarkan wajah Indonesia untuk 25 tahun, 50 tahun, atau bahkan 100 tahun yang akan datang, mampu menjawab kebutuhan Indonesia di era milenial serta mampu memberikan arahan untuk menjawab berbagai tantangan dan dinamika pembangunan, baik yang bersifat domestik maupun global," pungkas Bamsoet.
ADVERTISEMENT