Ketua Panja: RUU TPKS Fokus Kekerasan Seksual, Bukan Seksualitas

26 November 2021 17:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya.
 Foto: DPR RI
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya. Foto: DPR RI
ADVERTISEMENT
DPR masih terus membahas RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang dulu dikenal dengan RUU Penghapusan Kekerasan seksual (RUU PKS). Ketua Panja RUU TPKS, Willy Aditya, mengakui bahwa pengesahan RUU ini tak mulus karena kerap terbentur perbedaan pendapat fraksi-fraksi.
ADVERTISEMENT
Salah satu isu yang muncul dalam pembahasan adalah frasa persetujuan melakukan hubungan seksual atau sexual consent yang dianggap dapat melegalkan zina. Tetapi, Willy menegaskan bahwa RUU TPKS fokus pada korban kekerasan seksual, bukan pada aktivitas seksual itu sendiri.
“Banyak korban enggak speak up, masih dianggap tabu. Jadi korban kekerasan seksual sudah jatuh tertimpa tangga, jatuh ditimpuk batu, disorakin, dan lain-lain. [Misalnya] datang ke polisi [dibilang]:‘Lu, sih, pakai rok kependekan’. Itu enggak satu dua kali,” kata Willy dalam diskusi ‘Stop Kekerasan Seksual di Sekitar Kita!’ di gedung DPR, Senayan, Jumat (26/11).
“Nah, jadi kita harus mampu pisahkan. Kalau ada perdebatan di ruang Panja, kita harus mengkotakkan sesuai ruang dan ranah. Selalu dikaitkan dengan kebebasan, penyimpangan seksual. [Tidak], kita cuma mau fokus sama kekerasan, seksualitas kita tidak atur,” imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Willy mengatakan, seksualitas itu sendiri itu adalah ekspresi yang paling optima dari res privata. Dengan maksud seksualitas adalah ranah privat, bukan publik. Sehingga ia menegaskan fraksi-fraksi selalu diingatkan soal hal ini dalam membahas RUU TPKS.
“Jadi memisahkan res publica dan res privata, yang kita mau atur itu res publicanya, ruang publiknya. Kebetulan objeknya adalah seksualitas. Jadi benturan sosiologisnya lebih besar, karena kita berhadapan dengan bukan hanya narasi agama, tetapi narasi patriarki dan feodalisme,” papar dia.
Meski begitu, Willy mengungkapkan berdasarkan rapat Panja terakhir pada 17 November 2021, poin-poin krusial dalam RUU TPKS sudah disepakati. Ada 6 poin yang disetujui yakni judul ‘Tindak Pidana Kekerasan Seksual’, sistematika, perlindungan korban pada bab khusus, memasukkan kekerasan gender online, menghapus frasa ‘sexual consent’, dan menetapkan mekanisme rapat terbatas untuk melindungi korban.
ADVERTISEMENT
“Jadi tinggal political will aja agar ini disahkan sebagai inisiatif DPR. Sejauh ini belum dapat suara mayoritas, baru tiga pengusul ditambah satu fraksi, masih ada lima fraksi yang belum firm. Kalu pleno sebelum firm bisa saja. Tapi kalau gagal, patahlah RUU ini. Kalau patah enggak bisa diusulkan lagi, kecuali Pak Jokowi usul ini jadi UU inisiatif pemerintah,” lanjut dia.
“Ya, sesuatu yang menyangkut hajat hidup banyak memang enggak gampang. Ya, ini dia, DPR bukan satu kesatuan politik tapi ruang pertarungan politik. Target saya sebagai Ketua Panja tentu mengesahkan RUU secepatnya. Kita berharap sebelum 15 Desember bisa diplenokan bahkan diparipurnakan sebagai hak inisiatif DPR,” tandas Willy.