Kisah Gilang Mahasiswa UIN Yogyakarta: Berjuang di Tengah Keterbatasan

30 Januari 2021 18:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
(Yogya) Kisah Gilang Mahasiswa UIN Yogya yang Terus Berjuang di Tengah Keterbatasan. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
(Yogya) Kisah Gilang Mahasiswa UIN Yogya yang Terus Berjuang di Tengah Keterbatasan. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Hidup adalah perpaduan antara perjuangan dan rasa syukur. Hal tersebut tampak dalam diri Gilang Rizki Hendrayana (23), mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Di tengah keterbatasannya, Gilang tetap berjuang tanpa menghilangkan rasa syukur atas hidup yang diberikan Tuhan.
ADVERTISEMENT
Sabtu (30/1) sore, kumparan berkesempatan bertemu mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Islam itu di Jalan Lakda Adisucipto Yogyakarta. Sebuah boks plastik tampak digendong Gilang bertuliskan "JUAL JAJANAN & ECERAN ROKOK". Sehari-harinya pria asal Brebes, Jawa Tengah ini memang mencari nafkah dengan berjualan cemilan keliling.
"Sehari-hari berjualan dagangan di daerah sekitar sini sampai Gejayan. Sejalannya saja. Ini cemilan dari usus terus pisang. Ada bakso goreng, makaroni," kata bungsu dari enam bersaudara ini.
Gilang yang tuna netra sejak kecil ini sudah ke Yogyakarta sejak 2004 untuk bersekolah. Mulai dari SLB hingga sekarang dia berkuliah di universitas negeri. Dengan ramah dia pun menceritakan beberapa penggal kisah hidupnya.
"Mulai 2004 dari SLB, sekarang kuliah di UIN jurusan Konseling semester 8 sekarang. Sambil kuliah sambil jualan ini," ujarnya.
(Yogya) Kisah Gilang Mahasiswa UIN Yogya yang Terus Berjuang di Tengah Keterbatasan. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Berjualan cemilan ini sudah dijalani Gilang sejak 2017 lalu. Aktivitas bisnis ini dia tekuni sembari menyelesaikan studinya. Meski dirinya mendapat beasiswa, hasil dari berjualan tetap dia butuhkan untuk biaya lain seperti indekos serta mengasah jiwa wirausahanya.
ADVERTISEMENT
"Berangkat dari kos enggak mesti, kadang sore, kadang jam 4. Saya kos di Sapen, belakang UIN. Enggak ada kesulitan," katanya.
Jajanan ini juga dia kulak sendiri. Setelah itu dia membungkus dengan dibantu temannya.
Selama 4 tahun berdagang, Gilang mengaku tidak pernah ada hambatan. Hanya saja pemberlakukan pengetatan kegiatan masyarakat membuatnya harus sudah pulang jam 19.00 WIB.
"Karena ada pembatasan, warung-warung jam 19.00 tutup. Jadinya saya pulang, karena kadang mangkal di warung juga," katanya.
"Ini bungkusin sendiri. Kulakannya bal-balan (banyak). Omzet nggak ngitung yang penting ada. Ini dikemas ulang dibantu oleh temen juga," ujarnya.
Merambah Online
Gilang mengaku bahwa aktivitas yang dia jalani ini didukung oleh orang tuanya di Brebes. Untuk melebarkan sayap bisnisnya ini, dia juga mulai merambah online. Salah satunya dengan membuat akun @gacor.in di Instagram.
ADVERTISEMENT
"Sekarang lagi musimnya bisnis, pokoknya online shop salah satu jualan keliling ini diarahkan ke online @gacor.in online baru merintis karena kepontal-pontal. Nyicil dari lama," katanya.
Sudah merambah online bukan berarti Gilang berhenti berkeliling. Dia berprinsip bahwa usaha yang besar pasti dimulai dari bawah. Dia pun menikmati proses yang dia jalani saat ini.
"Saya lihat orang yang punya usaha besar dulu keliling juga," katanya.
Kini, Gilang juga tengah berusaha agar kuliahnya segera selesai. Nantinya setelah wisuda, Gilang mengaku tetap akan berjualan sembari terus menggali inovasi-inovasi yang ada.
"Bagi waktu kapan ngetik (tugas) kapan akan berangkat (keliling)," katanya.
"Rencana lain jualan pasti terus. Merintis, siapa tahu entah itu online bisa naik hasilnya, bagaimana rencana lain pasti ada. Kalau namanya usaha saya kira nggak berhenti karena nanti orang inovasi semakin banyak," pungkasnya.
ADVERTISEMENT