Kisah Kepala Desa di Cianjur Jadi Sopir Ambulans: Saya Kehabisan Air Mata

24 November 2022 13:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ega Muhammad Fajar, Kades di Cianjur yang mendadak jadi sopir ambulans. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ega Muhammad Fajar, Kades di Cianjur yang mendadak jadi sopir ambulans. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Ega Muhamad Fajar, baru saja tiba dan memarkirkan sebuah mobil ambulans yang dikemudikannya di Posko Ambulans. Setelah turun dari mobil, pria berusia 27 tahun itu lalu menenggak segelas air putih dan duduk sambil meluruskan kaki di dekat mobilnya. Meskipun tubuhnya tampak sudah lelah, sorot matanya masih tampak bersemangat.
ADVERTISEMENT
"Gantian, gantian," kata Edi Sutanto yang menjabat selaku Kepala Instalasi Pelayanan Ambulans RSUD Sayang Cianjur pada Kamis (24/11).
Ega kemudian masuk ke dalam posko. Sementara itu, sopir ambulans lain yang menggantikannya sudah pergi untuk menangani korban gempa lainnya. Ega mengaku sudah sejak hari pertama penanganan gempa berada di Posko Ambulans dan hilir mudik mengantarkan para korban.
Ega pun mengungkap, dirinya adalah seorang Kepala Desa di Desa Pasawahan, Kecamatan Takokak, Cianjur. Dia memutuskan jadi relawan sopir ambulans karena hati nuraninya terketuk untuk turut serta memberikan tenaga menangani korban terdampak.
"Saya kebetulan mungkin Kepala Desa Pasawahan, Kecamatan Takokak," ungkap dia.
Usai gempa terjadi, Ega tak serta merta langsung datang ke lokasi bencana. Dia terlebih dahulu mengecek kondisi warga di desanya. Setelah dipastikan tak ada korban, dia lalu memutuskan berangkat ke RSUD Sayang Cianjur dan bergabung dengan sopir ambulans lainnya.
ADVERTISEMENT
"Saya tunggu sampai jam 4 atau jam 5 sore (ada warga terdampak atau tidak) Alhamdulillah tidak ada laporan. Ini bentuk hati nurani saya, pada saat itu sopir ambulans lagi sakit, saya tidak ambil banyak pikiran lagi, saya langsung berangkat ke lokasi titik bencana," ucap dia.
Proses evakuasi jenazah korban longsor ke ambulans di Desa Gintung, Kecamatan Cugenang, Cianjur. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Selama 24 jam, Ega hilir mudik menjemput sekaligus mengantarkan korban gempa bergantian dengan sopir ambulans lainnya. Sudah tak terhitung, jumlah korban luka hingga jenazah yang diantarkannya ke rumah sakit ataupun ke pemakaman. Tak ada uang sepeser pun yang diterimanya selama jadi sopir ambulans.
Dengan mata berkaca-kaca, Ega pun bercerita mengenai pengalaman yang paling menyedihkan selama jadi sopir ambulans yaitu ketika mengantarkan tiga jenazah yang terdiri dari dua anak dan ayahnya. Dia mengemudikan mobil ambulans sambil meneteskan air mata.
ADVERTISEMENT
"Momen paling sedih adalah ketika mengantarkan jenazah anak kecil di mana pada saat itu ada satu keluarga yang kehilangan dua anaknya dan suaminya. Saya kehabisan air mata dan tidak bisa berkata-kata lagi," kata dia.
Sejumlah tenaga medis merawat korban yang terluka saat gempa bumi berkekuatan magnitudo 5,6 di RSUD Sayang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (21/11/2022). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
Sementara itu, Edi Sutanto menyebut Ega merupakan salah satu relawan sopir ambulans yang telah bertahan sejak hari pertama penanganan gempa. Selain Ega, ada dua kepala desa lainnya dari Sukabumi yang turut serta menjadi sopir ambulans.
Adapun data terkini, terdapat sekitar 50 mobil ambulans yang beroperasi di RSUD Sayang Cianjur. Jumlah tersebut sudah termasuk bantuan ambulans dari wilayah lain seperti Kota Bandung, Sukabumi, Tangerang, Bogor, hingga Banten.
"Kita gerakkan semua ada yang ke lapangan mengevakuasi dan ada yang stand by di sini (posko) dan ada yang sebagian untuk mengantar layanan ke rujukan rumah sakit yang sudah ditentukan terutama RS Hasan Sadikin dan RS Sekarwangi di Sukabumi," kata dia.
Infografik 12 Kecamatan di Cianjur Terdampak Gempa. Foto: kumparan