KONTEN SPESIAL COVER 1 PETUGAS KPPS MENINGGAL

Kisah Mereka yang Kehilangan Nyawa di Pemilu 2019

2 Mei 2019 10:41 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konten Spesial: Petugas KPPS Meninggal. Foto: FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Konten Spesial: Petugas KPPS Meninggal. Foto: FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
“Tolong tuker saya, tolong tuker saya sebentar, saya keliyengan,” tiba-tiba Rudi Mulia Prabowo mengeluh, sembari memegangi kotak suara. Tubuh Ketua Kelompok Panitia Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) 009 di Kecamatan Pisangan Baru, Jakarta Timur, itu mendadak limbung. Padahal, Rudi tengah memimpin penghitungan suara calon presiden dan wakil presiden.
ADVERTISEMENT
Putri semata wayangnya, Inez, yang Rabu (17/4) sore itu juga berada di Tempat Pemungutan Suara (TPS) mendadak panik. Ia melihat wajah Rudi pucat dan matanya sayu. Inez beranjak mendekati ayahnya yang kepayahan.
Rudi (kedua dari kanan) anggota KPPS Matraman, Jakarta Timur yang meninggal. Foto: Dok. Inez
Setelah meminta ayahnya beristirahat, Inez bergegas ke sebuah warung membeli susu. “Aku kasih minum papa, di situ papa sudah keringet dingin,” kenang Inez kepada kumparan, Sabtu (27/4). Setelah meneguk sekaleng susu, Rudi kembali mengambil pelantang suara dan memimpin penghitungan suara.
Lima hari setelah pemungutan suara usai, Kamis (22/4), kondisi Rudi tak kunjung membaik. Pria 57 tahun itu masih mengeluhkan pusing. Seingat keluarga, Rudi sempat tidur pukul 12.30. Setengah jam kemudian, dia terbangun lalu dua kali muntah. Tak lama berselang, Rudi tak sadarkan diri.
ADVERTISEMENT
Dalam kondisi panik, Sukaesih istrinya membawa Rudi ke rumah sakit. Belum sempat mendapat pertolongan, dokter di Unit Gawat Darurat menyatakan Rudi telah meninggal dalam perjalanan. Tak ada diagnosis pasti penyebab kematiannya.
Namun, dokter menduga Rudi mengalami serangan jantung. Di rumah sakit, tubuhnya terbujur kaku dengan dada membiru. Rudi menambah panjang daftar anggota KPPS yang meninggal usai Pemilu 2019.
“Bapak menjadi korban (meninggal dunia) ke 91 waktu itu,” ujar Sukaesih dengan mata berkaca-kaca. Anggota KPPS yang meninggal dunia, berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum per Rabu (1/5) malam, mencapai 380 orang.
Infografis Korban Nyawa di Pemilu Raya Foto: Putri Arifira
Menurut penuturan istrinya, Sukaesih, kesibukan Rudi sudah dimulai tiga hari sebelum pencoblosan. Sebagai Ketua KPPS, dia harus menyiapkan logistik di TPS. Rudi bahu membahu bersama anggota KPPS lain mencari bambu untuk membuat tenda seadanya. Sejak itu, ayahnya selalu pulang larut.
ADVERTISEMENT
Malam hari sebelum pencoblosan, dia juga harus memimpin rapat persiapan pemungutan suara hingga pukul 02.00 dini hari. Setiba di rumah, Rudi berpesan agar dibangunkan pukul 05.00 pagi pada istrinya. Dia ingin melakukan persiapan akhir sebelum TPS dibuka pukul 07.00. “Tidur kurang, makan memang kurang dia,” kenang Sukaesih.
Sukaesih, Istri Rudi M. Prabowo. Foto: Farida Yulistiana/kumparan
Penunjukan pensiunan petugas keamanan itu sebenarnya serba mendadak. Rudi menggantikan ketua RT di lingkungan rumahnya hanya sepekan menjelang pencoblosan. “Karena ketua RT-nya perempuan dan takut memikul tanggung jawab yang begitu berat, jadi yang diberi tanggung jawab akhirnya Pak Rudi,” kata sang istri, Sukaesih.
Kebetulan, Rudi pernah menjadi anggota KPPS saat Pilkada DKI Jakarta 2017. Itu sebabnya dia dianggap berpengalaman dibanding anggota KPPS lain yang masih jauh lebih muda. Istri dan anaknya sebenarnya sudah melarang.
ADVERTISEMENT
Mereka mengingatkan beban Pemilu 2019 yang lebih berat dari sebelumnya. Tetapi Rudi bersikeras ingin terlibat, agar bisa terlibat langsung dalam pemilu. “Papa aku paling excited kalau sama urusan negara, urusan politik, gitu-gitu papa aku paling demen ngobrolin itu,” ungkap putrinya, Inez. Saat menjadi Ketua KPPS totalitas Rudi tak perlu diragukan.
Inez, Putri Rudi M. Prabowo. Foto: Farida Yulistiana/kumparan
Saking seriusnya menjaga suara pemilih, Rudi memantau proses pemungutan suara melalui video call saat ia harus ke toilet. Penghitungan suara di TPS 009 baru rampung dini hari. Pukul 05.00, Rudi bergegas membawa kotak suara ke Kantor Kecamatan Pisangan Baru. Beberapa anggota KPPS lain menawarkan bantuan untuk mengantar.
Rudi menolak. “Oh enggak, ini tanggung jawab saya,” katanya waktu itu. Padahal tubuhnya sudah lelah. Alhasil, dia sempat ketiduran di kantor kecamatan. Rudi baru kembali ke rumah sekitar pukul 10.00. Baru istirahat sebentar, rumahnya kedatangan tamu salah seorang saksi.
ADVERTISEMENT
Saksi itu meminta tanda tangannya di salinan C1. “Karena saksinya perempuan, pulang duluan jadi tidak sempat minta tanda tangan bapak,” kenang sang istri. Tak cuma fisik, mental Rudi pun diuji saat menjadi Ketua KPPS di Pemilu 2019.
Saat penghitungan suara pemilihan presiden, banyak warga antusias menonton. Seringkali mereka sahut menyahut berteriak menyebut nomor urut jagoannya. Hal itu membuat Rudi kesal. Dalam kondisi lelah, suatu ketika emosinya pecah. “Tolong hargai saya sebentar saja, saya bacain dulu, jangan pada main sahut-sahutan, saya jadi bingung,” katanya menegur warga.
Ada pula Tutung Suryadi, korban jiwa dari kalangan KPPS lain di Pemilu 2019. Pria 60 tahun itu mengembuskan napas terakhir di kantor kelurahan Tangki, Taman Sari, Jakarta Barat justru pada malam sebelum pencoblosan, Selasa (16/4).
Formulir C-6 milik Tutung Suryadi. Foto: Farida Yulistiana/kumparan
Tutung ialah ketua KPPS di TPS 025. Di malam nahas tersebut, Tutung hendak menyerahkan formulir C6 yang tidak terdistribusi. Tubuh tuanya harus menaiki anak tangga demi anak tangga menuju lantai 4 gedung kelurahan.
ADVERTISEMENT
Saat tiba di ruangan yang dituju, napas Tutung tersengal-sengal. Di sana sudah banyak Ketua KPPS dari TPS lain. Tutung sempat beristirahat sejenak sambil menunggu giliran melapor ke Kepala Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Tangki, Muhyiddin.
Saat dipanggil petugas, Tutung terlupa membawa beberapa potongan tanda terima C6 milik warga TPS-nya. Muhyiddin kemudian menyarankan agar daftar pemilih yang sudah pindah termasuk yang meninggal dicatat saja di selembar kertas.
Ketua KPPS Kelurahan Tangki, Muhyiddin. Foto: Soejono Saragih/kumparan
Saat sedang menulis di depan Muhyiddin, tiba-tiba tubuh Tutung jatuh menelungkup di atas meja. Suara napasnya terdengar seperti orang mendengkur. Orang-orang di ruangan terkejut, tak ada yang berani mengambil tindakan. “Kita juga tidak mengambil tindakan (karena) jujur takut sekali, tapi enggak berubah itu posisi setelah 2 menitan,” tutur Muhyiddin, kepada kumparan, Senin (29/4).
ADVERTISEMENT
Dia lalu berinisiatif memanggil polisi yang menjaga logistik pemilu di lantai bawah. Setelah diperiksa, Tutung rupanya sudah meninggal diduga karena serangan jantung. Menurut sang adik, Oton Priyono, Tutung hanya punya riwayat penyakit asma. Namun sudah lama tidak pernah kambuh.
Kondisi fisiknya pun terlihat bugar meski sibuk menjalani tugas sebagai ketua KPPS. Tetapi, tiga hari sebelum meninggal Tutung sudah sibuk menyiapkan keperluan TPS 025. “Kita beli bambu berdua, beli lampu, beli kabel-kabel. Masang kaki-kaki, terpal, itu dikerjain semua sama Pak Tutung,” kenang Yuda, keponakannya yang membantu menyiapkan TPS. Tutung bahkan merogoh kocek sendiri untuk mempersiapkan TPS.
Sebelum meninggal, kata dia, Tutung dibantu beberapa panitia baru saja merampungkan pembuatan tenda TPS pada pukul lima sore. Yuda masih ingat celetukan bangga sang paman melihat bangunan TPS. “Nih TPS gue nih, paling bagus di RW sini,” kata Tutung.
ADVERTISEMENT
Bakda maghrib, Tutung berpamitan ke orang rumah untuk pergi ke kelurahan. Yuda sempat menawarkan untuk mengantarnya. Pria beranak tiga itu menolak dan memilih berjalan kaki. Sepanjang perjalanan, Tutung yang menjabat Ketua RT setempat menyapa satu per satu warga yang ditemuinya.
Kematian tiba-tiba Tutung dan Rudi membuat keluarga terpukul. Keduanya merupakan bagian dari orang-orang yang tidak banyak dikenal, tapi punya jasa dalam perhelatan demokrasi.
Aksi untuk menghormati 225 penyelenggara Pemilu 2019 yang gugur, di Bundaran HI, jakarta, (28/4). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Sementara itu, sejak kabar kematian Rudi tersebar, keluarga kebanjiran wawancara dengan media. Sukaesih istrinya ikhlas meladeni pewarta yang datang ke rumahnya. Meski beban berat sepeninggal suami tak bisa dienyahkan, ia bangga pada dedikasi Rudi di Pemilu 2019.
Tetapi, perkembangan wacana seputar proses pemilu mengganjal perasaannya. Hati Sukaesih sakit mendengar ucapan sejumlah politisi yang menuding pemilu kali ini dipenuhi kecurangan. Keluhan itu juga sempat dilontarkan Rudi padanya sebelum wafat. “Terakhir dia pernah bilang. ‘Saya sudah kerja maksimal, masih dibilang curang’,” kenang Sukaesih dengan nada sendu.
ADVERTISEMENT
Simak ulasan selengkapnya di Konten Spesial kumparan dalam topik Korban Nyawa Pemilu Serentak
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten