Kisah Penyandang Disabilitas Peraih Medali Emas

27 Desember 2019 10:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Hamdani, Disabilitas Peraih Medali Emas
 Foto: dok. Dompet Dhuafa
zoom-in-whitePerbesar
com-Hamdani, Disabilitas Peraih Medali Emas Foto: dok. Dompet Dhuafa
ADVERTISEMENT
Agustus 2006 meninggalkan kenangan pahit bagi Hamdani (36). Bagaimana tidak, kala itu Hamdani harus menerima kenyataan pahit: kaki kanannya diamputasi akibat peristiwa naas yang menimpanya.
ADVERTISEMENT
Saat ditanya mengenai detail peristiwa, Hamdani hanya bisa bercerita sedikit. Dia tak ingin mengingatnya kembali.
Saat itu Hamdani bekerja seperti biasa, menaikan pasir ke truk. Naas, kakinya terjepit pintu truk tersebut. Akibat luka yang terlalu parah, tim medis terpaksa mengamputasi kaki kanan Hamdani.
Sejak peristiwa itu, pria yang kerap disapa Dani ini tidak bisa berbuat banyak. Selain kehilangan kaki kanannya, Dani juga kehilangan semangat hidupnya.
“Saya syok sekali saat itu. Apa yang bisa saya lakukan dengan kondisi seperti ini?” cerita Dani.
Meski begitu, Dani berusaha bangkit kembali. Meski merasa tubuhnya sudah tidak sempurna lagi, tapi ia tetap merasa sempurna karena masih punya keluarga yang menyayanginya. Dani pun memutuskan untuk merantau keluar dari wilayah Aceh. Ia bertekad untuk bisa mengubah nasibnya menjadi lebih baik di tempat barunya, di Medan.
ADVERTISEMENT
“Saya yakin, dengan kondisi seperti ini, saya harus bisa bangkit. Saya tidak bisa terus-menerus seperti ini. Pasti ada takdir Allah yang lain, kenapa harus kaki saya dihilangkan,” kata Dani.
Di Medan, Dani ikut kegiatan pelatihan reparasi TV yang diadakan oleh pemerintah setempat. Selesai mengikuti pelatihan, Dani merasa menemukan kembali jati dirinya dan optimis bahwa nasibnya bisa berubah.
Niat untuk mengubah nasibnya pun disambut baik oleh Tuhan. Ya, Dani diberikan kesempatan untuk dipekerjakan di Bali bersama teman-temannya sesama penyandang disabilitas. Ia bekerja di Bali selama kurang lebih lima tahun. Waktu itu cukup membuat Dani merasa tidak merasa sendirian dengan kekurangan yang dimilikinya.
“Banyak teman-teman yang nasibnya sama seperti saya. Tapi mereka lebih giat untuk bekerja dan berkarya. Di situ saya merasa tidak sendirian dan termotivasi lagi lebih kuat,” tambah Dani.
ADVERTISEMENT
Selesai menjalani lima tahun perantauan di Pulau Dewata, Dani melanjutkan perjalanan hidupnya di Bekasi. Di sana ia tergabung dalam Komunitas Kelompok Usaha Bersama Penyandang Disabilitas (Kubependa).
Selain Bali, Bekasi juga menjadi destinasi tak terlupakan bagi Dani sebab di kota tersebut Dani menemukan hobi baru selain sepak bola, yakni panahan.
“Sedih sih, dulu saya main bola terus. Sekarang kalau lihat bola, seakan-akan kaki ini bergerak sendiri. Ya walau cuma sekedar lihat bola saja,” terang pria kelahiran 36 tahun silam tersebut.
Rupanya, Dani punya bakat di bidang olahraga panahan. Kemampuan Dani pun terendus. Pada 2008, ia diajak dibina dan dilatih untuk persiapan Pekan Paralimpiade Daerah (Peparda) Jawa Barat 2018 yang digelar di Cibinong, Kabupaten Bogor. Saat itu, Dani mewakili Bekasi dan sukses meraih gelar juara.
ADVERTISEMENT
“Tak pernah terbayang sih sebelumnya, tak kenal saya itu panahan, baru di sini. Tapi saya disuruh latihan dan ternyata bisa dan Alhamdulillah dapat prestasi,” tambah Dani dengan bangga.
Dengan prestasi tersebut, Dani berkesempatan untuk mengikuti ajang Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2020 nanti. Dani tidak menduga akan mengalami momen menyenangkan ini dalam hidupnya, sebab ia merasa tidak ada yang bisa dibanggakan lagi dengan kondisinya tubuhnya yang tidak sempurna.
Namun berkat kegigihan dan tekad yang kuat, akhirnya ketidaksempurnaan fisiknya mengantarkan Dani menjadi seorang atlet nasional. Meski sudah tidak bekerja sebagai kuli pasir, Dani mendapatkan penghidupan dari prestasinya.
Namun Dani tidak merasa puas begitu saja. Uang dari medali emasnya pun dibelikan busur panah bekas karena ia serius ingin menggeluti olahraga panahan.
ADVERTISEMENT
“Saya kabarkan keluarga di Aceh, mereka sangat senang. Tabungan saya belikan busur panah bekas. Karena memang itu adalah kebutuhan saya sendiri,” katanya.
Selain aktif berlatih panahan, hasrat Dani menemukan hal baru tetap membara. Dari komunitas Kubependa juga, Dani dipertemukan dengan Dompet Dhuafa.
Awal tahun ini, Dani masuk dalam program pelatihan Institut Kemandirian. Program ini merupakan salah satu lembaga pelatihan skill wirausaha yang didirikan oleh Dompet Dhuafa untuk mengurangi kemiskinan.
com-Hamdani saat mengikuti pelatihan di Institut Kemandirian yang didirikan Dompet Dhuafa. Foto: dok. Dompet Dhuafa
Tiga bulan, terhitung dari Februari hingga April 2019, Dani sudah dilatih untuk mandiri dengan skill yang ia pelajari di Institut Kemandirian yang didirikan Dompet Dhuafa. Menariknya, Dani lebih memilih bidang reparasi handphone untuk dipelajari — bidang yang sama sekali belum pernah ia kenal. Tapi bagi Dani, tidak ada batasan untuk belajar. Ia yakin suatu saat ingin membuka usaha counter handphone-nya sendiri.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak batasi diri saya, selama masih bisa belajar, kenapa tidak. Tak pernah berpikir sebelumnya saya bisa reparasi TV atau menjadi atlet panahan, mungkin sekarang saya bisa reparasi handphone,” jelas Dani.
Lebih lanjut Dani bercerita bahwa dirinya tak mungkin terus bergelut di bidang panahan. Apalagi olahraga ini menuntut fisik kuat, sementara usianya terus bertambah dan di masa depan fisiknya pasti tidak akan sekuat ini. Karenanya, Dani bercita-cita bisa membuka kios counter handphone sendiri.
“Fisik ini ada batasnya, suatu saat saya ingin punya counter sendiri, ingin ajak teman-teman sesama disabilitas juga,” tambahnya.
Dani percaya bahwa keterbatasan bukan halangan untuk berkembang. Hal ini yang ia ingin tularkan kepada setiap orang yang punya nasib yang sama seperti dirinya.
ADVERTISEMENT
“Disabilitas bukanlah kondisi yang membuat orang berhenti untuk bermimpi, namun titik awal untuk menggapainya. Saya berpesan kepada kawan-kawan di luar sana yang bernasib sama seperti saya: Jangan jadikan kondisi kita yang seperti ini membuat berhenti bermimpi, potensi kita masih terlalu banyak untuk disia-siakan,” kata Dani
“Saya juga merasa sangat bersyukur dengan adanya Institut Kemandirian yang didirikan oleh Dompet Dhuafa, menambah semangat saya untuk terus berjuang dalam hidup ini. Harapan saya, semoga Dompet Dhuafa selalu menebarkan manfaat yang lebih bagi siapapun yang membutuhkan, khususnya bagi kami teman disabilitas, agar kami memiliki keahlian dan mampu mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari,” tutup Dani.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Dompet Dhuafa.
ADVERTISEMENT