Kisah Suster Yoseftine Dkk Selama 23 Tahun Mengabdi di Kenya

14 Juni 2021 20:10 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Duta Besar Indonesia untuk Kenya dengan Suster asal Indonesia di Nairobi, Kenya.  Foto: Dok. KBRI Nairobi
zoom-in-whitePerbesar
Duta Besar Indonesia untuk Kenya dengan Suster asal Indonesia di Nairobi, Kenya. Foto: Dok. KBRI Nairobi
ADVERTISEMENT
Sebanyak 23 suster dan rohaniwan Katolik mengabdikan hidupnya untuk merawat masyarakat Kenya yang tidak mampu. Berpuluh tahun lamanya mereka menghadapi beragam penyakit, mulai dari pilek ringan hingga COVID-19 dan kanker.
ADVERTISEMENT
23 rohaniwan tersebut tersebar dalam 8 kongregasi (komunitas) di wilayah-wilayah yang berbeda.
Suster Yoseftine, seorang rohaniwan asal Solor, Nusa Tenggara Timur, adalah salah satunya. Suster Yoseftine bersama-sama dengan kongregasinya, Putri Reinha Rosari (PRR), sepakat membangun sebuah rumah sakit kecil di pinggir Ibu Kota Nairobi.
Tak hanya membangun rumah sakit dan menyediakan fasilitas kesehatan, beberapa rohaniwan lainnya turut serta menyediakan pelayanan keagamaan, mendirikan sekolah dan pusat rehabilitasi anak jalanan.

Perjuangan Para Suster, Merawat Tanpa Pamrih

Dikutip dari rilis KBRI Nairobi, para suster dan rohaniwan mulai menjejakkan kakinya di Kenya pada tahun 1998. Misi mereka saat itu adalah merawat penderita HIV/AIDS di wilayah pelosok di Kenya Barat.
Selama pengabdiannya, hampir seluruh pasien yang datang tak mampu membayar biaya perawatan.
ADVERTISEMENT
“Banyak orang yang datang berobat ke sini tapi tidak bisa membayar, tapi tetap kami usahakan untuk layani,” ujar rohaniwan yang telah mengabdi di Kenya Barat selama 20 tahun ini.
Bahkan, menurut salah satu suster lainnya, Suster Yulia Oyen, para pasien hanya bisa membayar dengan menggunakan bahan pangan, seperti jagung, atau bahan bakar, seperti arang.

Kesulitan yang Dihadapi

Suster Yoseftine mengungkapkan bahwa masalah terbesar yang dihadapi para rohaniwan di sana adalah masalah keuangan.
Tak bisa dipungkiri, menjalankan rumah sakit tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mereka telah mencoba membebankan biaya serendah mungkin kepada pasien, tetapi nyatanya, masih banyak dari mereka yang tidak mampu membayar.
Donasi dari negara-negara maju pun mulai berkurang, menurut Suster Yoseftine. Padahal, pada periode 1990-an dan awal tahun 2000, masih banyak negara-negara maju yang memberikan sumbangan dengan jumlah yang mencukupi.
ADVERTISEMENT

Dukungan Pemerintah Indonesia untuk Para Rohaniwan

Duta Besar RI untuk Kenya, M. Hery Saripudin, menyampaikan apresiasi tertinggi atas pengabdian tanpa pamrih oleh para pemuka agama Katolik ini.
Di tengah pandemi COVID-19 yang melanda Kenya dan juga dunia, KBRI Nairobi turut serta memberikan bantuan alat penunjang kesehatan kepada para suster, seperti masker, hand sanitizer, sarung tangan, serta vitamin.
“Salah satu prioritas Pemerintah Pusat dan KBRI Nairobi adalah perlindungan warga negara Indonesia,” pungkas Hery.