Kisah TKW Adelina Lisao dari NTT yang Tewas di Tangan Majikan di Malaysia

25 Juni 2022 13:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Serah terima jenazah Adelina Foto: Dok. Kemlu
zoom-in-whitePerbesar
Serah terima jenazah Adelina Foto: Dok. Kemlu
ADVERTISEMENT
Kematian Tenaga Kerja Wanita (TKW), Adelina Lisao, kembali muncul dalam sorotan publik. Perempuan asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu ditemukan dalam keadaan mengenaskan usai mengalami kekerasan oleh majikannya di Malaysia pada 2018.
ADVERTISEMENT
Namun, Malaysia resmi membebaskan tersangka pembunuhan itu empat tahun kemudian.
Adelina Lisao merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Mengantongi visa pelancong dari sponsor perorangan, dia pertama kali berangkat ke Malaysia pada 2013.
Perempuan kelahiran 1998 tersebut masih berusia 15 tahun saat itu, tetapi dia memalsukan umurnya menjadi 21 tahun. Adelina juga mengaku berasal dari Medan, Sumatera Utara.
Majikan Adelina kemudian mengubah visa kunjungan singkatnya menjadi izin kerja selama setahun sebagai Asisten Rumah Tangga (ART).
Mendapati izinnya yang habis, Adelina pulang ke tanah air. Tiga bulan kemudian, dia kembali menginjakkan kaki ke Malaysia dengan visa turis.
Sidang majikan Adelina Lisao. Foto: Antara/Agus Setiawan
Adelina mulai bekerja untuk Ambika MA Shan dan anaknya, Jayavartiny Rajamanickam di Bukit Mertajam, Penang.
ADVERTISEMENT
Dia bekerja secara ilegal sebagai ART. Sebab, mereka tidak mengurus izin kerja, asuransi, maupun kontrak kerja Adelina.
Pengabaian majikannya tak berhenti di situ. Adelina seringkali dimarahi hingga larut malam. Bahkan, dia menanggung siksaan selama lebih dari sebulan.
Pada Februari 2018, Kepolisan Seberang Perai Tengah menerima laporan atas penyiksaan terhadap Adelina. Pengaduan itu berasal dari Warga Negara Malaysia, Por Cheng Han.
Asisten jurnalis itu melihat Adelina terduduk lemas dengan tubuh penuh luka. Para tetangga juga kerap mendengarnya mengerang kesakitan.
Petugas polisi lantas menyelamatkan Adelina. Dia ditemukan dalam kondisi trauma berat dengan cedera parah di kepala. Akibat kurang gizi, Adelina tampak sangat lemas hingga tidak dapat berbicara sekalipun.
Kondisinya menunjukkan infeksi pada tangan dan kaki yang penuh luka bakar, sedangkan wajahnya mengalami bengkak.
Por Cheng Han, warga yang selamatkan Adelina Foto: Dok.Istimewa
Otoritas menduga, Adelina dipaksa tidur meringkuk di tikar bambu di beranda rumah bersama anjing peliharaan Rottweiler. Majikannya tidak ingin cairan dari luka-luka tersebut mengotori rumah mereka.
ADVERTISEMENT
Petugas melarikan Adelina ke ICU di Rumah Sakit Bukit Mertajam pada pukul 20.00 waktu setempat. Namun, pertolongan itu datang terlambat. Adelina dinyatakan tewas keesokan harinya.
Pakar forensik kemudian mempublikasikan laporannya. Hasil autopsi menemukan, penyebab kematiannya adalah kegagalan multiorgan sekunder karena anemia. Adelina memiliki hemoglobin 3,6 (normal 12-15) dan malnutrisi 43 kg BMI 16 (normal 18).
Tubuhnya juga diselimuti bekas luka akibat air keras dan gigitan anjing yang tidak diobati. Temuan itu mengindikasikan penganiayaan dan pengabaian oleh majikan yang merenggut nyawa Adelina.
Para tetangga turut memberikan kesaksian serupa. Menurut mereka, majikannya memang dikenal galak. Sehingga, para pekerja tidak betah berada di rumahnya. Adelina sendiri merupakan ART yang paling lama bekerja untuk keluarga itu.
ADVERTISEMENT
Polisi lantas menangkap Ambika atas dugaan penganiayaan. Ambika ditahan dengan tuntutan pidana pembunuhan dengan ancaman hukuman mati.

Putusan Mahkamah Persekutuan Malaysia

Menteri Ketenagakerjaan RI, M Hanif Dhakiri (kanan) saat bertemu dengan Jaksa Agung Malaysia, Tommy Thomas, untuk mengupayakan penyelesaian kasus Adelina melalui persidangan banding yang diajukan Kejaksaan Agung Malaysia. Foto: Dok. Kemnaker
Sidang atas kasus itu pertama dimulai pada April 2018. Kasus tersebut lalu dipindahkan ke Mahkamah Tinggi Pulau Pinang. Pengadilan Tinggi Pulau Penang Malaysia kemudian membebaskan Ambika pada 18 April 2019.
Jaksa Penuntut Umum mengajukan permohonan Discharge Not Amounting To Acquittal (DNAA). Artinya terdakwa dibebaskan, tetapi dapat dituntut lagi di kemudian hari.
Kendati demikian, hakim menganggap bahwa jaksa tidak memberikan alasan valid atas permohonan tersebut.
Pihaknya juga mempertimbangkan kondisi fisik terdakwa yang merupakan wanita berusia 60 tahun. Pengadilan lantas memutuskan untuk membebaskan terdakwa dan menolak pengajuan DNAA.
"Malah berdasarkan catatan banding, tiada alasan diberikan pihak pendakwaan [di Pengadilan Tinggi]," terang Hakim Vernon Ong Lam Kiat, dikutip dari Bernama, Sabtu (25/6/2022).
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung Malaysia lalu mengajukan banding dengan dakwaan pembunuhan. Namun, upaya itu menemui akhirnya dalam jalur pidana berkat putusan Mahkamah Persekutuan Malaysia yang mengesahkan pembebasan Ambika pada Kamis (23/6/2022).
Meski begitu, Indonesia bersikeras mencari keadilan bagi korban. Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha, menegaskan komitmen tersebut.
"KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Penang telah menunjuk pengacara atau retainer lawyer untuk memantau proses persidangan. Hasil pengamatan terlihat bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak cermat dan tidak serius dalam menangani kasus ini," ungkap Judha.
"Pemerintah Indonesia akan tetap mengupayakan keadilan bagi mendiang Adelina Sau, melalui jalur hukum perdata," pungkasnya.