KLHK: Banjir di Kalsel Seolah-olah Hanya Satu Faktor Saja, Padahal Tidak

19 Januari 2021 18:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Banjir meliputi daerah di Sarigading di Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Jumat (15/1/2021). Foto: Fathurrahman/ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Banjir meliputi daerah di Sarigading di Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Jumat (15/1/2021). Foto: Fathurrahman/ANTARA
ADVERTISEMENT
Banjir Kalsel disebut karena tingginya curah hujan. Namun, sejumlah penggiat lingkungan menyebut tingginya curah hujan hanyalah faktor kesekian.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga ditegaskan oleh Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS (PEPDAS) KLHK, Saparis Soedarjanto. Ia masih menyayangkan banyak pihak yang menyimpulkan banjir di Kalsel terjadi karena satu penyebab saja.
"Bahwa sebetulnya kalau kita menyimpulkan banjir itu, karena tadi saya baca seakan-akan hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab banjir itu. Jadi penjelasan kita kayaknya masih belum diterima secara utuh, enggak apa-apa, tapi kita jelaskan lagi secara utuh," kata Saparis dalam keterangannya secara virtual, Selasa (19/1).
Potret udara kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Saparis menjelaskan, banjir bisa terjadi jika curah hujan tinggi dan lokasi pemukiman warga berada di wilayah yang datar. Tak hanya itu, ia menyebut kemampuan hutan sudah maksimum dalam menahan debit air.
"Kalau menurut data-data tadi, itu sebetulnya hutan kita masih relatif bagus. Bahkan ada upaya yang sangat progresif di Kalimantan Selatan terhadap upaya untuk penggunaan hutan dan lahan melalui RAR/RAL, sumber dari APBN/APBD," jelasnya.
Kawasan hutan yang dimanfaatkan petani Desa Tiwingan Lama, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (25/9/2018). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
"Bahkan tadi sempat baca bahwa sudah ada Perda Revolusi Hijau. Jadi sebetulnya upayanya sudah cukup lengkap dari perangkat kebijakan di pusat maupun di daerah," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Saparis menegaskan usaha pemerintah sudah sangat maksimal dalam menanggulangi bencana dan menjaga kelestarian hutan.
"Jadi mohon dipahami bahwa kita juga sudah cukup aktif dan intens di lokasi-lokasi dalam rangka mitigasi," pungkasnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menyatakan penurunan luas hutan alam di Kalsel mencapai 62,8% selama 30 tahun terakhir atau sejak 1990.
"Kalau kita perhatikan dari tahun 1990 sampai 2019 maka penurunan luas hutan alam itu sebesar 62,8%. Yang paling besar itu terjadi antara 1990 sampai 2000 sebesar 55,5%," ujar Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Karliansyah, dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (19/1).
Dari data yang ditunjukkan Karliansyah, tercatat luas hutan alam di Kalsel menyusut sekitar 463.481 hektare dalam kurun waktu 1990-2019. Berikut datanya:
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pembukaan kawasan non-hutan semakin meningkat sejak tahun 1990. Dari 1.025.542 hektare di 1990 menjadi 1.495.497 hektare pada 2019.
Pembukaan lahan untuk perkebunan selama 30 tahun terakhir tersebut mencapai 219,313 hektare. Adapun pembukaan lahan bagi pertambangan kurun 1990-2019 mencapai 29.918 hektare.
Sementara dari total wilayah Kalsel seluas 3.721.884,85 hektare, luas hutan sekitar 24,68% dari idealnya 30%. Adapun luas lahan perkebunan di Kalsel dibandingkan total wilayah mencapai 17,53% atau 652.564 hektare. Pertambangan mencapai 2,88% dari total luas wilayah atau sebesar 107.058 hektare.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana luas areal hutan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Barito yang berguna untuk menampung air?
Karliansyah menjelaskan DAS Barito mencakup 4 provinsi di Kalimantan yakni:
Karliansyah menyebut dari 1,8 juta luas DAS Barito di Kalsel, proporsi areal berhutan di sekitarnya hanya 18,2%.
"15% berupa hutan alam dan 3,2% lainnya merupakan hutan tanaman," ucapnya.
Sedangkan sisa areal DAS Barito yang tidak berhutan seluas 81,8% didominasi lahan pertanian kering campur semak 21,4%, sawah 17,8 %, dan perkebunan 13%.
ADVERTISEMENT
Meski data tersebut menunjukkan luas area hutan alam terus menurun, KLHK menilainya bukanlah penyebab utama banjir besar di Kalsel. Ia menyatakan penyebab utama banjir yakni cuaca ekstrem.
"Penyebab banjir secara umum sekali lagi ini terjadi di alur DAS Barito khusus wilayah Kalsel akibat dari cuaca yang ekstrem," kata Karliansyah.
Dia mengatakan, curah hujan tinggi yang mengguyur Kalsel membuat debit air tak lagi mampu ditampung sungai. Sehingga air meluap ke jalan dan pemukiman warga.