KLHK: Penyebab Banjir Kalsel Cuaca Ekstrem, Curah Hujan Tinggi

19 Januari 2021 19:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah relawan membantu pengendara sepeda motor agar tidak terbawa arus saat melintas di Jalan Ahmad Yani, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Jumat (15/1). Foto:  Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah relawan membantu pengendara sepeda motor agar tidak terbawa arus saat melintas di Jalan Ahmad Yani, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Jumat (15/1). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Banjir merendam sebagian wilayah Kalimantan Selatan sejak Senin (11/1). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan penyebab utama banjir akibat cuaca ekstrem yang terjadi.
ADVERTISEMENT
"Penyebab banjir secara umum sekali lagi ini terjadi di alur DAS Barito khusus wilayah Kalsel akibat dari cuaca yang ekstrem," ujar Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK, Karliansyah dalam diskusi virtual, Selasa (19/1).
Dia mengatakan, cuaca ekstrem yang dimaksud adalah curah hujan tinggi yang mengguyur Kalimantan Selatan membuat debit air tak lagi mampu ditampung oleh sungai. Akibatnya air limpas ke jalan dan pemukiman warga.
"Kami mencatat misalnya kalau kita bandingkan tahun 2020 itu bulan Januari, curah hujan normal itu 394 mm yang kita catat dari data BMKG tanggal 9 sampai 13 Januari 2021 itu 461 mm selama lima hari," jelasnya.
Selama lima hari itu, kata dia, ada kenaikan debit hujan hingga 9 kali lipat dibandingkan curah hujan normal.
ADVERTISEMENT
"Artinya 8-9 kali dari curah hujan yang normal dengan demikian volume air yang masuk ke sungai itu juga itu luar biasa. Jadi dari perhitungan itu ada sekitar 2,08 miliar meter kubik yang masuk dibandingkan kondisi normal itu hanya 238 juta meter kubik," terangnya.
Di Kabupaten Tanah Laut, kata dia, debit sungai saat terjadi banjir mencapai 645,56 meter kubik per detik. Sementara bisanya hanya 410,73 meter per kubik per detik.
Di Kabupaten Banjar juga sama, dari kapasitas 47,99 meter kubik per detik, saat ini ada 211,59 meter kubik per detik yang mengalir.
Kemudian di Hulu Sungai Tengah tercatat 333,79 meter kubik per detik. Padahal kapasitasnya hanya 93,42 meter kubik per detik.
ADVERTISEMENT
Di samping curah hujan yang tinggi, banjir juga terjadi akibat drainase yang tak mampu mengalirkan air. Sebab bentuk dataran di lokasi banjir yang cenderung cekung dan datar.
"Sistem drainase tidak mampu mengalirkan volume yang sangat besar tadi. Kenapa pertanyaannya? Jadi daerah banjir itu berada di titik pertemuan anak sungai yang cekung sehingga terjadilah akumulasi volume air yang sangat besar. Kemudian lokasi banjir itu umumnya berada di daerah yang datar. Dan bermuara di laut. Sehingga merupakan akumulasi air dengan tingkat drainase yang rendah," tutupnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menyatakan penurunan luas hutan alam di Kalsel mencapai 62,8% selama 30 tahun terakhir atau sejak 1990.
"Kalau kita perhatikan dari tahun 1990 sampai 2019 maka penurunan luas hutan alam itu sebesar 62,8%. Yang paling besar itu terjadi antara 1990 sampai 2000 sebesar 55,5%," ujar Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Karliansyah, dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (19/1).
ADVERTISEMENT
Dari data yang ditunjukkan Karliansyah, tercatat luas hutan alam di Kalsel menyusut sekitar 463.481 hektare dalam kurun waktu 1990-2019. Berikut datanya:
Di sisi lain, pembukaan kawasan non-hutan semakin meningkat sejak tahun 1990. Dari 1.025.542 hektare di 1990 menjadi 1.495.497 hektare pada 2019.
Pembukaan lahan untuk perkebunan selama 30 tahun terakhir tersebut mencapai 219,313 hektare. Adapun pembukaan lahan bagi pertambangan kurun 1990-2019 mencapai 29.918 hektare.
Sementara dari total wilayah Kalsel seluas 3.721.884,85 hektare, luas hutan sekitar 24,68% dari idealnya 30%. Adapun luas lahan perkebunan di Kalsel dibandingkan total wilayah mencapai 17,53% atau 652.564 hektare. Pertambangan mencapai 2,88% dari total luas wilayah atau sebesar 107.058 hektare.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana luas areal hutan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Barito yang berguna untuk menampung air?
Karliansyah menjelaskan DAS Barito mencakup 4 provinsi di Kalimantan yakni:
Karliansyah menyebut dari 1,8 juta luas DAS Barito di Kalsel, proporsi areal berhutan di sekitarnya hanya 18,2%.
"15% berupa hutan alam dan 3,2% lainnya merupakan hutan tanaman," ucapnya.
Sedangkan sisa areal DAS Barito yang tidak berhutan seluas 81,8% didominasi lahan pertanian kering campur semak 21,4%, sawah 17,8 %, dan perkebunan 13%.
ADVERTISEMENT
Meski data tersebut menunjukkan luas area hutan alam terus menurun, KLHK menilainya bukanlah penyebab utama banjir besar di Kalsel. Ia menyatakan penyebab utama banjir yakni cuaca ekstrem.
"Penyebab banjir secara umum sekali lagi ini terjadi di alur DAS Barito khusus wilayah Kalsel akibat dari cuaca yang ekstrem," kata Karliansyah.
Dia mengatakan, curah hujan tinggi yang mengguyur Kalsel membuat debit air tak lagi mampu ditampung sungai. Sehingga air meluap ke jalan dan pemukiman warga.