KLHK Sukses Uji Coba Alat Pengukur Tinggi Gelombang di Kepulauan Seribu

5 Mei 2020 17:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alat pengukur tinggi gelombang mudahkan penentuan lokasi RHL Wilayah Pesisir. Foto: Dok. KemenLHK
zoom-in-whitePerbesar
Alat pengukur tinggi gelombang mudahkan penentuan lokasi RHL Wilayah Pesisir. Foto: Dok. KemenLHK
ADVERTISEMENT
Pusat Keteknikan Kehutanan dan Lingkungan Hidup dari KemenLHK, bekerja sama dengan tim kelompok kerja dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB, untuk membuat Alat Pengukur Tinggi Gelombang (APTG).
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal KemenLHK Bambang Hendroyono mengatakan, APTG merupakan alat yang didesain untuk mendapatkan data dinamika tinggi muka air laut dan suhu permukaan air laut secara berkelanjutan.
Data tersebut penting untuk melakukan analisis terhadap perubahan iklim yang terjadi pada wilayah tertentu dengan merujuk studi literatur dan kebijakan yang ada.
“Hasil pengukuran dari APTG dapat digunakan untuk menghitung kerapatan mangrove dan dari hasil perhitungan tersebut dapat digunakan untuk mendukung dalam menentukan lokasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) pada hutan Mangrove,” kata Bambang dalam keterangan tertulisnya (5/5).
Alat pengukur tinggi gelombang mudahkan penentuan lokasi RHL Wilayah Pesisir. Foto: Dok. LHK
Sementara Kepala Pustek KemenLHK, Gatot Soebiantoro menuturkan, uji coba APTG sudah dilakukan sejak November 2019 di Kepulauan Seribu.
Uji coba bertujuan untuk mengukur gelombang pesisir yang datang dari arah laut dan juga gelombang pesisir yang telah melewati hutan Mangrove.
ADVERTISEMENT
"Pada kegiatan uji coba, dua unit APTG dipasang di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27-30 November 2019. APTG 1 dipasang di luar hutan Mangrove untuk mengukur gelombang pesisir yang datang dari laut," kata Gatot.
"Sedangkan APTG 2 dipasang setelah hutan Mangrove untuk mengukur gelombang pesisir yang telah melewati hutan mangrove," tambahnya.
Proses uji coba APTG dilakukan selama satu minggu. Selama uji coba, APTG yang terpasang dapat berfungsi dengan baik. Hal itu dibuktikan hasil pengukuran APTG dapat digunakan untuk menghitung kerapatan Mangrove.
Kemudian perhitungan tersebut dapat digunakan untuk menentukan lokasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan pada hutan mangrove.
"APTG ini akan menjadi bagian penting dalam mendukung pengelolaan kawasan daerah pesisir dan pantai UPT yang bersangkutan, terutama untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan kegiatan rehabilitasi wilayah pesisir pantai," jelas Gatot.
Cara kerja alat pengukur tinggi gelombang. Foto: Dok. LHK
Gatot menambahkan, kini sudah waktunya untuk memanfaatkan teknologi dalam mengawal setiap kegiatan manusia. Mulai dari menanam, breeding satwa, pemulihan pesisir dan pulau kecil, hingga pengelolaan kawasan hutan lainnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, data dari APTG dapat dianalisa untuk dijadikan acuan untuk masyarakat pesisir seperti menentukan waktu yang aman untuk melaut, memprediksi kondisi gelombang yang baik untuk menanam, memprediksi kondisi ombak yang sesuai untuk penyu naik ke darat dan bertelur, serta manfaat lainnya dalam pengelolaan kawasan pesisir.
Pustek KLH dalam waktu dekat juga akan mengadakan kegiatan replikasi pemasangan APTG di lokasi lain. Rencananya akan dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL), Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), dan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) yang memiliki kawasan laut.
-----
ADVERTISEMENT
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.