Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Kokok Herdianto Dirgantoro. Namanya memang tak setenar politikus PSI lain seperti Grace Natalie atau Tsamara Amany. Namun, kisahnya selama berjuang menjadi caleg tak kalah menarik.
Muncul sebagai caleg PSI di daerah pemilihan Banten III, Kokok mengawali langkahnya bertarung ke Senayan tanpa modal melimpah. Meski menjabat sebagai CEO Opal Communication, namun ia mengaku uangnya tak cukup untuk membuat banyak baliho dan menggaji tim profesional.
Alih-alih membayar tim pro, ia bekerja keras bersama para relawannya. Sedihnya, ada salah seorang relawannya yang meninggal satu hari sebelum hari pencoblosan karena kanker.
Selama delapan bulan kampanye, Kokok terjun ke 150 titik untuk bertemu warga. Ia tak pernah ditolak di satu titik pun. Bahkan dengan beredarnya rumor bahwa PSI antiislam, Kokok diterima di wilayah yang memiliki kultur keislaman amat kuat.
Di semua daerah itu, Kokok membawa ragam gagasan yang menjadi perhatiannya: cuti melahirkan enam bulan penuh seperti yang ia terapkan di kantornya sendiri, hingga perang melawan riba yang mengakar di Kota Tangerang, salah satu area di dapilnya.
Di sela masa kampanye, Kokok mendapat tawaran menggiurkan untuk lolos ke parlemen. Syaratnya, ia harus membayar miliaran rupiah. Tawaran itu langsung ia tolak.
Kini, meski data hitung cepat menunjukkan PSI gagal lolos ambang parlemen, Kokok legawa. Sedari awal ia sudah menduga bakal gagal melenggang ke parlemen.
Bagaimana cerita lengkap Kokok saat berjuang menuju parlemen? Berikut wawancara lengkap kumparan dengan pria yang memiliki 40 ribu followers di Twitter tersebut di My Kopi O, Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, Senin (22/4).
Apa yang terjadi setelah mengetahui hasil quick count untuk PSI?
Jadi saya dipanggil habis nyoblos sekitar jam 7.00 WIB. Jam 9.00 WIB saya sampai di DPP karena dipanggil. Jam 10.00 WIB udah keluar data Exit Poll. Di sana kita 2 persen dan kita sudah ngitung. Kita enggak mungkin lolos. Secara keilmuan, kita semua kan sekolah tinggi ya, jadi kita ngerti sampling. Ya udah deh kita tunggu quick count ya jam 15.00 WIB kan. Jam 17.00 WIB kita konpers.’
Jadi dari jam 10 kita udah ngedraf kalau kita enggak lolos. Kalau lolos ya kita juga udah siapin. Tapi kita udah nyiapin skenario terburuk.
Kami menerima kekalahan. Memang kita mau menolak ilmu, menolak metodologi? Kan aneh. Kami percaya sekali dengan metodologi dan ilmu.
PSI terlihat kencang di kalangan terdidik, tapi lemah di daerah. Kenapa bisa begitu?
Ideologi PSI itu semua berdasarkan research. Misalnya isu poligami itu kan berdasarkan research beberapa NGO. Kita enggak akan ngelepas suatu isu tanpa research dan terbukti yang melawan kami soal poligami itu bapak bapak. Kalau ibu ibu, kita masuk ke persekutuan doa, dalam pengajian yasinan ibu ibu semuanya dukung kami. Tolak poligami top.
Bukannya kampanye tolak poligami itu jadi bumerang buat PSI?
Apa yang ada di permukaan belum tentu sama yang ada di dalam. Misalnya, hukum syariah diterapkan di Aceh, tapi kenapa PSI nomor dua di sana? Apakah masyarakat menolak hukum syariah? Enggak. Itu jadi barometer luar biasa buat kami. Kaget. Enggak ngaruh jadinya.
Dan coba dipikir, kalau kita condong ke kanan partai Islam, banyak. Kalau kita ke partai nasionalis juga sudah banyak. Jadi kita harus berani ambil ceruk yang unik, itu sebuah perjudian luar biasa. Sulit banget untuk mendapat kesempatan itu. Tapi 3 juta lho yang mau denger.
Next-nya gini, saya ingin temen temen PSI yang sudah jadi selebriti jangan berhenti di sini. Kita bergerak ekstra-parlementer bergerak di luar wilayah. Misal saya, di Banten 3. Saya buka buat daerah mana saja di medsos yang ingin menjadi kader. Saya rekomendasi ke DPC, DPD sama DPW. Akhir bulan ini saya mau roadshow. Saya mulai kumpulin orang di Twitter 10 sampai 15 orang, kita nongkrong di angkringan, bayarnya bantingan. Karena banyak yang enggak terima PSI kalah, itu mau saya kumpulin.
Satu hari sebelum pencoblosan, Anda mengunggah twit soal relawan meninggal yang kemudian jadi viral. Bagaimana cerita lengkapnya?
Itu temannya kakak saya di sebuah grup WhatsApp. Kakak saya kampanyein saya, dia bikin narasi kan. Dan si ibu itu perbaiki narasinya, namanya Mba Aning. Dia bilang begini nulisnya biar menarik, di-broadcastlah sama kakak saya. Terus Mba Aning bilang aku dukung adikmu nih. Enggak lama dia divonis kanker, seumur saya kelahiran ‘76 . Dia meninggal, meninggal sebelum pencoblosan. Tapi aku enggak tahu persisnya kapan karena sibuk kampanye.
Anaknya dan keluarganya milih saya dan saya ini mau ketemu anaknya. Harusnya Sabtu kemarin tapi kayaknya mundur Minggu depan. Saya sedih, sedihnya saya sudah dapat dukungan tapi gimana tidak linear seperti yang kita inginkan.
Perjuangan apa yang paling Anda ingat selama kampanye?
Saya itu 150 pertemuan dan enggak pernah diusir. Mau itu katanya basis pendukung Prabowo, mau katanya enggak suka sama PSI, enggak pernah diusir saya. Dan bisa berbincang itu bisa sampai jam 12 malam sampai jam 2 pagi dan mereka menerima saya. Karena menurut mereka selama ini caleg DPR enggak pernah dateng, enggak pernah ketemu warga, saya ketemu.Mereka nunggu saya, mereka mau ketemu saya tanpa saya keluar uang.
Saya kan enggak boleh money politic. Jadi gini, dari awal saya nyaleg saya sudah ngomong ke mana mana, kans saya jadi itu satu persen. 99 Persen hampir pasti saya enggak jadi. Satu persen itu saya manfaatkan untuk ambil cara cara berbeda.
Dan saya enggak peduli dipilih atau tidak, yang penting masyarakat tahu ada loh caleg yang enggak mau money politic dan memilih habis-habisan ketemu warga. Aku cuma mau itu.
Hasil keliling-keliling itu?
Hasilnya mengenaskan, hahaha. Tapi enggak papa, kan harus dicoba. Kita enggak pernah tahu kalau enggak dicoba kan. Terus sebenarnya saya sudah diingatkan banyak orang, tapi pada dasarnya saya emang bandel.
Pertama, banyak yang ingetin saya, DPR kalau PSI enggak dapat 4 persen kamu enggak lolos, selesai, mending kamu DPRD Kota Tangsel. Kalau PSI enggak dapat 4 persen kamu masih bisa lolos. Saya enggak mau denger.
Kedua, Kok kamu itu harusnya fokus dapil. Kan 49 kecamatan nih, jangan 49 49nya kamu datengin. Mending kamu fokus 5 atau 6 kecamatan saja kamu udah cukup. Saya 90 persen dari 49 kecamatan itu saya datang. Saya akhirnya banyak buang waktu, harusnya saya ketemu satu kelompok warga 5 sampai 6 kali, akhirnya enggak bisa. Mungkin hanya dua kali karena persebarannya luas sekali.
Dan saya enggak punya tim. Tim saya itu separuh keluarga saya, separuh itu teman saya. Nah saya enggak keluar uang buat tim.
Sebagian ini niat, sebagian nasib karena enggak ada keuangan. Enggak mungkin bikin koordinator kelurahan, kecamatan, enggak mungkin. Kalau saya bikin kayak gitu, mereka akan minta per kepala gitu.
Ada yang nawarin, kalau saya mau dapat 15.000 suara, saya harus bayar berapa miliar. 10.000 suara saya harus nyiapin segini. Kalau itu saya turutin dan kalau saya jadi, apa yang saya lakukan?
Suap, dan mungkin korupsi nantinya?
Ya iyalah, untuk mengembalikan uang itu. Mau sampai kapan? Mau sampai kapan berhenti? Hari ini saya gagal, tapi enggak apa-apa.
Kenapa saya ngotot maju di DPR? karena 2024 dan 2029 itu milenial akan naik terus. Sekarang 40 sampai 45 persen, nanti 2024 itu 60 persen. 2029 bisa jadi 70 persen. Banner banner kampanye di pinggir jalan enggak akan digubris orang.
Sekarang tanya umur yang 18 sampai 30 tahun, siapa caleg pilihanmu? DPR, DPRD, berdasarkan spanduk? Enggak ada. Tanya ada. Coba kalau kamu sponsor ads itu pasti lebih kena. Coba nanti 2024, 2029, game-nya akan berubah.
Hitungannya belajar. Kalau saya enggak nyaleg nanti, bisa dibagi ke caleg lain. Saya kan enggak setop di PSI, saya lanjut.
Ada ruginya nyaleg? Dihitung ruang rugi, saya kan keluar dikit. Tapi sebanding dengan pengalamannya ya. Saya seneng. Buktinya saya enggak masuk ke RS Jiwa kan.
Anda sepertinya mengedepankan isu perempuan saat kampanye?
Iya saya bawa. Dan tidak mendapat tempat. Haha. Kalau saya ketemu warga perumahan, pekerja, cocok. Tapi kalau di perkampungan tidak. Saya akan menghadapi isu-isu mereka akan ngelihat saya.
Oh lu yang ngasih perempuan cuti enam bulan, oh lu yang perjuangkan hak anak, dan udah. Saya hanya dianggap sebagai orang baik. Kamu enggak signifikan buat hidup kita. Masyarakat lebih kejam, jadi saya harus menerapkan narasi yang lebih bawah.
Apa misalnya?
Banyak. Di seluruh Tangerang itu ada permasalahan bank keliling, bank keliling bunganya 40 sampai 50 persen per bulan, bukan per tahun. Berapa bunga KPR? 8-9 persen per tahun. Ini per bulan. Bunga segitu untuk pinjaman rendah, Rp 200.000, Rp 500.000. Kalau Rp 200.000 itu dia kena biaya administrasi Rp 20.000, jadi dia dapat Rp 180.000.
Jadi setiap hari dia harus bayar, Rp 10.000 selama 26 hari itu Rp 260.000 dikurang Rp 180.000, Rp 80.000. Nah itu di masyarakat, mereka enggak ngerti program pemerintah apa. Ya kita punya program KUR, program Mekar, tapi itu pinjaman untuk usaha mereka minjemnya multiguna, untuk bayar anak sekolah, suami sakit, pinjaman jangka pendek dan bukan buat usaha.
Dulu masa kecil saya itu ada desa, 10 ibu ibu ngumpul siapa yang punya tanggungan siapa dipikul bareng bareng. Saya enggak ngerti, ini diterapin di Bangladesh sukses. Saya ngomong ke mereka cara ngelawan riba seperti apa.
Kampanye Anda soal tak memaksa anak, itu lebih jelasnya bagaimana?
Negara membuat orang tua salah mendidik. Jadi standar yang diterapkan ke anak tuh berat. Terus kedua enggak adil. Misalnya di sebuah wilayah di dapil saya Mauk, Sukadiri. Itu kelapa mudanya one of the best di Indonesia. Es kelapanya itu enak sekali dan yang ngambil anak anak kecil, anak anak SMP. Dia hitung mana yang dagingnya lembut dan tebal, dia bisa metik kelapa. Anak itu pas ujian SMP harus menghapal rumus matematika, fisika, dan hapalan Biologi melawan anak saya. Anak saya mau buku apa saja saya beliin. Dia les dia bisa konsul kalau enggak ngerti. Diadu sama anak saya di ilmu pengetahuan. Kalau anak saya yang manjat kelapa anak saya yang selesai.
Kalau soal cuti hamil yang juga Anda singgung di kampanye?
Pas saya kerja istri saya hamil anak pertama, disuruh kerja sama kantornya, kita mulai nyicil rumah. Istriku bilang enggak kuat aku, anak ini bisa keguguran kalau gini terus. Yaudah dia resign. Setelah itu saya bersumpah suatu hari saya punya perusahaan saya mau cutinya enam bulan. Dan jadi alhamdulillah.
Setelah itu ketemu banyak orang, dan itu dari 2013 itu.
Anda kan pernah menolong pemuda korban persekusi di Cikupa, lalu menawarinya pekerjaan. Apakah itu Anda angkat di kampanye kemarin?
Enggak. Isu ini menarik tapi saya enggak mau buka aib orang. PSI juga membuatkan brosur soal itu, itu enggak saya bagi di seluruh wilayah anak itu tinggal. Ada 2.500 brosur enggak saya bagi. Buat apa? Korban itu berhak untuk dilupakan. Ya memang kita harus biarin masyarakat lupa. Kalau kita ingetin lagi, publik keinget lagi, kasian kan.
Dengan semua idealisme yang Anda miliki, akan kembali bertarung di 2024?
Saya pernah dengan seseorang. Kok, kalau kamu stick sama program futuristik, kamu enggak akan menang, kamu enggak akan dapat suara. Saya jawab saya mencari ridha Allah. Dan kenyataan itu yang saya temui.
Relawan tentu kecewa Anda gagal?
Semua relawan kecewa, pasti. Mungkin yang bahagia itu anak, istri, ibu saya dan anak anak kantor. Karena saya akan kembali ke kantor.
Bentuk kekecewaan macam macam, kebanyakan WhatsApp, mereka pengin saya datang jelasin ke warga kalau saya enggak kepilih. Jadi di pelosok seperti di daerah Tronjo, saya dapat suara banyak. Di Balaraja ada suara saya. Bisa jadi suara perseorangan saya paling tinggi. Kan aneh. Mereka kecewa, saya bilang jangan kecewa, ini ikhtiar kita.
Soal tawaran dari partai-partai lain?
Kalau saya no comment. Kalau kayak Tsamara, Grace Natalie itu wajar. Mereka vote gather yang sangat baik untuk 2024.
Setelah ini, Anda mau apa?
Saya mau lakuin tiga hal, pertama. saya balik ke kantor mulai hari ini. Kedua, kehidupan sosial saya, saya akan tetap ngurus perempuan, anak dan antiperundungan. Di manapun berada tetap seperti itu. Saya juga akan menulis lagi. Terus ini, ratifikasi ILO. Tentang kesehatan maternity. Cuti melahirkan harus 14 minggu. Jadi 3,5 bulan, lebih rendah dari target saya 4 bulan. Ini semua daerah di ASEAN berbondong bondong bikin. Bahkan di VIetnam udah jadi undang-undang, cuti 6 bulan. Saya akan tetap berjuang ini.
Urusan cuti melahirkan itu bukan kasihan. Urusan itu harus jadi UU karena demi masa depan Indonesia. TIngkat partisipasi angkatan kerja perempuan itu sudah di atas 51 persen, dibanding dunia 48 persen. Indonesia lebih llberal dari rata rata dunia. Laki laki tingkat partisipasinya 82 sampai 84 persen, kalau kita tumbuh secara ekonomi, tidak cukup laki laki masuk pasar kerja semua, perempuan harus masuk.
Tapi ada 6 hal yang dimiliki perempuan tidak dimiliki pria. Haid, hamil, melahirkan, menyusui, nifas, keguguran. Kalau mereka dipaksa masuk pasar kerja dan tidak diberikan ini diskriminasi namanya. Karena kodrat perempuan berbeda, harus egaliter. Kalau hak ini tidak diberikan itu penindasan bagi perempuan.