Komisi II DPR Akan Panggil Mendagri terkait Penunjukan Pj Kepala Daerah

24 Mei 2022 16:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berbicara usai lantik 5 PJ Gubernur di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berbicara usai lantik 5 PJ Gubernur di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penunjukan Penjabat gubernur dan bupati/wali kota oleh Mendagri Tito Karnavian menuai kritik publik. Yang teranyar, adalah penetapan Kepala BIN Sulawesi Tengah Brigjen TNI Andi Chandra As'aduddin menjadi Pj Bupati Seram Barat, Maluku.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, mengatakan pihaknya akan segera memanggil Mendagri Tito Karnavian terkait penunjukan Pj gubernur dan bupati/wali kota. Komisi II, kata dia, meminta Tito mengevaluasi keputusannya terkait penunjukan Penjabat.
“Kita akan memanggil. Itu sudah ada dalam rapat internal Komisi II terhadap 5 gubernur yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dengan berbagai variabel jabatan yang diisi oleh Pj ini. Kepada Pak Mendagri kita akan minta klarifikasi, penjelasan, terhadap kebijakan yang telah ditetapkan dan diambil oleh beliau,” kata Guspardi Gaus, Selasa (24/5).
Guspardi menegaskan, jika Penjabat yang dilantik masih berstatus anggota TNI dan Polri aktif, maka Komisi II DPR akan meminta pengunduran diri atau penarikan jabatan. Langkah ini penting agar tak menimbulkan persepsi negatif di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Kalau memang terbukti orang yang ditunjuk itu berstatus TNI/Polri tentu dia harus mengundurkan diri dari jabatannya atau dia ditarik lagi atau dibatalkan penunjukan dia sebagai PJ bupati atau wali kota yang bersangkutan," jelas Guspardi.
Anggota DPR Fraksi PAN ini juga menilai keputusan Mendagri bukan hanya tidak sesuai dengan aturan MK, tapi bertentangan dengan tujuan reformasi dan mengakibatkan cacat hukum.
Anggota Komisi II DPR F-PAN Guspardi Gaus. Foto: Instagram/@guspardi.gaus
“Tujuan dari reformasi, salah satu di antaranya adalah mengembalikan fungsi TNI/Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bahwa jabatan bupati, wali kota itu jabatan politis,” tutup Guspardi.
Keputusan ini menjadi kontroversi lantaran dalam putusan Mahkamah Konstitusi, TNI/Polri aktif tak boleh menjabat sebagai Penjabat kepala daerah.
Berikut pertimbangan putusan MK nomor 15/PUU-XX/2022:
ADVERTISEMENT
"Lebih lanjut, UU 5/2014 menyatakan “Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN dan Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Pengisian Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan anggota Polri dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU 34/2004) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU 2/2002) [vide Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) UU 5/2014].
Jika merujuk pada ketentuan Pasal 47 UU 34/2004 ditentukan pada pokoknya prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Sementara itu, prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Dalam hal prajurit aktif tersebut akan menduduki jabatan-jabatan tersebut harus didasarkan atas permintaan pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen (kementerian) dan lembaga pemerintah nondepartemen dimaksud. Sedangkan, dalam ketentuan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 ditentukan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. “Jabatan di luar kepolisian" dimaksud adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kepala Polri.
Ketentuan ini sejalan dengan UU 5/2014 yang membuka peluang bagi kalangan non-PNS untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi madya tertentu sepanjang dengan persetujuan Presiden dan pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden [vide Pasal 109 ayat (1) UU 5/2014]. Selain yang telah ditentukan di atas, UU 5/2014 juga membuka peluang pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi yang dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif [vide Pasal 109 ayat (2) UU 5/2014]. Jabatan pimpinan tinggi dimaksud dapat pimpinan tinggi utama, pimpinan tinggi madya dan pimpinan tinggi pratama [vide Pasal 19 ayat (1) UU 5/2014].
ADVERTISEMENT
Artinya, sepanjang seseorang sedang menjabat sebagai pimpinan tinggi madya atau pimpinan tinggi pratama, yang bersangkutan dapat diangkat sebagai penjabat kepala daerah."
=========
Reporter: Nova Sinambela