Komisi X Dukung Kebiri Kimia Predator Seks, Setimpal dengan Trauma Korban

4 Januari 2021 11:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Komisi X DPR F-PKB Syaiful Huda. Foto: Dok. DPR RI
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi X DPR F-PKB Syaiful Huda. Foto: Dok. DPR RI
ADVERTISEMENT
Komisi X mendukung PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak yang telah diteken oleh Presiden Jokowi. Ketua Komisi X Syaiful Huda mengatakan, sanksi yang diatur dalam PP 70 sudah mencakup dua level sekaligus.
ADVERTISEMENT
"Sebagaimana UU Nomor 23 soal Perlindungan Anak di-follow up dengan PP ini dengan 3 sanksi, saya kira sudah bagus. Sanksi ini sudah ada 2 level sekaligus diatur, yang pertama level ada konteks hukum pidana, kedua pada konteks hukum sosialnya. Ini saya kira sudah mencukupi terkait dengan supaya tidak terjadi semakin meningkatnya tingkat kekerasan anak dengan 3 hukuman ini," kata Syaiful saat dihubungi, Senin (4/1).
"Jadi peraturan ini, 3 hukuman ini sudah mencakup 2 hal dan saya kira ini paling tinggi level hukum pidana dan sosialnya mulai publikasi dan dikasih alat deteksi," lanjutnya.
Salah satu sanksi yang menjadi sorotan dalam PP 70 itu adalah kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual anak. Syaiful menilai, hukuman kebiri kimia sudah sangat maksimal, semaksimal trauma yang dialami anak korban kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
"Ini kan sebenarnya hukumannya cukup luar biasa, cukup maksimal sebenarnya. Semaksimal trauma yang dialami anak ketika mengalami kekerasan. Kenapa saya dukung karena kita bisa bayangkan ketika anak mengalami kekerasan seksual sejak kecil itu akan terbawa sampai dia meninggal," tuturnya.
Karena salah satu hukumannya adalah kebiri kimia, Syaiful meminta pengadilan harus bekerja sama dan bersinergi dengan Kemenkes dalam praktiknya. Hal ini supaya tindakan kebiri kimia tidak disalahgunakan.
"Karena itu, karena hukumannya sudah maksimal sama kebiri kimia, saya kira perlu dikoordinasikan supaya tidak disalahgunakan karena ini menyangkut soal medis. Berarti perlu koordinasi efektif dengan pihak stakeholder yang punya tugas dan fungsi terkait itu," ujarnya.
Lebih lanjut, karena tingkat kekerasan seksual terhadap anak semakin tinggi dari tahun ke tahun, Syaiful meminta harus ada skema fasilitas, sosialisasi dan proteksi yang lebih baik ke depan. Salah satu instansi yang dapat dimanfaatkan untuk skema tersebut adalah sekolah.
ADVERTISEMENT
"Karena itu, sekolah harus memberikan teladan sebagai zona non kekerasan bagi anak, zona bebas kekerasan bagi anak. Lingkungan sekolah harus bebas dari itu," tegasnya.
Agar sekolah menjadi zona bebas kekerasan bagi anak, perlu ada kode etik yang dikeluarkan oleh sekolah, yang juga mengikat orang tua siswa. Kode etik ini, kata Syaiful, sifatnya harus melindungi anak dari potensi kekerasan.
"Di beberapa sekolah sudah berjalan sebenarnya sudah berjalan terutama di kota-kota besar. Tapi kan kekerasan ini kita saksikan terjadi tidak hanya di kota besar, tapi juga di pelosok-pelosok yang selama ini agak longgar terkait pengaturan sekolah sebagai zona bebas kekerasan. Karena itu, hal ini harus dilakukan juga oleh semua sekolah," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi telah meneken PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak. Dalam PP tersebut, diatur tiga hal yaitu kebiri kimia, pemasangan alat deteksi, dan publikasi identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
ADVERTISEMENT