Komite HAM PBB Temukan Diskriminasi Terhadap Pelajar Muslim di Prancis

4 Agustus 2022 15:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mahasiswa muslim di Prancis Foto: Philippe Desmazes/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mahasiswa muslim di Prancis Foto: Philippe Desmazes/AFP
ADVERTISEMENT
Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa‑Bangsa (OHCHR) memutuskan pada Rabu (3/8/2022), Prancis bersalah atas tindak diskriminasi terhadap seorang wanita Muslim yang dilarang menghadiri pelatihan kejuruan di sekolah umum, Naima Mezhoud.
ADVERTISEMENT
OHCHR menerangkan, Prancis melanggar pasal 18 dan 26 dari Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Perjanjian multilateral itu mewajibkan anggota organisasi tersebut untuk menjamin kebebasan beragama.
Pengacara Mezhoud, Sefen Guez Guez, menyanjung tindakan komite PBB. Dia mengatakan, keputusan itu menunjukkan sikap kritis lembaga internasional terhadap kebijakan Prancis yang dianggap Islamofobik.
Kendati demikian, konsekuensi dari keputusan tersebut belum jelas. Berdasarkan teori, PBB memberikan tenggat waktu enam bulan bagi Prancis untuk memberikan kompensasi finansial.
Prancis harus menawarkan kesempatan untuk mengambil kursus itu pula kepada Mezhoud. Negara itu juga harus memastikan pelanggaran serupa terhadap hukum internasional tidak akan terulang.
Pakar hukum kebebasan dari Institut Studi Politik Paris, Nicolas Hervieu, meragukan itikad dari Prancis. Hervieu merujuk pada preseden hukum. Dia menilik kemungkinan kecil bahwa Prancis akan mematuhi keputusan OHCHR.
ADVERTISEMENT
"Lembaga Prancis harus mematuhi keputusan PBB," tegas pengacara Mezhoud, dikutip dari Reuters, Kamis (4/8/2022).
Ilustrasi mahasiswa muslim di Prancis Foto: Philippe Desmazes/AFP
Pada 2010, Mezhoud berniat mendapatkan pelatihan sebagai asisten manajemen melalui kursus yang diadakan oleh sekolah menengah di Paris.
Wanita yang kini berusia 45 tahun itu kemudian mengalami diskriminasi. Kepala sekolah tersebut melarangnya masuk.
Prancis mengadopsi kebijakan diskriminatif tersebut sejak enam tahun sebelumnya. Pada 2004, Prancis melarang anak-anak pemakaian hijab dan simbol agama lainnya di sekolah negeri. Mezhoud menjelaskan, dia seharusnya tidak menjadi sasaran hukum.
Sebab, Mezhoud merupakan mahasiswa pendidikan tinggi. Setelah berulang kali kalah dalam rentetan banding di pengadilan Prancis, Mezhoud lantas mendekati OHCHR.
"Komite menyimpulkan bahwa penolakan untuk mengizinkan [Mezhoud] untuk berpartisipasi dalam pelatihan sambil mengenakan hijab merupakan tindakan diskriminasi berbasis gender dan agama," jelas OHCHR.
ADVERTISEMENT
Prancis adalah rumah bagi salah satu komunitas minoritas Muslim terbesar di Eropa. Negara itu menerapkan undang-undang yang melanggengkan sekularisme ketat selama bertahun-tahun.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menyebut bahwa UU itu berada dalam ancaman dari 'Islamisme'. Kelompok HAM dan Muslim lantas menuduh UU tersebut sengaja menargetkan Muslim. Mereka mengatakan, pemerintah merusak perlindungan demokrasi dan membuat mereka rentan terhadap kekerasan.