Komnas HAM Anggap Komentar Moeldoko soal Kasus Paniai Statement Politik

17 Februari 2020 18:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers Komnas HAM tentang pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai pada 7 dan 8 Desember 2014. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Komnas HAM tentang pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai pada 7 dan 8 Desember 2014. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam, menanggapi pernyataan Kepala Staf Presiden, Moeldoko, yang menilai peristiwa Paniai Papua tak dilakukan secara terstruktur dan sistematis.
ADVERTISEMENT
Menurut Anam, pihak yang menyebut peristiwa pada 7-8 Desember 2014 itu bukan pelanggaran HAM berat, hanya sekadar mengeluarkan statement politik. Komnas HAM telah menyatakan Peristiwa Paniai merupakan pelanggaran HAM berat.
"Kalau ada pernyataan bahwa siapa pun yang mengatakan bahwa kasus Paniai bukan pelanggaran HAM berat, sepanjang bukan oleh Jaksa Agung sebagai penyidik dan bukan dengan SP3, maka semua statement itu adalah statement politik dan harusnya tidak boleh," kata Anam di kantornya, Senin (17/2).
Anam meyakini pendekatan yang dilakukan Komnas HAM merupakan tindakan hukum. Apabila peristiwa Paniai nantinya benar bukan pelanggaran HAM berat, keputusan itu hanya bisa melalui Jaksa Agung dengan SP3-nya.
"Jadi ini kerangkanya kerangka law enforcement. Jadi dialog law enforcement, ya, dengan law enforcement. Jadi kalau Jaksa Agung tiba-tiba mengeluarkan SP3 misalnya menyatakan Paniai bukan pelanggaran HAM berat, itu boleh," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Jadi siapa pun dia, di luar Jaksa Agung sebagai penyidik, atau penyidik Kejaksaan Agung tidak dengan bukti formal tertulis, ya, enggak boleh," sambungnya.
Anam juga menyoroti penyelesaian pelanggaran HAM yang sering dikaitkan dengan politik. Ia menilai kedua hal itu tak bisa dicampur aduk.
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, di Gedung KSP. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
"Mana yang urusan penegakan hukum, mana yang urusan politik, Hak Asasi Manusia. Itu berbeda. Kalau ini dicampur aduk, jadinya ya, kita ruwet terus. Potensi impunitas akan terjadi kalau ini dicampuradukkan," ungkapnya.
Sebelumnya, berdasarkan investigasi Komnas HAM, tragedi penyerangan di Paniai dilakukan oleh prajurit TNI terhadap warga sipil. Ada 4 orang meninggal dunia akibat luka tembak dan tusukan. Sementara 21 lainnya harus dirawat di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Kejadian ini terjadi di periode awal Presiden Jokowi memerintah. Hasil penyelidikan telah disampaikan kepada Jaksa Agung pada 11 Februari lalu. Komnas HAM berharap Jaksa Agung menindaklanjuti kasus ini di tahap penyidikan.
Namun saat dikonfirmasi, Moeldoko menilai peristiwa itu merupakan suatu kejadian yang tak terduga. Saat itu, Moeldoko masih menjabat Panglima TNI.
"Perlu dilihat lah yang bener. Paniai itu sebuah kejadian yang tiba-tiba. Harus dilihat dengan baik itu, karena tidak ada kejadian terstruktur, sistematis. Enggak ada," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta Pusat, Senin (17/2).
Konferensi pers Komnas HAM tentang pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai pada 7 dan 8 Desember 2014. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
Menurut Moeldoko, dalam peristiwa itu, tak ada perintah dari atasan yang bersifat sistematis.
"Tidak ada perintah dari atas. Tidak ada. Tidak ada kebijakan yang melakukan hal seperti itu. Tidak ada. Ini jadi supaya dilihatnya dengan cermat jangan sampai nanti membuat kesimpulan yang tidak tepat," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Kalau menurut saya apa yang dilakukan oleh satuan pengamanan saat itu adalah sebuah tindakan yang kaget tiba-tiba karena dia diserang masyarakat yang kaget begitu. Sehingga tidak ada upaya sistematis. Itu ya," tutur Moeldoko.