Komnas KIPI: Sinovac Termasuk Inactivated Virus, Tak Mungkin Akibatkan Penyakit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Jadi si virusnya diinaktivasi dengan zat kimia. Materi genetiknya tidak ada. Jadi dia tidak ganas, dia tidak mungkin mengakibatkan penyakit," kata Hingky dalam diskusi virtual Update Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 di Indonesia yang digelar Kementerian Kesehatan, Sabtu (23/1).
Menurut dia, vaksin dengan teknologi inactivated virus sudah lama digunakan. Bahkan sejak 70 tahun lalu.
"Jadi ini sebetulnya termasuk yang paling aman," ujar dia.
"Secara rasional, secara nalar, vaksin inactivated tidak mungkin menyebabkan seseorang menjadi sakit setelah divaksinasi," imbuh dia.
Sebelumnya, ada beberapa vaksin yang juga digunakan di Indonesia dengan menggunakan metode serupa. Seperti, IPV atau dikenal dengan Inactivated Polio Vaccine.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19, Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, dr., Sp.A(K), MM., sempat menyinggung soal kemungkinan reaksi berat yang mungkin timbul dari vaksinasi Sinovac. Ia menyebut bahwa Sinovac merupakan jenis inactivated virus, sama seperti vaksin Hepatitis B.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, ada kemungkinan terjadi syok anafilaksis usai suntikan vaksin. Syok anafilaksis adalah syok yang disebabkan oleh reaksi alergi yang berat. Salah satu gejala berat yang mungkin ditimbulkan ialah pingsan.
Meski demikian, Kusnandi menyatakan rasio kemungkinan terjadi sangat kecil. Meski pasti terjadi. Yakni sebanyak 1-2 orang per satu juta dosis.
"Itu pasti terjadi," ujar dia.
Oleh karenanya, layanan vaksinasi harus bersiap-siap menanganinya. Termasuk menyiapkan obat serta ambulans.
Namun, ia tetap menyatakan bahwa manfaat vaksinasi jauh lebih besar dibanding efek samping ini.
"Keuntungan imunisasi jauh lebih banyak dibandingkan efek samping ini," pungkas dia.