Komnas Perempuan: Peran Jaksa Pinangki Sebagai Ibu Tak Berarti Hukuman Dipotong
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas hukuman Jaksa Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara. Salah satu alasannya, Pinangki merupakan seorang ibu yang memiliki balita.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menyayangkan pemotongan hukuman tersebut.
"Keputusan ini mengindikasikan adanya persoalan yang lebih mendalam dalam aspek perspektif kesetaraan dan keadilan gender dan dalam hal sistem pemidanaan secara lebih luas," ujar Yentri dalam keterangannya, Jumat (18/6).
Yentri menilai posisi Pinangki sebagai ibu memang perlu mendapat perhatian, khususnya mengenai tumbuh kembang anaknya.
"Namun, solusi yang diambil tentunya tidak boleh mengurangi kemampuan pemindaaan dari pencapaian tujuan pemidanaan itu sendiri. Karenanya, solusi atas dampak sosial budaya tidak melulu berupa pengurangan sanksi," kata Yentri.
ADVERTISEMENT
Yentri menyatakan, mengatasi dampak sosial budaya dari seorang ibu yang dipidana bisa dilakukan seperti penyediaan ruang laktasi dan interaksi dengan anggota keluarga yang berkunjung.
"Di dalam kerangka penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, pencarian opsi-opsi solusi yang mengurangi celah pengukuhan peran gender, apalagi untuk menjadi celah hukum yang merintangi keadilan, menjadi sangat penting," jelasnya.
Yentri pun mendorong jaksa agar mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas pengurangan hukuman Pinangki. Sebab tindakan Pinangki yang terbukti korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
Ia membandingkan dengan hukuman yang diterima Angelina Sondakh sebagai sesama ibu yang justru hukuman diperberat dari awalnya 4,5 tahun menjadi 12 tahun penjara di tingkat kasasi, sebelum akhirnya dikurangi menjadi 10 tahun oleh majelis PK.
ADVERTISEMENT
"Upaya kasasi pada kasus PSM (Pinangki -red) diharapkan dapat mengurangi disparitas hukuman, yang dapat berkontribusi pada penguatan kepercayaan pada institusi hukum dan negara pada umumnya dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi," tutup Yentri.