Kontraktor Asal Sumedang Didakwa Menyuap Anggota DPR Rp 510 Juta

19 Juli 2018 16:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahmad Ghiast di KPK (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Ghiast di KPK (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kasus penyuapan terhadap mantan anggota DPR Amin Santono dan Pejabat Kemenkeu, Yaya Purnomo, masuk ke tahap persidangan. Dalam kasus itu, kontraktor asal Sumedang, Ahmad Ghiast, didakwa telah memberikan uang Rp 510 juta kepada eks anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat, Amin Santono, dan Kasie Pengembangan Pendanaan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Yaya Purnomo.
ADVERTISEMENT
Uang itu diberikan agar Amin dan Yaya mengupayakan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, mendapatkan alokasi tambahan anggaran yang bersumber dari APBN-P tahun 2018.
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi, atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang Rp 510 juta," ujar jaksa KPK Eva Yustisiana saat membaca dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/7).
Perkara ini berawal ketika teman dekat Amin Santono bernama Eka Kamaludin, mengajak mantan anggota DPRD Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Iwan Sonjaya untuk mencari sejumlah daerah yang ingin mendapatkan tambahan anggaran dari APBN-P tahun 2018, melalui Amin Santono.
Namun dengan syarat harus ada pemberian fee kepada Amin sekitar 7 persen dari total anggaran yang diterima pemerintah daerah atas proposal yang diajukan.
Ahmad Ghiast di KPK (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Ghiast di KPK (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Iwan lalu menyampaikan informasi itu kepada temannya yang juga anggota DPRD Majalengka, Deden Hardian Narayanto. Selanjutnya Deden memberitahukan informasi itu kepada Ghiast.
ADVERTISEMENT
"Deden memberikan nomor handphone Iwan kepada Ghiast. Ghiast lalu berkomunikasi beberapa kali dengan Iwan," kata jaksa.
Lalu digelar pertemuan di rumah Iwan di Kuningan yang dihadiri Ghiast dan Deden. Pertemuan itu untuk membahas penambahan anggaran pembangunan infrastruktur di Sumedang.
Ghiast berharap apabila usulan tambahan anggaran di Sumedang diterima, dia yang akan menjadi pelaksana proyek pembangunan infrastruktur tersebut.
"Terdakwa berharap menjadi pelaksana proyek pembangunan infrastruktur tersebut," jelas jaksa.
Amin Santono di KPK (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Amin Santono di KPK (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Setelah pembicaraan itu, Iwan memberikan contoh proposal penambahan anggaran APBN-P kepada Ghiast. Contoh proposal yang diberikan yakni milik Bupati Kuningan yang ditujukan kepada Kementerian Kesehatan.
"Dengan maksud agar terdakwa Ghiast membuat usulan yang serupa untuk pekerjaan infrastruktur," imbuh jaksa.
ADVERTISEMENT
Menindaklanjuti keinginannya, Ghiast lalu mengusulkan itu kepada Kepala Dinas Perumahan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Sumedang, Budi Murasa dan Kepala Dinas PUPR Sumedang, Sujatmoko.
Usulan Ghiast total sebesar Rp 25,8 miliar yang terdiri dari proyek di Dinas DPKPP Rp 4 miliar dan Dinas PUPR Rp 21,8 miliar.
"Terdakwa menawarkan untuk mengusulkan mengurus tambahan anggaran APBN-P tahun 2018 dengan commitment fee kepada Amin Santono sebesar 7 persen dari jumlah anggaran yang diterima," ungkap jaksa.
Yaya Purnomo di KPK (Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Yaya Purnomo di KPK (Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan)
Pada 8 April 2018, Ghiast dan Iwan ke gedung DPR untuk menemui Amin Santono, namun Amin sedang tidak ada. Lalu Iwan mengenalkan Ghiast kepada teman dekat Amin, Eka Kamaludin.
Eka lantas memperkenalkan Ghiast kepada Amin Santono melalui telepon. Pada 24 April 2018, Ghiast menghubungi Amin melalui sambungan telepon, meminta agar dibantu.
ADVERTISEMENT
Lalu Amin mengatakan, 'Mangga, urang silih bantos' yang artinya 'mari, kita saling bantu'. Dalam percakapan itu, disetujui fee 7 persen untuk Amin.
Pada 30 April 2018, Amin meminta uang muka Rp 500 juta kepada Ghiast melalui Eka Kamaludin. Sehari kemudian, Amin meminta Rp 10 juta untuk diberikan kepada Yaya Purnomo, selaku pejabat Kemenkeu yang akan mengurus soal penambahan anggaran itu.
Uang diberikan dalam tiga tahap, sebanyak Rp 10 juta, lalu Rp 100 juta, masing-masing ditransfer. Sedangkan Rp 400 juta diberikan secara tunai di restoran dekat Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta.
Setelah pemberian uang itu, ketiganya lalu tertangkap tangan oleh KPK. Atas perbuatanya, Ghiast didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT