KontraS Dorong Jokowi Bentuk TPF Ungkap Kerusuhan 22 Mei

12 Juni 2019 17:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers KontraS merespons siaran pers Polri terkait Peristiwa 21-22 Mei. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers KontraS merespons siaran pers Polri terkait Peristiwa 21-22 Mei. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Polisi perlahan mulai membuka hasil penyelidikan dan penyidikan kasus kerusuhan 22 Mei. Meski begitu, ada beberapa hal yang dinilai kurang memuaskan dari penjelasan polisi.
ADVERTISEMENT
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai, kasus ini tak hanya sekadar pidana biasa. Harus ada penyelidikan terkait dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa itu. Untuk itu, KontraS meminta Presiden Joko Widodo untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF).
"Kami mendesak Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan ini. Pembentukan Tim Pencari Fakta untuk mengusut peristiwa dan menemukan aktor-aktor yang bertanggung jawab dan terlibat dalam peristiwa ini menjadi indikator penting untuk mengukur sejauh mana pemerintahan Jokowi mengedepankan penegakan supremasi hukum dan hak asasi manusia," ungkap Deputi Koordinator KontraS, Feri Kusuma, di Kantor KontraS, Senen, Jakarta Pusat, Senin (12/6).
Deputi Koordinator KontraS Feri Kusuma saat ditemui di Kantor KontraS, Senen, Jakarta Pusat pada Senin (12/6). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Feri mengatakan, Tim Pencari Fakta ini nantinya dapat fokus mendalami indikasi adanya pelanggaran HAM dalam kericuhan 22 Mei.
ADVERTISEMENT
"Adanya Tim Pencari Fakta untuk menemukan aktor pelanggaran HAM yang berat, yang melibatkan aktor dari negara dan atau non-negara," ungkap dia.
Konferensi pers KontraS merespons siaran pers Polri terkait Peristiwa 21-22 Mei. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Tim ini juga dapat mendampingi para korban kericuhan untuk memastikan semua haknya terpenuhi. Sebab, KontraS menemukan sejumlah fakta adanya kesulitan akses bagi keluarga korban, saksi, dan tersangka.
"Berdasarkan pengaduan yang kami terima, orang orang yang ditangkap kesulitan dalam bertemu dengan keluarganya. Selain itu tidak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum/advokat. Hal ini bertentangan dengan Pasal 60 KUHAP, di mana setiap tersangka berhak untuk menerima kunjungan dari keluarganya," kata Feri.