news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kontroversi RUU Ketahanan Keluarga: Atur Peran Istri hingga Penyimpangan Seksual

19 Februari 2020 12:44 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi keluarga Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi keluarga Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga menjadi salah satu RUU yang masuk dalam prolegnas prioritas 2020. Namun, sejumlah pasal menuai kritik mulai dari peran istri yang terkesan hanya berada di rumah hingga penanganan krisis keluarga karena penyimpangan seksual.
ADVERTISEMENT
RUU Ketahanan Keluarga merupakan usulan dari 5 anggota DPR, yakni Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari PKS, Sodik Mudjahid dari Gerindra, Ali Taher dari PAN, dan Endang Maria dari Golkar.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pihaknya akan mencermati setiap pasal dari RUU tersebut.
"Kita juga tidak ada pengin ada UU yang kemudian nanti menuai kontroversi, yang menurut beberapa kalangan ada beberapa hal yang perlu dicermati. Kita sama-sama cermati niat baik dari kawan-kawan yang mengusulkan UU ini secara perseorangan," kata Dasco di Gedung DPR, Senayan, Rabu (19/2).
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, rapat bersama dengan seluruh pimpinan fraksi DPR untuk membahas pemanfaatan ruang kerja di Komisi VII, Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (4/10). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Dasco menuturkan, sebenarnya draf RUU Ketahanan Keluarga telah ada sejak periode lalu. Untuk itu, pihaknya akan melakukan sinkronisasi terlebih dahulu.
"Usulan ini kan pada periode yang lalu dan baru kemudian akan disinkronisasi sekaran, dan ini akan kita sama-sama cermati dan sama-sama membuat daftar inventarisasi masalahnya," kata dia.
ADVERTISEMENT
Berikut sejumlah pasal kontroversial di dalam RUU Ketahanan Keluarga:
1. Peran Istri Dalam Rumah Tangga
Dalam pasal 25 ayat 3, disebutkan peran seorang istri wajib mengatur urusan rumah tangga hingga memenuhi hak suami dan anak sesuai norma agama. Ayat tersebut berbunyi:
(3) Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:
a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. menjaga keutuhan keluarga; serta
c. memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan kewajiban suami diatur dalam pasal 25 ayat 2, sebagai berikut:
a. sebagai kepala Keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan Keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan Keluarga;
ADVERTISEMENT
b. melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;
c. melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; serta
d. melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.
2. Penanganan Krisis Keluarga karena Penyimpangan Seksual
RUU ketahanan Keluarga dalam pasal 85-87 juga mengatur mengenai kewajiban keluarga melakukan rehabilitasi hingga bimbingan terhadap anggota keluarga yang memiliki penyimpangan seksual.
Pihak keluarga juga wajib melaporkan anggota keluarga yang memiliki penyimpangan seksual kepada lembaga yang nantinya ditunjuk untuk menangani masalah tersebut.
Dalam penjelasan Pasal 85, disebutkan jenis-jenis penyimpangan seksual meliputi:
a. Sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya.
ADVERTISEMENT
b. Masochisme kebalikan dari sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya.
c. Homosex (pria dengan pria) dan lesbian (wanita dengan wanita) merupakan masalah identitas sosial di mana seseorang mencintai atau menyenangi orang lain yang jenis kelaminnya sama.
d. Incest adalah hubungan seksual yang terjadi antara orang yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, atau menyamping, sepersusuan, hubungan semenda, dan hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang untuk kawin.
Pasal 85:
Badan yang menangani Ketahanan Keluarga wajib melaksanakan penanganan Krisis Keluarga karena penyimpangan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf f berupa:
a. rehabilitasi sosial;
ADVERTISEMENT
b. rehabilitasi psikologis;
c. bimbingan rohani; dan/atau
d. rehabilitasi medis.
Pasal 86
Keluarga yang mengalami Krisis Keluarga karena penyimpangan seksual wajib melaporkan anggota keluarganya kepada badan yang menangani Ketahanan Keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.
Pasal 87
Setiap orang dewasa yang mengalami penyimpangan seksual wajib melaporkan diri kepada badan yang menangani Ketahanan Keluarga atau lembaga rehabilitasi untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.