Korsel Akan Sita dan Jual Aset Perusahaan Jepang untuk Kompensasi Korban Perang

4 Agustus 2020 11:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bendera Korsel Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bendera Korsel Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Pengadilan Korsel memutuskan untuk menyita dan menjual aset perusahaan Jepang, Nippon Steel Corp, di negaranya. Pihak Nippon Steel berencana banding.
ADVERTISEMENT
Hasil penjualan aset perusahaan Nippon Steel Corp rencananya akan dipakai sebagai kompensasi kepada korban kerja paksa saat masa pendudukan Jepang di Korea. Putusan Pengadilan Korsel memperburuk hubungan dua negara tersebut.
Keputusan Pengadilan Korsel merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Agung pada 2018. Ketika itu, MA menyatakan Nippon Steel harus membayar 100 juta won atau Rp 1,2 miliar kepada warga Korsel korban perang, sebagai kompensasi kerja paksa.
Pada 2019, pengadilan lebih rendah menyetujui penyitaan aset domestik Nippon Steel. Yang terbaru, Pengadilan Distrik Daegu pada Juni 2020 menetapkan tenggat waktu proses penyitaan dan penjualan aset dimulai pada Selasa (4/8/2020).
Juru bicara Nippon Steel menyatakan, mereka sudah menyiapkan strategi banding agar putusan pengadilan bisa dibatalkan.
ADVERTISEMENT
"Kami akan terus mengambil langkah tetap berdasarkan negosiasi diplomatik dua negara dan situasi lainnya," ucap juru bicara Nippon Steel, pada Selasa ini, seperti dikutip dari Reuters.
"Kami segera banding terhadap prosedur penyitaan aset yang mulai berlaku pada 4 Agustus," sambung mereka.
Kantor berita Yonhap melaporkan, aset Nippon Steel yang bakal disita termasuk 81.075 saham di perusahaan PNR. PNR merupakan perusahaan patungan Nippon Steel dengan perusahaan pembuat baja Korsel, POSCO. Saham tersebut seharga 400 juta won atau setara Rp 4,9 miliar.
Yonhap menyebut, Nippon Steel diberi tenggat waktu sampai Minggu (5/8) untuk banding.
Sementara itu, Jepang menegaskan segala bentuk ganti rugi masa perang, harus diselesaikan berdasarkan perjanjian 1965 yang berisi normalisasi hubungan kedua negara.
ADVERTISEMENT