Korsel dan India Jadi Saingan RI untuk Jadi Pusat Vaksin COVID-19 di Asia

12 Oktober 2021 14:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 produksi Sinovac kepada penerima vaksin saat pelaksanaan vaksinasi massal di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (31/1/2021). Foto: Zabur Karuru/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 produksi Sinovac kepada penerima vaksin saat pelaksanaan vaksinasi massal di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (31/1/2021). Foto: Zabur Karuru/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Saat ini vaksin COVID-19 menjadi senjata dunia dalam menangani pandemi corona. Percepatan vaksinasi akan sangat ditunjang oleh banyaknya negara yang dapat memproduksi vaksin mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mulai merencanakan pembentukan hub (pusat) vaksin di berbagai kawasan dunia, termasuk Asia. Indonesia pun mengajukan diri dalam rencana ini agar dapat menjadi hub vaksin COVID-19 Asia.
Dalam penjajakan ini, Indonesia bersaing dengan Korea Selatan (Korsel) dan India. Kedua negara tersebut sama-sama tertarik untuk menjadi hub vaksin di Asia.
“Pemerintah Indonesia terus mendorong kerja sama internasional meningkatkan produksi dan kapasitas manufacturing di negara-negara berkembang," jelas Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang Kemlu RI, Penny D. Herasati, dalam diskusi virtual, Selasa (12/10).
"Antara lain, Indonesia melakukan penjajakan dengan WHO untuk menjadi salah satu hub, pusat pelatihan dan transfer teknologi vaksin mRNA untuk kawasan Asia.”
ADVERTISEMENT
Penny menjelaskan, dalam hub ini, yang akan dilakukan adalah pelatihan ilmuwan negara-negara Asia. Dengan begitu, akan terjadi transfer teknologi. Ilmuwan yang sudah mendapatkan pelatihan soal teknologi vaksin mRNA akan pulang ke negaranya dengan membawa ilmu teknologi tersebut.
Ilustrasi vaksin corona Moderna. Foto: Mike Segar/REUTERS
“Apa kelebihan Indonesia untuk kira-kira bisa terpilih menjadi hub? Selain syarat-syarat teknis, tentu sedang akan dilakukan due diligence dari kemampuan kita agar bisa menjadi pusat pelatihan dan transfer teknologi,” ujar Penny.
Saat ini, Indonesia masih dipertimbangkan dalam konteks isu teknisnya: Apakah industri farmasi Indonesia mampu untuk menjalankan fungsi sebagai hub.
“Pendekatan-pendekatan yang harus dilakukan. Kalau saingan kita Korea Selatan dan India, mereka sudah cukup maju di bidang ini. Tentu perhatian WHO dan komunitas internasional harus disampaikan kepada negara-negara yang perlu peningkatan kapasitas untuk isu tersebut. Jadi, ada lah negosiasi tersebut yang harus disampaikan,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Capaian Indonesia di bidang vaksin ini juga menjadi perhitungan bagi WHO. Mulai dari kepemimpinan Menlu Retno Marsudi pada AMC Engagement Group COVAX facility, hingga kebijakan Indonesia dalam penanganan COVID-19.
“Jadi bagaimana kebijakan pemerintah secara keseluruhan dalam konteks penanganan pandemi? Itu akan jadi rujukan, bagaimana kira-kira, sekiranya Indonesia kalau menjadi hub, akan seperti apa policy-nya? Apakah akan baik, menguntungkan bagi negara-negara partisipan?” terang Penny.

Mengapa Vaksin mRNA?

Ilustrasi pabrik vaksin. Foto: Anton Vaganov/Reuters
Yang menjadi pertanyaan publik mengenai hub vaksin ini adalah mengapa teknologi yang ditawarkan adalah mRNA (messenger RNA).
Menurut Penny, hal ini disebabkan oleh cepatnya produksi vaksin dengan platform ini, sehingga kebutuhan percepatan vaksin pun dapat terpenuhi.
“Yang ingin dilakukan WHO adalah hub sebagai pusat pelatihan dan transfer teknologi vaksin mRNA, jadi belum untuk produksinya ya. Kenapa? Ini teknologi yang paling cepat untuk menghasilkan vaksin. Karena itu, semua negara mengejar teknologi ini, dengan platform ini,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kata Penny, keputusan soal hub vaksin di Asia ini akan diumumkan pada awal 2022 mendatang.
Saat ini, WHO telah memutuskan untuk menjadikan Afrika Selatan sebagai hub vaksin untuk kawasan Afrika. Hal ini disebabkan masih sedikitnya negara-negara kawasan itu yang bisa memproduksi vaksin dalam jumlah besar.