Koster Cerita Soal Arak Bali: Minta Jokowi Tak Berpihak pada Kapitalisme Global

28 September 2021 16:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Bali, I Wayan Koster menyampaikan sambutan saat mendampingi Presiden Jokowi bertemu dengan sejumlah pemangku desa, tokoh adat, agama dan warga di Taman Budaya Bali, Denpasar. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bali, I Wayan Koster menyampaikan sambutan saat mendampingi Presiden Jokowi bertemu dengan sejumlah pemangku desa, tokoh adat, agama dan warga di Taman Budaya Bali, Denpasar. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Gubernur Bali I Wayan Koster berharap Presiden Jokowi membuat kebijakan berbasis kearifan lokal di Indonesia. Hal ini demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kebijakan berbasis kearifan lokal yang dimaksud Koster adalah mengembangkan potensi sumber daya alam, seni, budaya dan manusia di suatu wilayah sebagai sumber ekonomi.
"Masyarakat harus didekatkan dengan sumber kehidupannya. Logika sederhana orang bisa survive adalah dari sumber daya yang ada di wilayahnya," kata Koster melalui akun Youtube Pemprov Bali, Selasa (28/9).
Koster mencontohkan, Kabupaten Karangasem kaya akan Pohon Ental. Sehingga cocok dikembangkan industri arak. Dari 8 kecamatan di Kabupaten Karangasem, sekitar 6 kecamatan mengandalkan ekonomi dari arak.
"Kalau di Karangasem ada Ental dan Jambu Mete masyarakat harus survive dari situ. Bagaimana kita mengembangkannya. Di Karangasem, 6 kecamatan dari 8 kecamatan sumbernya dari arak. Ya dia harus hidup dari arak karena kelapa sama Ental diolah menjadi arak, ya harus hidup dari situ," ucap dia.
Petani arak di Desa Besan Kanginan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Bali. Foto: Dok. Istimewa
Koster akhirnya membuat kebijakan berbasis kearifan lokal dengan melegalkan produksi dan distribusi arak melalui Peraturan Gubernur No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/Atau Destinasi Khas Bali.
ADVERTISEMENT
Koster juga mengeluarkan SE Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek/Kain Tenun Tradisional.
Koster mengimbau seluruh instansi di Bali menggunakan pakaian berbahan Endek setiap hari Selasa. Aturan ini untuk melindungi keaslian motif dan industri kain Endek di Bali.
Terakhir, Koster menerbitkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 17 tahun 2021 tentang pemanfaatan produk garam tradisional lokal Bali.
Aturan ini untuk memberdayakan industri rumah garam petani lokal. Garam ini dapat didistribusikan ke seluruh fasilitas jasa kesehatan dan pangan baik lokal, nasional hingga internasional.
"Sehingga betul-betul dia dari hulu sampai hilir masyarakat kita di sini itu berdaya dia, dia yang mendapat manfaat ekonomi secara optimal," ucap Koster.
ADVERTISEMENT
Politikus PDIP itu menjelaskan, beberapa kebijakan pemerintah justru merugikan masyarakat karena berpihak pada kapitalisme global. Salah satu di antaranya adalah kebijakan impor yang justru membuat warga ketergantungan sekaligus merugikan warga.
"Kalau impor teknologi oke ,tapi kalau alam kita yang begitu kaya dengan pertanian kelautannya sampai kita mengimpor ada yang salah, ya regulasi salah, kenapa salah ada yang berkepentingan di dalamnya mafia ya pasti sudah, asli ini mafia, saya di DPR sudah mengawasi yang begini-begini," kata Koster.
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat kegiatan peresmian Pasar Badung di Denpasar, Bali. Foto: Antara/Fikri Yusuf
Koster juga menyinggung sejumlah pihak yang sempat menolak RUU Minol. Apabila, arak masuk daftar investasi negatif maka warga Karangasem tak memiliki sumber ekonomi yang berdaulat.
"Seperti arak Bali ada Perpres memasukkan itu daftar negatif investasi saya lawan, saya keluarin Pergub ikut juga dari Perindag, ikut juga dari Kemendagri. Kalau itu dilarang apa gantinya? Sawah enggak ada, padinya enggak hidup. Berarti kita menggeser pola hidup orang dan menggeser pola hidup, meninggalkan sumber kehidupan lokal dan dia menjadi tergantung dengan produk dari luar. Ini logika yang salah betul dalam membuat kebijakan publik," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, apabila sistem ekonomi masyarakat tidak dikelola maka masyarakat cuma jadi penonton. Pada akhirnya, masyarakat gagal menghadapi kemajuan teknologi, daya saing dan pasar bebas.
"Lama-lama orang Bali hanya jadi penonton, terutama di perkotaan sudah akan digeluti orang dari luar. Pelaku (usaha) kita akan minggir dia, akhirnya dia akan ke gunung-gunung dia, lama-lama kek di Banten itu Badui. Betawi juga minggir dia. Sudah enggak ada lagi di Jakarta itu, sudah minggir semua, sudah," kata dia.
Presiden Joko Widodo (tengah) disambut penari Bali saat akan meninjau proses vaksinasi COVID-19 di Puri Ubud, Gianyar, Bali, Selasa (16/3). Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
Koster berharap segera bisa menemui Jokowi. Ia ingin mendiskusikan hal ini.
"Saya yakin Pak Presiden enggak tahu ada ini, nanti ketika saya bertemu beliau saya akan sampaikan ini. Jadi Kalau masih begitu caranya mengelola negara, maka kebijakan itu tidak berpihak kepada rakyat tapi berpihak kepada kapitalisme global dan di dalamnya ada mafia," kata dia.
ADVERTISEMENT