KPAI soal Remaja 15 Tahun Bunuh Bocah: Usia Transisi, Penting Pola Pengasuhan

7 Maret 2020 17:52 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hasil goresan tangan remaja 15 tahun pelaku pembunuhan bocah, di Jakarta Pusat. Foto: Ricky Febrian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hasil goresan tangan remaja 15 tahun pelaku pembunuhan bocah, di Jakarta Pusat. Foto: Ricky Febrian/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Publik dikagetkan dengan kasus pembunuhan anak umur 5 tahun di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Sebab pembunuhan dilakukan seorang remaja berusia 15 tahun.
ADVERTISEMENT
Polisi tengah memproses kasus pembunuhan yang dilakukan anak di bawah umur tersebut.
Komisioner KPAI Retno Listyarti menilai usia 15 tahun memang menjadi usia rentan bagi anak. Sebab, usia 13-15 tahun merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke remaja.
"Anak ini kan usianya 15 tahun. Nah, usia 13 sampai 15 itu sebenarnya masa transisi. Masa di mana dia sudah bukan anak-anak, tapi dia juga belum dewasa kan. Jadi dia belum dikatakan remaja juga gitu, jadi kan ini masa transisi betul," ujar Retno saat dihubungi kumparan, Sabtu (7/3).
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Di masa transisi tersebut, seorang anak berada dalam fase mencari jati diri. Oleh karena itu pengawasan dan pola asuh sangat mempengaruhi pembentukan karakter anak.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus remaja pembunuh bocah, dia menduga pelaku memiliki masalah, mengingat orang tua kandungnya telah berpisah.
"Nah, era di sini adalah era di mana dia mau menemukan jati diri. Dia ingin menjadi bentukannya seperti apa-apa, itu sangat dipengaruhi pola pengasuhan," kata Retno.
"Ini yang kemudian yang saya dengar, anak ini juga orang tuanya bercerai. Nah, biasanya pola pengasuhan korban perceraian, itu memang di sini bisa saja secara psikologi anak ini jadi punya masalah," lanjutnya.
Pengakuan pelaku yang mengidolakan Slenderman --karakter dalam film genre horor thriller-- menurutnya dapat menjadi salah satu pemicu. Sebab anak sangat mudah menerima informasi audio visual.
Anak-anak berpotensi meniru apa yang dilihatnya. Di sinilah pentingnya peran orang dewasa, orang tua, atau guru, untuk melakukan pengawasan.
ADVERTISEMENT
"Kesalahan anak enggak pernah berdiri sendiri, ada kesalahan lingkungan. Nah ini yang penting orang tua, sebagai orang terdekat yang mungkin harusnya punya waktu paling banyak dengan anak-anak," jelasnya.
Selain itu, perlu juga mengarahkan anak agar tak meniru hal buruk dari yang dilihatnya.
"Sehingga apa yang mereka lihat tonton itu butuh edukasi, didampingi, diarahkan. Jangan kemudian anaknya diam kasih gitu, karena apa yang dia lihat itu penting, karena bisa jadi inspirasi. Anak itu kan peniru ulung," lanjutnya.