KPK Akan Dalami Informasi Dugaan Nurhadi Ada di Apartemen Mewah

18 Februari 2020 23:50 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman (kiri) berjalan memasuki Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan. Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman (kiri) berjalan memasuki Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan. Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
ADVERTISEMENT
Keberadaan eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi mulai terkuak. Sejumlah informasi mengalir ke pihak-pihak yang menyebut mengetahui keberadaan buronan KPK itu.
ADVERTISEMENT
Pertama, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) yang mengaku menerima laporan terkait tiga lokasi keberadaan Nurhadi, yang mungkin bisa ditelusuri KPK.
Tiga lokasi itu adalah sebuah villa di Gadong, Puncak. Lalu sebuah rumah mewah di kawasan Patal Senayan. Terkahir di apartemen mewah di kawasan SCBD, Jakarta Selatan.
Eks sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi usai diperiksa KPK terkait kasus yang menjerat tersangka Eddy Sindoro, Selasa (6/11). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Apartemen di kawasan SCBD itu yang disebut-sebut menjadi lokasi Nurhadi berada. Dalam informasi yang diterima MAKI, ada beberapa pihak yang bertemu beberapa kali dengan Nurhadi di kawasan tersebut. Namun, tak dijelaskan kapan pertemuan itu terjadi.
Koordinator Lokataru, Haris Azhar, juga menyampaikan hal yang sama. Haris menyebut Nurhadi ada di apartemen super mewah. Namun, ia tak merinci lokasinya di mana.
"Kalau informasi yang saya coba kumpulkan, maksudnya bukan informasi yang resmi dikeluarkan KPK ya, KPK sendiri tahu bahwa Nurhadi dan menantunya itu ada di mana. Di tempat tinggalnya di salah satu apartemen mewah di Jakarta," kata Haris di Gedung KPK, Selasa (18/2).
Direktur Lokataru, Haris Azhar saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/2). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Namun menurut Haris, KPK belum bisa memastikan keberadaan Nurhadi di lokasi tersebut. Sebab, menurutnya, ada indikasi Nurhadi dijaga ketat di lokasi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Tetapi juga KPK enggak berani datang untuk ngambil Nurhadi, karena cek lapangan ternyata dapat proteksi yang cukup serius, sangat mewah proteksinya. artinya apartemen itu enggak gampang diakses oleh publik, lalu ada juga tambahannya dilindungi oleh apa namanya pasukan yang sangat luar biasa itu," sambungnya.
Menanggapi informasi-informasi tersebut, Plt juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK pasti mendalami setiap informasi yang didapatkan.
"Terkait dengan itu informasi-informasi yang ada di masyarakat ataupun media tentunya itu sudah diserap oleh penyidik yang sampai hari ini masih terus melakukan upaya-upaya pencarian dengan kepolisian," kata Ali di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (18/2).
Plh Jubir KPK Ali Fikri. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Ia memastikan hingga saat ini tim penyidik masih mencari keberadaan Nurhadi serta dua tersangka lainnya yang juga DPO, yakni menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono dan terduga penyuap Nurhadi, Direktur Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.
ADVERTISEMENT
"Di mana pun tempat yang disebutkan tentunya kami penyidik KPK Terus mendalami informasi-informasi yang ada dan memang sampai malam hari ini kita belum menemukan dan menangkap dari para tersangka NH dan kawan-kawan," pungkasnya.
Nurhadi, Rezky, dan Hiendra ditetapkan menjadi DPO KPK pada 11 Februari 2020 lalu, setelah 3 kali mangkir sebagai saksi dan 2 kali sebagai tersangka pada 9 dan 27 Januari lalu.
Dalam kasusnya, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra melalui menantunya Rezky. Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT yang berperkara di MA.
Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra terkait perkara PK di MA. Namun diminta kembali oleh Hiendra karena perkaranya kalah dalam persidangan.
Eks sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi usai diperiksa KPK terkait kasus yang menjerat tersangka Eddy Sindoro, Selasa (6/11). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, serta Permohonan Perwalian.
ADVERTISEMENT
Ketiganya sempat memohon praperadilan di PN Jakarta Selatan. Yang disoalkan adalah mengenai status tersangka yang dianggap tak sah. Namun, majelis hakim tunggal menolak praperadilan itu dan status tersangka untuk trio tersangka mafia peradilan itu tetap sah.
Namun, ketiganya kembali mengajukan praperadilan ke PN Jaksel. Petitumnya juga tetap sama, yakni mempermasalahkan penetapan tersangka, yang lebih spesifik pada penerbitan SPDP dari KPK.