KPK Bantah TWK Merupakan Pasal Selundupan

10 Juni 2021 18:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pimpinan KPK Nurul Ghufrn menyampaikan keterangan pers tentang penahanan mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 di gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/7). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pimpinan KPK Nurul Ghufrn menyampaikan keterangan pers tentang penahanan mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 di gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/7). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
KPK membantah ketentuan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) merupakan pasal selundupan dalam Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang alih status pegawai menjadi ASN. KPK mengeklaim ketentuan TWK merupakan hasil pembicaraan bersama sejumlah instansi dan lembaga terkait alih status pegawai. Pembahasan tersebut diklaim dilakukan secara terbuka.
ADVERTISEMENT
"Tidak benar kemudian ada pasal selundupan atau kemudian ada pasal yang tidak pernah dibahas di awal. Semuanya melalui proses pembahasan dan itu semua terbuka," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Ombudsman, Kamis (10/6).
Diketahui, TWK terdapat dalam pasal 5 ayat (4) Perkom tersebut. Berikut bunyinya:
Selain menandatangani surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk memenuhi syarat ayat (2) huruf b dilaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara.
Kaus hitam bertuliskan 'Berani Jujur Pecat' dipakai oleh perwakilan 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta. Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Ghufron menjelaskan, pada mulanya, ada tiga syarat yang seharusnya dilakukan tes kepada pegawai KPK untuk bisa menjadi ASN. Mulai dari klasifikasi pegawai tetap atau tidak tetap; setia kepada NKRI Pancasila dan pemerintahan yang sah; lalu memiliki integritas dan kompetensi.
ADVERTISEMENT
Semula, kata dia, itu semua memerlukan asesmen. Namun, dalam diskusi, pihak KPK menyatakan bahwa kompetensi teknis dan integritas, KPK punya berkas dan datanya pada saat rekrutmen pegawai yang bekerja sama dengan pihak ketiga. Sehingga dua hal itu tidak perlu lagi dilakukan asesmen.
Yang tidak ada, kata Ghufron adalah mengukur soal kesetiaan kepada NKRI Pancasila dan pemerintahan yang sah. Dari sini, muncul usulan soal adanya pakta integritas.
"Maka pada saat itu kemudian semula yang disodorkan oleh KPK adalah dengan pakta integritas," kata Ghufron.
Ilustrasi KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Dari situ, kata Ghufron, berkembang soal adanya wacana TWK. Sebab, ada pertanyaan yang menanyakan bahwa apakah penandatanganan pakta integritas saja sudah cukup untuk membuktikan setia kepada NKRI Pancasila dan pemerintahan yang sah.
ADVERTISEMENT
Namun, Ghufron tidak merinci siapa yang mempertanyakan hal tersebut, sehingga muncul opsi TWK.
"Tapi kemudian berkembang, apa iya dengan pakta integritas itu juga menunjukkan bahwa telah memiliki kesetiaan. Maka muncul lah kemudian pada saat di rapat di kalau enggak salah di Kemenkum HAM atau di Kemenpan itu muncullah ide tentang asesmen terhadap wawasan kebangsaan," kata dia.
Dari situ, TWK ditetapkan menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN. Diketahui, 75 pegawai KPK tidak lulus tes ini. 51 di antaranya akan dipecat 1 November 2021, sementara 24 lainnya akan dibina untuk kemudian ditentukan layak menjadi ASN atau tidak.
Sejumlah pegawai KPK yang tidak lulus TWK mengadukan mengenai tes itu kepada Dewas KPK, Ombudsman, hingga Komnas HAM. Sebab, TWK dinilai bermasalah, baik secara dasar hukum maupun terkait materi pertanyaan di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Terkait dasar hukum, pegawai KPK menduga bahwa pasal mengenai TWK diselundupkan. Ialah Ketua KPK Komjen Firli Bahuri yang diduga melakukan hal tersebut.
Ketua KPK, Firli Bahuri. Foto: Humas KPK
Muncul dugaan sebenarnya dalam pembahasan Perkom sejak Agustus 2020, tak pernah ada pembahasan mengenai TWK bagi pegawai KPK untuk alih status sebagai ASN. Diduga, Firli Bahuri yang menyelundupkan pasal mengenai TWK di menit-menit akhir sebelum Peraturan KPK itu disahkan di Kementerian Hukum dan HAM.
Hal ini menjadi salah satu poin dalam laporan 75 pegawai ke Dewas KPK. Kronologi penyusunan peraturan alih status pegawai KPK hingga muncul soal TWK pun disertakan.
Terkait dugaan ini, Firli Bahuri belum berkomentar. Sebelumnya, pada saat pengumuman hasil TWK, ia menyatakan bahwa semua keputusan diambil berdasarkan kolektif kolegial, bukan keputusan individu satu orang pimpinan.
ADVERTISEMENT
"Kami ingin menegaskan sore ini, tidak ada kepentingan KPK apalagi pribadi atau kelompok. Tidak ada niat KPK usir insan KPK dari lembaga ini," kata Firli dalam konferensi pers di Gedung KPK, 5 Mei 2021.
"Kami sampaikan tidak ada keputusan KPK diambil atas keputusan individu atau desakan seseorang, pimpinan KPK adalah kolektif kolegial sehingga putusan pimpinan KPK bulat, dan kami bertanggung jawab bersama-sama," imbuh dia.
Hal yang sama diungkapkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Menanggapi pelaporan 75 pegawai KPK ke Dewas, ia menyebut bahwa semua keputusan pimpinan sudah berdasarkan hasil diskusi.
"Semua produk kebijakan yang dikeluarkan oleh kelembagaan KPK seperti Peraturan Komisi, Peraturan Pimpinan, Surat Keputusan, Surat Edaran dan semua surat yang ditandatangani oleh Ketua kami pastikan sudah dibahas dan disetujui oleh 4 Pimpinan lainnya," ungkap Alex.
ADVERTISEMENT