KPK Bantu Polda Kepri Hadapi Praperadilan Korupsi Penerbitan HGB

7 Juni 2018 13:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lobby di gedung baru KPK. (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Lobby di gedung baru KPK. (Foto: Marcia Audita/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK membantu Polda Kepulauan Riau dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Karimun Pinang Jaya. Diduga, HGB itu tidak memiliki bukti pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), sehingga diindikasikan merugikan negara hingga Rp 1,5 miliar.
ADVERTISEMENT
Kasus ini ditangani oleh Polda Kepri sejak tahun 2016, KPK mulai melakukan supervisi sejak tahun 2017. Polisi sudah menetapkan tersangka atas nama Bambang Supriadi dalam kasus ini. Namun, Bambang tidak menerima atas status tersangka yang ditetapkan Polda Riau. Bambang kemudian mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau.
Bambang mengajukan praperadilan lantaran menilai kasusnya bukan merupakan pidana. Selain itu, ia juga menduga peyidik Polda Riau tidak memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan dia sebagai tersangka.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa pihaknya siap membantu Polda Kepri dalam menghadapi praperadilan tersebut. Salah satunya adalah membantu menghadirkan ahli hukum acara pidana dari Universitas Riau, Erdiyanto.
"Saat ini, supervisi dilakukan KPK dalam bentuk memfasilitasi ahli pada sidang praperadilan di PN Batam," tutur Febri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/6).
ADVERTISEMENT
Febri mengungkapkan, ahli hukum acara pidana dalam pemaparannya menyatakan bahwa batasan kewenangan dan kompetensi sidang praperadilan sebagaimana diatur dalam KUHAP, hanya terkait dengan formal prosedural tindakan penegak hukum dalam melakukan upaya paksa dalam rangka perlindungan HAM.
"Ahli itu menyampaikan, penyidik dalam menetapkan tersangka harus memenuhi minimal dua alat bukti untuk setiap unsur, tetapi hakim praperadilan hanya menilai apakah terhadap penetapan tersangka sudah terpenuhi syarat minimal alat bukti," kata Febri.
"Ahli juga menyatakan, hakim tidak boleh menilai apakah perbuatan tersangka adalah tindak pidana atau bukan, karena itu berarti sudah memasuki pokok perkara, dan pemeriksaan pokok perkara bukan kompetensi hakim praperadilan," lanjutnya.
Febri mengatakan, usai keterangan ahli yang dihadirkan KPK itu, praperadilan menjadwalkan akan memutus perkara praperadilan itu pada Jumat (8/6). "Besok dijadwalkan akan dibacakan putusan praperadilan. Kami harap hasil dari persidangan ini dapat bernilai positif pada penanganan perkara," tutur Febri.
ADVERTISEMENT