KPK Bidik Korporasi PT CMI Teknologi Terkait Proyek di Bakamla

31 Juli 2019 17:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alexander Marwata di Pusdiklat Kemensetneg, Jakarta, Minggu (28/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Alexander Marwata di Pusdiklat Kemensetneg, Jakarta, Minggu (28/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK tengah membidik peran korporasi PT CMI Teknologi terkait perkara dugaan suap pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) pada Tahun Anggaran 2016. KPK menaksir keuangan negara dirugikan hampir Rp 54 miliar dalam perkara itu.
ADVERTISEMENT
Nantinya bila terbukti, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pihaknya akan menuntut maksimal pelaku korporasi. Tuntutan itu nantinya akan berkaitan dengan upaya pemulihan kerugian keuangan negara yang disebabkan oleh korporasi.
"Saya sudah sampaikan kemungkinan besar korporasinya maka korporasi yang akan kita tuntut untuk mengembalikan keuangan negara mungkin pidana korporasinya," ujar Alex di kantornya, kawasan Kuningan, Jaksel, Rabu (31/7).
Penuntutan terhadap korporasi itu, menurut Alex, perlu dilakukan mengingat praktik meninggikan harga atau mark up dalam pengadaan barang dan jasa sering ditemukan.
"Dari kontrak Rp 120 miliar, kerugian negara diperkirakan Rp 54 miliar dari kerugian negara, modusnya mark up meninggikan harga lazim dalam pengadaan barang dan jasa," ucap Alex.
"Sejauh ini berdasarkan pengalaman KPK, barang dan jasa kalau korporasi dan jadi rekanan pemerintah jadi persoalan dengan cara lelang, rata-rata kegiatan sebelumnya diperoleh dengan cara demikian (mark up)," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Sehingga, menurut Alex, saat ini pekerjaan rumah KPK yakni untuk memetakan proyek mana saja selain di Bakamla yang turut diikuti oleh korporasi itu dalam hal ini PT CMIT. Menurutnya cara itulah yang saat ini dianggap paling ampuh untuk membantu memulihkan kerugian keuangan negara.
"Kalau korporasi tidak kita tindak, maka taruhlah kerugian negara sebagian besar itu (disebabkan tindakan) korporasi, kalau tidak kita tindak tidak akan bisa memulihkan kerugian negara," kata Alex.
Latar Belakang Kasus
Bakamla kembali menjadi sorotan setelah KPK mengungkap adanya dugaan korupsi pengadaan Perangkat Transportasi Informasi Terintegrasi (Backbone Coastal Surveillance System) pada Bakamla tahun 2016.
Setidaknya ada tiga tersangka yang dijerat KPK dalam kasus ini. Ketiga orang tersebut ialah Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan; Juli Amar Ma'ruf selaku anggota Unit Layanan Pengadaan; serta Rahardjo Pratjihno selaku Direktur Utama PT CMI Teknologi.
ADVERTISEMENT
Kasus berawal pada 2016 ketika ada usulan anggaran untuk pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS). Anggarannya mencapai Rp 400 miliar yang bersumber pada APBN-P 2016 di Bakamla.
Pada 16 Agustus 2016, Bakamla mengumumkan lelang dengan pagu anggaran Rp 400 miliar dan nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sebesar Rp 399,8 miliar. Sebulan kemudian, PT CMIT ditetapkan sebagai pemenang lelang.
Pada Oktober 2016, Kementerian Keuangan memotong anggaran tersebut sehingga berkurang dari nilai HPS. Kendati demikian, Bakamla tak melakukan lelang ulang.
Pada 18 Oktober 2016, kontrak pengadaan ditandatangani Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan Rahardjo Pratjihno selaku Dirut PT CMIT dengan nilai kontrak Rp 170,57 miliar termasuk PPn. Anggarannya bersumber dari APBN-P 2016 dalam bentuk lump sump.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Bambang Udoyo juga dinilai terlibat. Namun proses hukumnya diserahkan ke POM TNI AL.
Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi pengadaan Satellite Monitoring di Bakamla tahun 2016. Kasus itu berawal dari Operasi Tangkap Tangan pada 2016 lalu.
Ketika itu, KPK menjerat 4 orang sebagai tersangka, yakni Eko Susilo Hadi selaku Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla; Fahmi Darmawansyah selaku Direktur Merial Esa; Hardy Stefanus; dan Muhammad Adami Okta.
Tak hanya itu, KPK menjerat PT Merial Esa selaku korporasi menjadi tersangka. Perusahaan itu diduga terlibat dalam kasus korupsi tersebut.