KPK Dalami Dugaan Praktik 'Jatah Preman' Gubernur Riau ke Dinas Lain

5 November 2025 22:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
KPK Dalami Dugaan Praktik 'Jatah Preman' Gubernur Riau ke Dinas Lain
KPK akan mendalami adanya kemungkinan praktik pemerasan yang juga terjadi pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau dinas lainnya di Pemprov Riau.
kumparanNEWS
Gubernur Riau Abdul Wahid (tengah) mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK usai ditetapkan sebagai tersangka korupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Riau Abdul Wahid (tengah) mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK usai ditetapkan sebagai tersangka korupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK akan mendalami adanya kemungkinan praktik pemerasan yang juga terjadi pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau dinas lainnya di Pemprov Riau.
ADVERTISEMENT
Hal itu menyusul adanya kasus dugaan pemerasan di Dinas PUPR PKPP Riau yang terungkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Senin (3/11). Adapun kasus itu turut menyeret Gubernur Riau, Abdul Wahid, sebagai salah satu tersangka.
"Apakah dilakukan juga [pemerasan] terhadap dinas yang lain, ini yang sedang kita dalami," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/11).
"Karena ini kan dikumpulkan dinas per dinas seperti Dinas PUPR ini banyak sekali dinasnya," jelas dia.
Asep menegaskan, pihaknya bakal menindak jika ditemukannya praktik tindak pidana korupsi serupa di OPD lainnya di Pemprov Riau.
"Pasti kalau nanti kita dalam perjalanan penanganan perkara ini, ditemukan perkara-perkara tindak pidana korupsi yang lainnya pemberian atau apa pun itu dari SKPD lain, dari dinas lain, tentu akan kita dalami, akan kita tangani," ucapnya.
Gubernur Riau Abdul Wahid (tengah) mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK usai ditetapkan sebagai tersangka korupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dalam kesempatan itu, ia menjelaskan bahwa saat melakukan OTT di lingkungan Dinas PUPR PKPP Riau, tim KPK juga dibantu oleh Inspektorat Kemendagri.
ADVERTISEMENT
Saat itu, kata dia, Inspektorat Kemendagri juga tengah melakukan audit di Pemprov Riau. Ia menyebut, KPK akan terus berkoordinasi dengan Kemendagri untuk turut memantau tata kelola Pemprov Riau tersebut.
"Kemarin kami juga ke Riau itu sudah kebetulan sama-sama dengan Inspektorat Kementerian Dalam Negeri, jadi saat ini Inspektorat Kementerian Dalam Negeri sedang berada di Provinsi Riau yang sedang audit juga untuk yang lainnya," tutur dia.
"Nanti kami akan komunikasi dan kolaborasi, ya, kerja sama, apakah di dinas yang lain itu terjadi juga enggak [praktik pemerasan], dimintain juga seperti itu," imbuhnya.
Sebelumnya, Abdul Wahid ditangkap terkait kasus dugaan pemerasan yang terungkap dalam operasi senyap KPK di Provinsi Riau.
Dalam kasus itu, KPK menjelaskan bahwa Abdul Wahid melalui orang kepercayaannya diduga meminta 'jatah preman' kepada para pejabat di Dinas PUPR PKPP Riau atas penambahan anggaran 2025.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyebut bahwa awalnya penyidik memperoleh informasi adanya pertemuan di salah satu kafe di Pekanbaru pada Mei 2025.
Pertemuan itu terjadi antara Ferry Yunanda selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau bersama enam Kepala UPT Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP Riau.
"Untuk membahas kesanggupan pemberian fee yang akan diberikan kepada Saudara AW [Abdul Wahid] selaku Gubernur Riau, yakni sebesar 2,5 persen," ucap Tanak.
"Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar atau terjadi kenaikan Rp 106 miliar," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, kata Tanak, Ferry menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada M. Arief Setiawan selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau.
Saat itu, Arief yang juga merepresentasikan Abdul Wahid, meminta fee tersebut dinaikkan menjadi 5 persen. Para pejabat di Dinas PUPR Riau kemudian diwajibkan untuk menuruti perintah untuk menyetorkan uang.
Tanak menjelaskan, muncul ancaman pencopotan hingga mutasi dari jabatan bagi yang tidak mematuhi perintah tersebut.
"Saudara MAS [M. Arief Setiawan] yang merepresentasikan Saudara AW, meminta fee sebesar 5 persen atau Rp 7 miliar," ungkap Tanak.
"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Atas permintaan itu, seluruh Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR PKPP beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau bertemu lagi lalu menyepakati pemberian fee 5 persen.
Realisasi pemberian fee itu pun terjadi sebanyak tiga kali dengan total uang Rp 4,05 miliar sudah diberikan kepada Abdul Wahid dkk. Dalam pemberian terakhir pada November 2025, KPK kemudian membongkarnya.
Pada 3 November 2025, kemudian Abdul Wahid bersama Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR, Kadis PUPR, Sekdis PUPR, dan orang kepercayaannya diamankan dalam OTT KPK.
Selain itu, Tenaga Ahli Gubernur, Dani M. Nursalam, yang sebelumnya dilakukan pencarian oleh tim KPK, datang menyerahkan diri ke Gedung KPK.
Para pihak yang diamankan kemudian dilakukan pemeriksaan secara intensif. Usai pemeriksaan secara intensif, tiga orang kemudian dijerat sebagai tersangka, yakni:
ADVERTISEMENT
Dalam OTT itu, KPK juga mengamankan barang bukti uang senilai Rp 1,6 miliar dalam bentuk pecahan rupiah, dolar AS, dan poundsterling.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12e dan atau Pasal 12f dan atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ketiga tersangka pun sudah ditahan.
Abdul Wahid, Arief, dan Dani belum berkomentar mengenai kasus yang menjeratnya tersebut.