KPK dan Kejaksaan Cek Potensi Wanprestasi Pengelolaan Gili Trawangan

22 November 2019 20:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK bersama-sama Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati NTB meninjau kontrak Pemprov NTB dengan PT. Gili Trawangan Indah (GTI). Kontrak itu terkait pengelolaan pariwisata di Gili Trawangan.
ADVERTISEMENT
"Atas pengelolaan objek tanah dengan golongan tanah pariwisata di Gili Trawangan. Diketahui jangka waktu kontrak tersebut selama 70 tahun dan sedang didalami apakah ada wanprestasi dalam pengelolaan tersebut atau tidak," kata juru bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangannya, Jumat (22/11).
Juru bicara KPK, Febri Diansyah. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Menurut Febri, hal tersebut menjadi salah satu fokus KPK melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi di NTB. Sebab, nilai aset yang dikuasai PT GTI cukup signifikan.
"Dari hasil peninjauan dan sesuai dengan hasil penilaian ulang atas objek pajak oleh Kanwil DJKN Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2018 untuk luas lahan sebesar 65 hektare yang dikuasai PT GTI, dengan nilai sekitar Rp 2,3 triliun," kata dia.
Pulau Gili Trawangan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Diharapkan dari hasil koordinasi ini upaya penyelamatan dan pemanfaatan aset tersebut dapat berjalan secara efektif," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, KPK juga menilai potensi pendapatan daerah Pemprov NTB masih bisa terus dioptimalkan. Yakni, melalui investasi masyarakat yang sudah melakukan kegiatan usaha di lokasi tersebut, yakni sebesar Rp 24 miliar per tahun.
Febri menyebut, sumber optimalisasi pendapatan asli daerah (OPD) lainnya juga terus didorong KPK. Salah satunya dari penerimaan pajak daerah secara elektronik melalui pemasangan alat perekam transaksi keuangan di sejumlah wajib pungut, pajak pelaku usaha hotel, restoran, parkir, serta tempat hiburan.
"KPK berharap koordinasi antara Bank NTB Syariah dengan pemda dapat terus ditingkatkan untuk mendorong komitmen semua pihak termasuk Wapu pelaku usaha pada sektor hotel, restoran, parkir dan tempat hiburan untuk memenuhi kewajiban pajaknya," ujar Febri.
KPK melakukan Monitoring dan Evaluasi (Monev) di NTB pada 18 dan 19 November 2019. Dalam kegiatan itu, ditemukan data bahwa hampir separuh dari keseluruhan tanah milik Pemda di NTB belum bersertifikat.
ADVERTISEMENT
"7.848 bidang tanah, atau sekitar 46 persen dari total 15.355 bidang tanah yang dimiliki pemda di Provinsi NTB tersebut masih belum bersertifikat," kata Febri.
Ilustrasi KPK Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
KPK juga menemukan masih ada sejumlah aset pemda yang bermasalah akibat dari pemekaran wilayah dan pencatatan administratif yang tidak tertib. Aset-aset itu menjadi sumber konflik antara Pemerintah Provinsi NTB dengan Pemerintah Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat dalam beberapa tahun terakhir.
"Aset tersebut berupa lapangan Malomba, lapangan pacuan kuda Selagalas, pasar ACC Ampenan, bangunan tempat pelelangan ikan di lingkungan Bugis Ampenan, bangunan kantor BPP Bertais, tanah kebun bibit, pusat perbelanjaan Mataram, fasum dan fasos perum perumnas di Kelurahan Tanjung Karang," pungkas Febri.