KPK: Delik Korupsi dalam RKUHP Membuat Ketidakpastian Hukum

7 Juni 2018 17:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK, Laode Syarif  (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK, Laode Syarif (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
ADVERTISEMENT
Masuknya delik korupsi dalam revisi KUHP dinilai membingungkan. Sebab, hal tersebut akan menimbulkan dualisme aturan yang berlaku, di KUHP serta di Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, semestinya pemerintah bisa memberikan pernyataan yang tegas soal dualisme aturan tersebut.
"Ada beberapa pasal yang diatur dalam tipikor dan diatur dalam RKUHP. Jadi mana yang berlaku? Katanya mereka memperlakukan itu yang lex spesialis UU Tipikor. Tapi kan ada juga asas hukum lain bahwa yang baru itu bisa mengesampingkan yang lama. Itu menimbulkan dualisme," ucap Syarif di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (7/6).
Untuk mengantisipasi itu, Syarif mengaku sudah berkomunikasi dengan pemerintah soal pasal-pasal delik korupsi itu. Namun, hingga saat ini belum direspons oleh pemerintah.
"Belum ada yang dijawab oleh pemerintah karena semua yang diusulkan oleh KPK itu belum ada yang dimasukkan satu pun. Apa yang diusulkan KPK tidak ada yang diakomodir oleh pemerintah," kata Laode.
ADVERTISEMENT
Jika pemerintah membiarkan hal itu, Laode khawatir, aturan yang tumpang tindih itu bisa menimbulkan ketidakpastian hukum.
Imbasnya, tak hanya KPK, tetapi juga kepolisian, jaksa, dan pengadilan juga akan disulitkan dengan pasal-pasal dalam revisi UU KUHP tersebut.
Ilustrasi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jalan HR Rasuna Said Kavling C1 Jakarta Selatan (Foto: Aldis Shanahan Raiputra Tannos)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jalan HR Rasuna Said Kavling C1 Jakarta Selatan (Foto: Aldis Shanahan Raiputra Tannos)
"Sebenernya ini rancangan RKUHP yang sekarang itu menimbulkan ketidakpastian hukum dan itu akan menyulitkan kepolisan, jaksa, KPK, dan pengadilan," jelasnya.
Syarif mengatakan, untuk mencari titik keluar persoalan tersebut KPK akan menemui Presiden Joko Widodo. Sehingga, keinginan KPK yang tidak ingin aturan pemberantasan korupsi diatur dalam RKUHP bisa segera terpenuhi.
"Itu satu contoh saja dan banyak juga yang lain. Itu mungkin yang kita bicarakan nantu dan kita bicarakan juga ke Presiden," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Pasal tipikor yang diusulkan pemerintah dalam RKUHP mengacu kepada pasal 2, 3, 5, dan 11 dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Pada pasal 2 dan 3 UU Tipikor, lamanya pidana diatur paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun. Sementara, dalam revisi KUHP ini, konsep yang dibangun dan sepakati pidana paling lama 15 tahun.