KPK Diminta Pakai Pasal Pencucian Uang dan Halangi Penyidikan di Kasus Nurhadi

2 Juni 2020 13:16 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi kinerja KPK yang berhasil menangkap eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Setelah penangkapan ini, KPK diminta untuk mengembangkan kasus Nurhadi tersebut.
ADVERTISEMENT
Salah satunya ialah dengan mengusut dugaan adanya pihak tertentu yang menghalangi penyidikan kasus ini. Dugaan itu mencuat karena Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, baru bisa ditangkap setelah hampir 4 bulan buron.
"Praktis, tiga bulan pasca-pelarian itu keberadaan mantan Sekretaris MA serta menantunya ini tidak diketahui. Tentu hal ini dapat digali lebih lanjut oleh KPK dengan menyoal kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu yang membantu pelarian atau persembunyian keduanya. Mustahil jika dikatakan pelarian ini tanpa adanya bantuan dari pihak lain. Maka dari itu, KPK harus menjerat pihak-pihak tersebut dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang obstruction of justice," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Selasa (2/6).
Kurnia Ramadhan, peneliti ICW. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Selain itu, KPK juga dinilai sudah seharusnya mengembangkan perkara yang menjerat Nurhadi. Termasuk kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang.
ADVERTISEMENT
"Selama ini beredar kabar bahwa yang bersangkutan memiliki profil kekayaan yang tidak wajar. Sehingga hal tersebut membuka kemungkinan jika uang yang didapatkan Nurhadi telah digunakan lebih lanjut untuk berbagai kepentingan pribadi. Maka dari itu, KPK harus menyangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung ini dengan Pasal terkait tindak pidana pencucian uang," papar Kurnia.
Selain itu, KPK juga dianggap perlu mengembangkan soal kemungkinan ada kasus lain yang melibatkan Nurhadi dalam perkara mafia peradilan ini.
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi. Foto: Antara foto
Sebelum menjadi tersangka, nama Nurhadi sempat terseret dalam perkara dugaan suap yang melibatkan Edi Nasution selaku Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Edi terjaring OTT KPK pada 2016 karena diduga menerima suap dari pengusaha bernama Doddy Ariyanto Supeno.
Suap terkait pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) oleh Doddy yang dinyatakan pailit di pengadilan tingkat sebelumnya. Namun, kasus itu berkembang hingga menjerat mantan Presiden Komisaris PT Lippo Group, Eddy Sindoro.
Mantan Presiden Komisaris PT Lippo Group Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Nama Nurhadi sempat ikut terseret. Dalam dakwaan Eddy Sindoro, nama Nurhadi sempat muncul karena komunikasi yang dilakukan dengan Edy Nasution. Saat itu, Nurhadi meminta agar berkas perkara PT AAL segera dikirim ke Mahkamah Agung. Saksi di persidangan juga sempat menyebut soal memo yang ditujukan kepada Nurhadi. Adapun memo ini terkait dengan perkara hukum sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Eddy Sindoro.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, KPK sempat menggeledah rumah Nurhadi dan menyita uang senilai Rp 1,7 miliar dan sejumlah dokumen.
Namun, terkait perkara itu, Nurhadi berstatus saksi. Ia dijerat sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara yang lain.
Namun, ICW menilai KPK layak menggali kembali dugaan informasi-informasi tersebut. "Tentu hal ini relevan untuk digali kembali untuk mencari dugaan keterlibatan Nurhadi," ujar Kurnia.
"Untuk itu, Pimpinan KPK lebih baik tidak larut dengan euforia dengan penangkapan Nurhadi dan Rezky ini. Sebab, masih ada buronan lain yang tak kalah penting untuk segera dilakukan penangkapan, seperti Harun Masiku, Samin Tan, Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim, Izil Azhar, dan Hiendra Soenjoto," sambung dia.
Eks sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi usai diperiksa KPK terkait kasus yang menjerat tersangka Eddy Sindoro, Selasa (6/11). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Terkait kasusnya, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra Soenjoto. Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT Multicon Indrajaya Terminal yang berperkara di MA. Pemberian uang diduga dilakukan melalui Rezky Herbiyono.
ADVERTISEMENT
Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra terkait perkara PK di MA. Namun diminta kembali oleh Hiendra karena perkaranya kalah dalam persidangan.
Selain diduga menerima suap, Nurhadi juga dijerat pasal gratifikasi. Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu diduga untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, serta Permohonan Perwalian.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona