KPK: Eks Dirjen Kemendagri Pantau Transaksi Suap Dana PEN saat Isoman

2 Februari 2022 19:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirjen Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto. Foto: Dok. BPK
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto. Foto: Dok. BPK
ADVERTISEMENT
KPK menduga mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Mochamad Ardian Noorvianto, menerima suap miliaran rupiah terkait pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Bahkan, ia diduga memantau transaksi suap ketika sedang isolasi mandiri.
ADVERTISEMENT
"Diduga Tersangka MAN (Mochamad Ardian Noorvianto) aktif memantau proses penyerahannya walaupun saat itu sedang melaksanakan isolasi mandiri," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (2/2).
Bupati Koltim Andi Merya Nur. Foto: Youtube/Diskominfo Koltim
Kasus ini berawal ketika Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur sedang mencari cara untuk mendapatkan pinjaman dana PEN. Ia kemudian menghubungi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M. Syukur Akbar.
Laode M. Syukur Akbar kemudian mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta, sekitar Mei 2021. Andi Merya kemudian menyampaikan soal rencananya untuk mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar. Ia kemudian meminta Ardian untuk mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
Selaku Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, salah satu tugas Ardian ialah melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah melalui PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah. Atas tugasnya itu, Ardian memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.
ADVERTISEMENT
Permintaan Andi Merya disanggupi Ardian. Namun, ia meminta imbalan berupa uang yaitu sebesar 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.
Diduga, tahapan yang dimaksud ialah
Andi Merya pun diduga menyetujui hal tersebut. Sebagai tahap awal, ia diduga mengirimkan uang Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode M. Syukur Akbar.
Uang kemudian dibagi dua, yakni sebesar SGD 131.000 atau setara Rp 1,5 miliar untuk Ardian. Sisanya yakni Rp 500 juta diterima Laode M. Syukur Akbar.
Ilustrasi uang sitaan KPK. Foto: Instagram/@official.kpk
Uang untuk Ardian diserahkan langsung di rumah pribadinya di Jakarta. Soal transaksi uang itu lah Ardian diduga aktif memantau meski sedang isolasi mandiri.
ADVERTISEMENT
"Di antaranya dengan selalu berkomunikasi dengan beberapa orang kepercayaannya yang sebelumnya sudah dikenalkan dengan Tersangka LMSA (Laode M. Syukur Akbar)," ujar Alex.
Setelah uang tahap pertama itu diterima, Ardian selanjutnya melakukan pertemuan lanjutan di salah satu restoran di Jakarta bersama Laode M. Syukur Akbar. Pertemuan dilakukan keduanya untuk membahas kelanjutan pengawalan dana PEN yang dilakukan Ardian.
Dalam pertemuan, diduga Ardian menegaskan dan menjamin bahwa permohonan pinjaman dana PEN telah lengkap.
"Permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Tersangka AMN (Andi Merya Nur) disetujui dengan adanya bubuhan paraf Tersangka MAN (Mochamad Ardian Noorvianto) pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan," kata Alex.
Atas perbuatannya, Ardian bersama Laode M Syukur dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Sementara, Andi Merya selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.