KPK Era New Normal, Dinilai Tak Lagi Buas soal Penegakan Etik
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hal tersebut diungkapkan pengajar di FH UGM yang juga merupakan aktivis antikorupsi, Zainal Arifin Mochtar. Menurutnya, KPK tengah menghadapi fase yang berat usai memiliki komisioner baru serta revisi undang-undang.
"KPK sedang memasuki fase new normal sebenarnya jadi penyebabnya bukan COVID-19 tapi UU 19 tahun 2019. Tahun 2019 itu virus mematikan buat KPK ditandai dua proses yang sangat luar," kata Zainal dalam diskusi daring bertajuk 'Mencermati Penegakan Etik Pejabat Publik' yang digelar Indonesian Corruption Watch (ICW) secara daring, Rabu (8/7).
"Kita bayangkan KPK yang dulu itu normal buas terhadap penegakan etik di internal melakukan upaya luar biasa dalam lakukan pemberantasan korupsi. Rasanya ini semua sudah ditinggalkan," kata dia.
Zainal menyebut, sejak dahulu, lembaga-lembaga independen seperti KPK memiliki tantangan yang besar dalam proses masa transisi kepemimpinan. Ia menilai, proses ini kerap membuat kinerja lembaga tak maksimal. Karena, harus ada proses penyesuaian dari pimpinan lama ke yang baru.
ADVERTISEMENT
"Salah satu yang membuat gagal di lembaga lembaga independen seperti KPK itu adalah proses transisi antar komisioner," kata dia.
Ia kemudian sepakat dengan penilaian bahwa KPK era saat ini yang lebih rajin memproduksi kontroversi dibandingkan proses perkara. Salah satunya yang terakhir dilakukan adalah dengan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Gedung KPK. Terlebih rapat tersebut berjalan tertutup.
"Dan dengar dengar penuh dengan puja-puji KPK sekarang dan saya sih yakini kalau dipuja puji politisi berbanding terbalik dengan puja puji publik. Semakin dipuji politisi itu kualitasnya semakin tak pas di publik." kata dia.
Dewas KPK
Selain itu, Zainal juga menyoroti terkait kinerja Dewan Pengawas KPK . Menurut dia, dengan adanya dewas dan komisioner layaknya membangun sebuah dualisme yang membingungkan. Terlebih dalam hal penegakan etik.
ADVERTISEMENT
"Dan ini diperparah dengan tak adanya langkah nyata. Saya enggak tahu apa yang dilakukan Dewas. Dewas ini tugasnya bukan hanya melihat pelanggaran etik tapi bisa juga menilai kinerja. Bayangan saya, ketika di tengah tidak adanya komitmen kuat dari komisioner, harusnya dewas rajin mendorong. Termasuk mempertanyakan gimana kinerja KPK melindungi aparatnya yang kemudian disandera," kata dia.
Sandera yang dimaksud oleh Zainal adalah ketika sejumlah penyidik KPK diduga sempat diperiksa di PTIK Jakarta Selatan ketika memburu eks caleg PDIP Harun Masiku saat OTT. Menurut Zainal, pimpinan KPK gagap dalam menjawab pertanyaan publik mengenai apa yang sebenarnya terjadi di PTIK.
"Kita lihat betul betapa KPK gagap di kasus penangkapan Harun Masiku kan, di kasus Harun dan sandera yang terjadi terhadap penyidik KPK dan new normal KPK, katakan itu tak masalah," kata Zainal.
"Seakan-akan penyidik KPK wajar untuk disandera ya kan, seakan-akan menghalangi penyelidikan pemberantasan tindak pidana korupsi bukan lagi bagian obstruction of justice jadi sudah dibuat normal aja itu tak ada proses bersalah," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Zainal masih optimistis kondisi KPK akan kembali membaik bila MK mengabulkan gugatan UU KPK. Meski ia pun tak yakin apakah MK akan mengabulkan gugatan tersebut.
"Tapi saya masih berharap betul bahwa KPK mau diluruskan kembali. Konstruksinya kembali ke UU lama kemudian diperbaiki kontruksi yang lebih konstruktif," pungkasnya.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )