KPK Kantongi Nama Kepala Daerah yang Simpan Uang Rp 50 M di Kasino

17 Desember 2019 14:55 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kasino. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kasino. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) menemukan ada kepala daerah yang menempatkan uang senilai Rp 50 miliar di kasino yang berada di luar negeri. Terkait itu, PPATK juga sudah berkoordinasi dengan penegak hukum.
ADVERTISEMENT
Secara terpisah, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan telah mengetahui mengenai hal tersebut. Bahkan dia juga mengaku sudah mengantongi nama kepala daerah yang dimaksud. Namun, Agus tidak mengungkapkan nama kepala daerahnya.
"Ya kita mengetahui itu. Rasanya pemerintah juga sudah kita beri tahu ya. Ya semoga nanti ada langkah sinergis lah," ujar Agus di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (17/12).
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Yang saya tahu, orangnya satu itu. Kalau yang lain saya belum tahu," sambung Agus saat ditanya kemungkinan kepala daerah lain melakukan hal yang sama.
Menurut dia, KPK mempunyai kewenangan dalam mengusut tuntas dugaan tindak pidana tersebut. Bahkan, diduga kepala daerah itu juga melakukan penyimpangan lain.
"Penyimpangan juga saya pikir tidak hanya di situ. Di proyek-proyek perencanaannya juga banyak penyimpangan juga. Oleh karena itu berkembang nanti, kan sudah ditangani KPK semoga nanti pengembangannya ke sana," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Temuan PPATK tersebut diungkapkan Ketua PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin, dalam refleksi PPATK selama periode 2019. Kiagus menduga itu merupakan modus baru dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Kami proaktif, kami ungkap ini adalah modus baru, [uangnya] ditanam di non-perbankan di luar negeri. Makanya kita ungkap di sini, bahwa ini, lho, hasil endusan kami, supaya ada deterrent effect (efek jera)," ujar Kiagus saat dikonfirmasi, Jumat (13/12).
Meski begitu, Kiagus enggan merinci kepala daerah yang terlibat. Bahkan tak hanya soal Rp 50 miliar, PPATK juga menemukan transaksi untuk membeli barang mewah.
"Ditemukan juga aktivitas penggunaan dana hasil tindak pidana untuk pembelian barang mewah dan emas batangan luar negeri," tutur Kiagus.