KPK Kembali Panggil Eks Ketua Pengadilan Negeri Medan
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap eks Ketua Pengadilan Negeri Medan Marsudin Nainggolan. Ia akan diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan suap terkait penanganan perkara korupsi di Pengadilan Negeri Medan .
ADVERTISEMENT
Marsudin akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Hadi Setiawan. "Saksi diperiksa untuk tersangka HS (Hadi Setiawan)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi, Jumat (28/9).
Terkait kasus ini, penyidik sudah pernah memeriksa Marsudin sebelumnya. Marsudin menjadi salah satu orang yang turut ditangkap KPK dalam OTT terkait kasus ini. Namun kemudian ia dilepaskan lantaran KPK belum mempunyai bukti soal keterlibatannya dalam kasus tersebut.
Saat ini, Marsudin tercatat merupakan hakim Jusditisial pada Dirjen Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung. Pada saat kasus bergulir, Marsudin sedang dalam proses promosi menjadi hakim di Pengadilan Tinggi Denpasar. Namun kemudian promosi tersebut ditunda, dan bahkan MA memutuskan untuk menarik Marsudin ke Badilum.
Kasus suap penanganan perkara korupsi di PN Medan terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (28/8). Dalam OTT tersebut, KPK menangkap 8 orang, termasuk empat orang hakim. Keempat hakim itu yakni Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, Waka PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, hakim Sontan Merauke Sinaga, dan hakim adhoc tipikor PN Medan Merry Purba.
Setelah dilakukan pemeriksaan, KPK akhirnya hanya menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Merry Purba dan panitera pengganti PN Medan Helpandi sebagai pihak penerima suap, serta Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan sebagai pihak penyuap. Sementara sisanya dilepaskan karena belum ada cukup bukti.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini Tamin diduga memberikan uang senilai SGD 280 ribu kepada Merry melalui Helpandi. Uang suap itu diduga untuk meringankan hukuman Tamin dalam kasus korupsi penggelapan lahan perkebunan milik PT PTPN II. Pemberian uang suap itu dilakukan Tamin melalui perantara Hadi.
Namun, Tamin tetap divonis bersalah dan dihukum selama 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 132 miliar. Dalam putusan tersebut, hakim Merry menyatakan dissenting opinion dan menilai Tamin tidak terbukti bersalah. Sehari setelah putusan tersebut, KPK melakukan OTT.