KPK: Masalah Sektor Hutan Membuat Pasal 33 UUD 1945 Seolah Dikorupsi

16 November 2020 15:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menghadiri FGD soal korupsi di sektor SDA. Foto: Dok. Humas KPK
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menghadiri FGD soal korupsi di sektor SDA. Foto: Dok. Humas KPK
ADVERTISEMENT
Permasalahan di sektor kehutanan masih jadi momok pemerintah. Terlebih, akibat adanya sejumlah permasalahan di sektor itu, berpotensi berujung pada tindak pidana korupsi.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, visi bangsa yang dituangkan dalam konstitusi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 merupakan cita-cita hutan merupakan kekayaan terbesar Indonesia.
Namun, kata Alex, kondisi saat ini malah menunjukkan bahwa penguasaan hutan berbalik dari visi tersebut.
"Ketimpangan pengelolaan, watak kebijakan SDA dan otoriter, kelemahan tata kelola, dan ketidakpastian hukum berkelindan dengan musuh bangsa terbesar abad ini yaitu korupsi," kata Alex dalam acara 'Peluncuran Virtual Hasil Kajian KPK dan U4 tentang Korupsi di Sektor Kehutanan', di YouTube KPK, Senin (16/11).
"Berbagai permasalahan yang terjadi dan terpapar hari ini seolah-olah memberikan hipotesis bahwa Pasal 33 UUD 45 telah dikorupsi," sambung dia.
Pasal 33 UUD Tahun 1945 berbunyi:
ADVERTISEMENT
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (Perubahan Keempat)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. (Perubahan Keempat)
Foto udara area bekas tambang emas ilegal di kawasan hutan lindung Ulu Masen antara Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Selasa (18/2/2020). Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Alex membeberkan, saat ini penguasaan ratusan juta hektar luas hutan di Indonesia belum dimanfaatkan untuk kemakmuran bangsa. Data KPK, dari 41 juta hektar lebih yang dikelola, hanya 1 persen yang diberikan kepada perusahaan skala kecil dan masyarakat adat.
ADVERTISEMENT
"Di sisi lain kerusakan hutan, deforestasi, kebakaran hutan dan lahan terus terjadi dari tahun ke tahun, tidak hanya berdampak pada kerugian ekonomi tapi juga jadi beban langsung yang harus ditanggung oleh 80 juta masyarakat yang hidup dan melangsungkan hidupnya dari hutan," kata dia.
Alex membeberkan kajian pada 2015 di mana terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak 77 sampai 81 persennya terkait produksi kayu tidak tercatat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Akibatnya negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah.
Belum lagi mengenai potensi kerugian dari kayu komersial, dan sektor lainnya.
"Upaya pemberantasan korupsi di sektor kehutanan menjadi perhatian utama sejak KPK berdiri. Melalui proses penindakan setidaknya sudah ada 27 kasus yang ditangani KPK yang sudah berkekuatan hukum tetap," kata Alex.
Warga adat menyiapkan pembuatan sajian untuk ritual Seserahan Hutan di Desa Pa'au, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
Selain itu, kata dia, KPK juga melakukan fungsi pencegahan korupsi di sektor ini. Salah satunya melalui perbaikan tata kelola sumber daya alam Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Melalui Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam, GNP-SDA, KPK mendorong perbaikan sistem dan regulasi, monitoring kepatuhan pelaku usaha, koordinasi dan supervisi, permasalahan lintas kementerian lembaga dan pemerintah daerah, serta permasalahan lintas kementerian lembaga dan pemerintah daerah," pungkasnya.